icon-category Travel

Cinta Terlarang, Kain Tenun, dan Nenek Buaya di Danau Asmara

  • 20 Apr 2017 WIB
Bagikan :

Cinta Lio dan Nela berakhir tragis di kawasan ‘surga’ terpencil di Waibao, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Di sana ada sebuah danau bak lukisan alam maestro terbaik sedunia.

Lio dan Nela menatap air hujau kebiruan danau yang dikelilingi hutan tropis itu. Mereka memutuskan mencebutkan diri bersama. Hanyut lah mereka.

Mereka bunuh diri lantaran cintanya yang sudah sangat kuat dan bersemi lama tidak direstui kedua orangtua mereka. Sebab Lio dan Nela masih saudara sedarah.

Orang kampung tidak tahu mereka bunuh diri. Sampai akhirnya jasad mereka ditemukan mengambang terbujur kaku.

alt-img

Danau tempat mereka bunuh diri diketahui banyak buaya, anehnya jazad mereka masih utuh. Warga sekitar pun kaget bukan main. Kisah tragis itu terjadi sekitar tahun 1972. Sejak itu, warga menjukui danau itu dengan nama Danau Asmara. Di ambil dari kisah ‘cinta mati’ Lio dan Nela.

Suara.com datang ke danau itu dan mendengar cerita unik di balik nama ‘Asmara’ dari Matias, sang juru kunci.

Danau yang berjarak 45 km dari Kota Larantuka ini sebenarnya memiliki nama asli Danau Weibelen ini mitos lain. Masyarakat sekitar melarang wisatawan menyebut nama “buaya”. Sebaliknya, pengunjung diwajibkan memanggil buaya dengan sebutan nenek.

Masyarakat percaya, siapapun yang menyebut kata “buaya” akan kena nasib buruk. ‘Penunggu’ danau itu dipercaya berwujud buaya.

“Agar penghuni di sini tidak penasaran karena ada yang datang, istilahnya ada penumpang baru lah.” cerita Matias.

alt-img

Tapi itu cerita yang dipercaya masyarakat sekitar, harus dihormati. Di jamin mata Anda tidak akan rela untuk terpejam di balik cerita yang membuat bulu kuduk berdiri itu.

Pemandangan ‘surga’ dijamin akan memanjakan mata. Hamparan hijau mengelilingi danau yang mempunyai kedalaman 12 meter itu.

Untuk ke Danau Asmara, Anda harus menyusuri jalan pedesaan naik turun bukit terjal. Sepanjang jalan akan terlihat kampung-kampung tradisioal. Berburu dan menenun masih mendominasi pekerjaan penduduk.

Suara.com menemui salah satu perempuan penenun, Maria Fatima. Maria membuat pakaian sehari-hari untuk keluarganya. Kain tenun itu juga untuk dijual ke wisatawan.

alt-img

Untuk menghasikan satu lembar kain tenun, Maria membutuhkan waktu selama 2 pekan. Sebuah selendang kecil hasil tenunnya, dijual seharga Rp 150 ribu, sedangkan jenis sarung dibanderol Rp 500-700 ribu.

Keunikan hasil tenun daridaerah ini terletak dari warnanya yang didominasi warna hitam dan merah. Hasil tenun Maria dan perempuan di sini bisa menjadi buah tangan jika Anda berkunjung ke Danau Asmara.

Namun sayangnya tidak ada cerita, para jomblo yang datang ke danau itu otomatis akan mendapatkan jodoh kelak. Huft….

(Rizka Chaerani)

 

Berita Terkait:

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Tags : Waibao 

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini