icon-category News

Keluhan Warga Green Pramuka Selain Acho

  • 13 Aug 2017 WIB
Bagikan :

Selain komika Mukhadly MT alias Acho, warga-warga lain di Green Pramuka City pun menyampaikan sejumlah poin dan keluhan atas perlakuan pengelola apartemen di kawasan Jakarta Pusat itu.

Semua keluhan itu tak jauh bedea dengan apa yang disampaikan Acho lewat blog pribadinya yang kemudian dipermasalahkan pengelola ke polisi.

Mereka pun mengompilasi keluhan-keluhan itu lewat pernyataan tertulis yang juga diterima CNNIndonesia.com, Sabtu (12/8). Pernyataan tersebut menggarisbawahi bahwa mereka yang tinggal di rumah bersusun memang belum terlindungi dan belum mendapatkan hak-hak dasarnya dengan baik dalam bentuk payung hukum yang memadai dari pemerintah.

"Sebagai contoh, hingga kini belum ada peraturan turunan dari UU 20/2011 mengenai Rumah Susun. Sementara UU tersebut sudah mengalami beberapa kali uji materi di MK [Mahkamah Konstitusi], termasuk yang terakhir diketahui selesai pada per Desember 2016," kata Andika salah satu warga Apartemen seperti tertulis dalam rilis, Sabtu (12/8).

Ketiadaan payung hukum itulah yang kemudian kerap menimbulkan konflik antara penghuni dan pengelola apartemen, khususnya di kawasan DKI Jakarta.

"Apa yang menjadi suara Acho adalah suara kami para pemilik dan penghuni rumah susun yang berjuang untuk mendapatkan kedaulatan dan kemaslatan di rumah sendiri," kata Andika.

Penyimpangan-penyimpangan Pengelola Green Pramuka

Lebih lanjut, terkait kedaulatan hingga kini warga apartemen Green Pramuka City menyebut belum diberikan kejelasan jadwal secara jelas dan terukur mengenai waktu jelas mereka mendapatkan Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHMSRS) ataupun setidaknya Akta Jual Beli (AJB) sebagai bukti pengalihan hak.

Bukti transaksi yang dimiliki pun, sambung Andika, hingga kini hanya Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang ditandatangani tanpa saksi notaris, alias PPJB bawah tangan.

Sementara itu, terkait kemaslahatan pun lanjut Andika, para pemilik dan penghuni Satuan Rusun Green Pramuka City mengalami berbagai ketidakadilan. Ia mencontohkan salah satunya terkait Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) yang ditetapkan sepihak oleh Badan Pengelola Rusun Green Pramuka City

"IPL itu juga tanpa transparansi apa pun kepada kami mengenai laporan keuangan terhadap penggunaannya," kata dia.

Selain itu, Penagihan dan Pungutan Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan [PBB P2] dilakukan pihak pengelola dan pengembang Apartemen, bukan oleh aparatur negara yang bersangkutan.

Tagihan itu pun kata Andika, hanya dilakukan melalui pesan singkat tanpa Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) P2.

Selain itu yang paling memberatkan warga adalah komersialisasi benda bersama seperti lahan parkir. Padahal, kata Andika, itu jelas berlawanan dengan UU 20/2011 pasal 25 ayat 1.

"Jangankan tempat parkir, ketiadaan lokasi bersama untuk kami berkumpul dan bersosialisasi dalam ruang yang memang khusus diperuntukkan untuk pertemuan sebagaimana diatur dalam UU 20/2011 pasal 25 ayat 1 tidak ada," kata dia

Kemudian, ruang diskusi bagi warga apartemen saat hendak menyampaikan pertanyaan dan pernyataan kepada pengelola Rusun Green Pramuka City pun secara terang-terangan tidak diberikan.

"Justru malah berujung dengan penyampaian searah yaitu bahwa segala sesuatu adalah keputusan manajemen," ungkap Andika.

Sementara itu, terkait keluhan warga penghuni dan pemilik Apartemen Green Pramuka City ini, pihak pengelola belum mau memberikan konfirmasi. Hingga berita ini dimuat, CNNIndonesia.com belum juga mendapat jawaban terkait keluhan tersebut.

Berita Terkait

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Tags : green pramuka 

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini