icon-category News

Di Hari Terakhir Kerja, Karyawan Twitter Blokir Akun Donald Trump

  • 06 Nov 2017 WIB
Bagikan :

Dunia per-Twitter-an pada pekan lalu dihebohkan dengan kabar terblokirnya akun Twitter resmi milik Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Tidak lama, memang, cuma 11 menit. Katanya, akun ini dinonaktifkan karena kesalahan karyawan yang tidak sengaja melakukannya, dan itu dikategorikan sebagai human error.

Twitter segera mengeluarkan pertanyaan terkait hal ini melalui akun resmi Twitter Government. Mereka bilang telah mengaktifkan kembali akun sang presiden, dan berjanji untuk "menyelidiki serta mengambil langkah untuk mencegah hal tersebut terjadi lagi."

Twitter sejauh ini tidak memberi penjelasan mengenai bagaimana hal itu bisa terjadi.

Tetapi sebuah kepastian telah dilontarkan oleh Twitter bahwa hal itu dilakukan oleh karyawan yang masuk kerja untuk terakhir kalinya di perusahaan.

"Setelah melakukan penyelidikan, kami telah mengetahui bahwa ini dilakukan oleh karyawan Twitter yang mengurus dukungan kepada pengguna dan ini dilakukan pada hari terakhirnya bekerja. Kami sedang melakukan peninjauan internal secara penuh," kata Twitter.

Sejumlah mantan karyawan Twitter memberi sedikit gambaran kepada The Verge tentang buruknya manajemen perusahaan tersebut dalam menangani akun-akun resmi atau yang terverifikasi. Twitter disebutnya tidak cukup kuat dalam membatasi pemanfaatan peranti lunak yang khusus menangani akun resmi. Bahkan katanya, seorang pegawai kontraktor pun bisa mengaksesnya.

Twitter sebenarnya selama bertahun-tahun telah mengetahui risiko adanya karyawan nakal semacam begini. Dan ternyata, karyawan-karyawan yang nakal ini kerap menargetkan sebuah akun untuk dinonaktifkan ketika karyawan tersebut telah mengajukan surat berhenti kerja atau pada saat hari terakhir bekerja Twitter.

Setelah insiden terblokirnya akun Presiden Trump pada Kamis (2/11) malam waktu AS, para mantan karyawan Twitter berkumpul di sebuah tempat dan mereka mulai menduga-duga pelakunya, walaupun sampai sekarang ini identitasnya belum terungkap ke publik.

"Kami sekarang mengacu pada individu yang disebut sebagai 'the legend,'" kata seorang mantan karyawan kepada The Verge.

Pada saat yang bersamaan, mantan karyawan ini mengaku tidak terkejut dengan kejadian terblokirnya akun Presiden Trump selama 11 menit.

Mic Drop

Dia turut mengungkap sesuatu yang mengejutkan, bahwa ternyata ada sejumlah karyawan Twitter yang keluar dari perusahaan dengan melakukan penghapusan atau pemblokiran akun terverifikasi, dan ini tidak terungkap ke publik.

Aksi macam ini disebut para mantan karyawan Twitter sebagai "drop mic," atau sebuah tindakan yang sengaja dilakukan pada akhir pertunjukan untuk memberi tanda kemenangan dan sekaligus menunjukkan sikap sombong atas performa diri.

"Ada orang telah 'mic drop' di masa lalu dan menghapus akun, pengguna terverifikasi, dan malah menyalahgunakan kekuasaan mereka pada hari terakhir," kata mantan karyawan Twitter.

Mic drop para karyawan Twitter ini dilakukan karena memang ada ketersediaan alat pendukung untuk mengakses akun pengguna, dan itu bisa dilakukan banyak karyawan. Walau demikian, akses ini tidak memungkinkan karyawan mempublikasi twit dari akun pengguna atau untuk membaca pesan secara langsung.

Manajemen Twitter mungkin tidak akan memberi tahu berapa banyak orang yang memiliki akses ke alat tersebut yang juga dipakai untuk menonaktifkan kaun Presiden Trump. Namun, setelah kejadian akun Trump, bisa jadi Twitter segera berbenah dan membatasi karyawan yang bisa mengakses alat tersebut.

Para mantan karyawan berkata Twitter punya masalah besar dalam urusan akses karyawan ke akun pengguna. Yang menjadi perhatian lebih, hak istimewa atas alat untuk mengakses akun pengguna itu bisa dioperasikan pula oleh kontraktor pihak ketiga yang berada di Filipina dan Singapura.

Terkait isu tersebut, The New York Times sempat melaporkan pada Jumat lalu (3/11), bahwa orang yang bertanggungjawab atas penonaktifan akun Presiden Trump adalah karyawan kontraktor dari perusahaan pihak ketiga. Twitter sendiri memilih untuk tidak mengungkap detail penyelidikan internal yang telah mereka lakukan.

Ketika akun Trump dinonaktifkan, sejumlah mantan karyawan Twitter memang berkicau dengan nada menyindir. "Kesalahan ini sangat memprihatinkan," ada di antaranya yang berkicau demikian.

Namun, ada juga mantan karyawan Twitter yang membuka kemungkinan bahwa aksi itu adalah tindakan peretasan yang disponsori sebuah negara.

"Ini benar-benar mengerikan saat Anda memikirkan, bagaimana jika sebuah negara merekrut seseorang sebagai aset internal, lalu masuk dan menutup akun pada saat yang sangat penting?" kata seorang mantan karyawan, dikutip dari The Verge. "Atau setidaknya bisa mendapatkan semacam informasi terkait akun itu? Ada banyak versi buruk dan lebih buruk yang bisa Anda mainkan."

Alat pendukung untuk mengakses akun pengguna ini tentu dimiliki oleh perusahaan teknologi yang berurusan langsung dengan pengguna. Agar kejadian seperti Twitter kemarin tidak terjadi lagi, alangkah baik agar alat itu dikunci dan memberi kuncinya hanya kepada sedikit orang atau divisi khusus yang terpercaya.

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Tags : twitter 

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini