icon-category Sport

Lacazette Bukanlah Pembelian Klise Arsene Wenger

  • 06 Jul 2017 WIB
Bagikan :

Jika Anda merupakan pemain sepak bola asal Prancis, masa depan anda bisa sedikit lebih cerah ketimbang pemain lainnya. Tak perlu punya skill mencolok, cukup tertera nama negara asal Menara Eiffel itu saja, Anda akan dibawa Arsene Wenger ke Arsenal. 

Maaf jika kami menyindir. Dan, tentu saja, tidak berarti Prancis tak punya pemain bagus. Malah, sebaliknya, mereka kebanjiran talenta berbakat. Tapi, saking klisenya transfer Wenger dulu, analogi klise itu perlu kami sodorkan. 

Perlu bukti? Silakan lihat nama-nama "tanggung" seperti Jérémie Aliadière, Gilles Grimandi, Yaya Sanogo, Sébastien Squillaci, atau yang paling anyar yakni Francis Coquelin. Mereka bisa dibilang adalah rekrutan klise Wenger. Kami tak berlebihan karena fakta berkata demikian, bahwa The Professor memang gemar memungut pemain asal negaranya sendiri yang tak semuanya berujung sukses.

Baru-baru ini Arsenal telah resmi mengikat Alexandre Lacazette dari Olympique Lyonnais dengan harga 45,05 juta poundsterling (berdasarkan data Transfermarkt), mengungguli Mesut Oezil yang sebelumnya menjadi rekrutan termahal Arsenal.

Tak salah jika Wenger ngotot memboyong Lacazette ke dalam skuatnya. Alasannya cukup logis, pemain berusia 26 tahun itu masuk dalam klasifikasi pemain underrated berkebangsaan Prancis. Bandingkan dengan nama-nama sekaliber Karim Benzema, Antoine Griezmann, atau Olivier Giroud, gaungnya tak lebih keras dari mereka. Kendati begitu, Lacazette bukan pemain asal-asalan, dia adalah tulang punggung sekaligus bukti nyata dari loyalitas Lyon.

Lacazette mulai membela Lyon sejak musim 2009/2010, itu pun setelah dia mengawali kariernya di level junior lebih dari lima tahun. Lacazette saat itu digadang-gadang menjadi suksesor penyerang Les Gones asal Brasil, Sonny Anderson. Postur tubuh yang tak begitu besar untuk ukuran pemain Eropa, plus kecepatan yang di atas rata-rata, adalah alasannya.

Meskipun begitu, dia membutuhkan perjuangan ekstra untuk mendapatkan slot di skuat utama. Bahkan, Lacazette lebih dulu dimainkan sebagai winger karena tersisih oleh Bafetimbi Gomis, Lisandro Lopes, serta Jimmy Briand. Kesabaran anak bungsu dari empat bersaudara itu akhirnya membuahkan hasil di musim 2013/2014. Di bawah arahan Remi Garde, Lacazette turun sebanyak 40 kali dan sukses membukukan 20 gol.

Penampilan impresifnya membuat Lyon kemudian menjadikannya penyerang utama semusim berselang. Klub yang bermarkas di Parc Olympique Lyonnais itu bahkan berani melepas Gomis dan Briand yang sebelumnya menjadi pilihan reguler.

Nama Lacazette pun langsung mencuat usai berhasil mengemas 31 gol dari 39 laga di semua ajang. Tak cuma itu, dia juga berhasil mengungguli Zlatan Ibrahimovic, Edinson Cavani, dan Andre-Pierre Gignac dari perburuan gelar topskorer lewat 27 gol yang disarangkannya, plus anugerah sebagai pemain terbaik Ligue 1.

Konsistensinya sebagai mesin gol Lyon kembali berlanjut di periode 2015/2016 usai melesakkan 21 golnya. Musim lalu adalah puncaknya, saat Lacazette sukses membukukan 28 gol di ajang Ligue 1, jumlah terbanyak yang pernah dicetak pemain Lyon dalam semusim.

Tapi ada satu hal kontradiktif selama dirinya berseragam Lyon, dia tak pernah sekalipun mencicipi trofi Ligue 1. Mentok cuma Coupe de France dan Trophée des Champions pada 2012 silam.

Sementara itu Lacazette juga terhitung moncer di kancah internasional. Bagaimana tidak, dia telah membela Tim Nasional Prancis di berbagai level usia dan sukses menggondol titel UEFA U-19 bersama dengan Griezmann.

Sampai di situ, terlihat sudah bahwa Lacazette bukan pemain klise. Dia telah teruji dari segi kualitas dan loyalitas bersama Lyon.

Jika menilik dari segi kebutuhan tim, Lacazette adalah sosok yang pas bagi skuat The Gunners. Kemampuannya bermain sebagai penyerang tengah maupun sayap merupakan tipikal pemain favorit Wenger yang mengedepankan kecepatan sisi sayap. Alexis Sanchez, Lucas Pérez, Theo Walcott, dan Danny Welbeck adalah contohnya.

Lyon sendiri menerapkan format 4-3-3 atau 4-2-3-1 di mana Lacazette dipasang di posisi terdepan. Kelihaiannya dalam membuka ruang jadi salah satu alasan kuat mengapa Nabil Fekir, Mathieu Valbuena, dan Memphis Depay juga turut menyumbangkan lebih dari lima gol bagi Lyon di ajang Ligue 1. Tak jauh berbeda dengan skema permainan Arsenal yang juga mengandalkan sisi sayap sebagai lini kedua untuk mencetak gol.

Jika melihat aspek penyelesaian akhir, Lacazette relatif tajam karena lebih intensif bermain sebagai penyerang tengah dalam beberapa musim belakangan. Selain itu, kehadiran Lacazette juga bisa sebagai bentuk antisipasi jikalau Sanchez hengkang. 

Jadi, wajar ‘kan kalau Arsenal membayar mahal untuknya?

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini