icon-category Travel

Banyuwangi Sukses Terapkan "Go Digital"

  • 20 Sep 2016 WIB
Bagikan :
alt-img |

Daerah tempat lahir Menpar Arief Yahya, Banyuwangi, Jawa Timur, dinilai telah mendunia. Kalender tahunannya terbaik di Indonesia, jumlah kunjungan wisnus dan wismannya sangat tinggi.

Ketik saja kata kunci “Banyuwangi” di mesin pencari Google. Kemudian akan muncul seputar pariwisata di sana, seperti Pantai Plengkung, Kawah Ijen, Blue Fire yang hanya ada dua di dunia. Lalu ada The Seven Giant Waves Wonder,  juara dunia versiUnited Nation World Tourism Organization (UNWO), 48 even pada 2016, Pantai Pulau Merah, Pantai Watu Dodol, Teluk Hijau, atau Pantai Rajegwesi.

Kawasan-kawasan wisata di Banyuwangi itu akan terdeteksi oleh jutaan orang di seluruh dunia lewat pemasaran pariwisata dengan aplikasi berbasis Android. Aplikasi ini berisi peta jalan dan destinasi wisata secara lengkap.

Aplikasi digital ternyata memang bisa menjadi pintu pariwisata kota kecil sekelas Banyuwangi, yang sejak 2015, sudah mulai dikunjungi 2 juta wisatawan Nusantara. Angka ini tergolong tinggi. Bali, yang notabene merupakan pulau utama pariwisata Indonesia hanya dikunjungi 8 juta wisnus per tahun.

Jumlah wisman yang mengunjungi Banyuwangi tercatat 50 ribu orang. Ini juga tergolong tinggi. Bila dibandingkan dengan Sumatera Selatan (Sumsel), yang cakupannya sudah level provinsi, angka kunjungan wisman ke Banyuwangi masih lebih tinggi. Di Sumsel, kunjungan wismannya hanya 30 ribu orang.

“Kami bisa begini, salah satunya lewat gerakan go digital. Efek digital sangat dahsyat untuk peningkatan pelayanan publik dan memacu kesejahteraan ekonomi masyarakat,” ungkap Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, yang didampingi Kepala Dinas Pariwisata Banyuwangi, MY Bramuda, Banyuwangi, Senin (19/9/2016).

Sudah bukan rahasia lagi kalau Banyuwangi sudah menerapkan aplikasi “Banyuwangi in Your Hand” untuk menunjang kinerja pariwisatanya. Aplikasi ini bisa diunduh di Apple store dan Google Play store. Semua informasi pariwisata dan tempat makanan khas, ada.

“Berkat pemasaran berbasis internet, pariwisata Banyuwangi semakin dikenal. Kami tidak punya dana promosi besar untuk iklan di televisi, media cetak atau online, sehingga kami memanfaatkan sosial media dan  aplikasi tadi,” tambah Anas.

Dengan pola serangan digital, wisman atau wisnus di Bali bisa dibelokkan ke Banyuwangi. Lama-lama, aksesnya makin bagus, amenitasnya semakin kuat, dan atraksinya pun semakin variatif.

Sejumlah pantai di Banyuwangi cocok untuk surfing, snorkeling, dan diving. Pasir merah dan putihnya laku dijual.

Gerakan “go digital” yang diluncurkan menpar saat Rakornas III Pariwisata 2016 dinilai sangat membantu Banyuwangi lebih dikenal.

“Setelah diluncurkan, kami langsung kerja, bergerak, berkoordinasi kemana-mana,” timpal Bramuda.

Sebanyak 600-an Pengusaha Sudah Menikmati Hasilnya

Sekarang, sudah ada 24 desa yang dijadikan pilot project. Hingga akhir tahun, Bramuda membidik 41 desa yang tersambung dengan jaringan fiber optic.

“Kami buat jadwal per tanggal, per bulan untuk melihat perkembangannya. Yang sudah tersambung, langsung kami promosikan potensi wisata daerahnya lewat garapan video digital,” tambahnya.

Upaya lainnya, memperkuat pemasaran denganbanyuwangimall.com. Sekitar 600-an pengusaha mikro sudah menikmati pasar baru mereka lewat internet. Digitalisasi informasi yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi membantu pelaku usaha mikro di Banyuwangi, menembus pasar yang terisolasi.

Manfaatnya pun langsung menyentuh akar rumput. Perajin makanan kecil di Banyuwangi, Supanggih, mengaku sangat terbantu dengan pemasaran berbasis digital itu.

”Dulu saat tak kenal internet, saya mengawali dagang dengan berkeliling kampung karena tak sanggup sewa tempat untuk menempatkan dagangan. Kini tak perlu lagi sewa tempat, saya sudah bisa berjualan hingga ke Surabaya dan Bali,” katanya.

Terbukanya pasar online juga dinikmati pengusaha mikro lainnya. Suradi (40), perajin manik-manik dari Desa Kabat, Kecamatan Kabat, Banyuwangi. Ia kini menjadi penyuplai toko kerajinan di Yogyakarta dan Bali.

Jika sebelumnya hanya mendapatkan keuntungan Rp 1.000 per perhiasan yang diproduksi, kini ia mendapatkan keuntungan dua kali lipat, karena langsung berhubungan dengan pembeli lewat jaringan online. “Pasarnya tambah luas, untungnya dua kali lipat,” ungkapnya.

Dengan fakta tadi, Bram, sapaan akrab Bramuda, semakin yakin Banyuwangi bisa makin cepat naik kelas. Apalagi bila pemasarannya dibantu Indonesia Tourism Exchange (ITX), yang baru diluncurkan Kemenpar beberapa lalu.

“Implementasinya saya rasa akan mudah terealisasi. Ini kan, tinggal masukkan data yang sudah ada, mempertajamnya dengan tren kekinian, kemudian tersambung. Banyuwangi sudah menerapkan Smart Tourism Ecosystem, seperti yang digunakan di Bali. Jadi tidak akan sulit,” ujarnya.

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini