Home
/
Lifestyle

Memahami Fenomena Perjanjian Pranikah

Memahami Fenomena Perjanjian Pranikah
Tabloid Bintang16 July 2016
Bagikan :
Preview
|

Pernikahan Aming dan Evelyn awal Juni lalu mengungkap sebuah fakta. Ada perjanjian pranikah antara keduanya.

Awam biasanya bertanya-tanya. Untuk apa, sih menikah, tapi melakukan perjanjian pranikah?

Sekadar informasi, sebelum Aming, pasangan artis Raffi Ahmad dan Nagita Slavina juga melakukannya.

Psikolog yang praktik di Klinik Terpadu Fakultas Psikologi UI, Depok, Anna Surti Ariani, memberi pandangannya.

Salah satu alasan semakin banyak pasangan melakukan perjanjian sebelum menikah, karena wawasan yang semakin luas.

“Dulu, kita tidak paham bahwa untuk menikah perlu ada beberapa hal yang disepakati,” buka Nina, sapaan akrabnya.

Tidak dalam arti negatif. Dengan adanya perjanjian, pasangan justru menyelamatkan pernikahan bahkan sebelum dimulai.

“Karena pada dasarnya, perjanjian pranikah, kan bukan 'kalau cerai nanti bagaimana'—walau bisa juga isinya itu—melainkan bagaimana pasangan menjalani pernikahan. Jadi, kalau isi perjanjiannya tepat, malah bisa menguatkan pernikahan itu sendiri,” terang Nina.

Oleh karenanya, ketika menghadapi pasangan yang mengajukan perjanjian pranikah, tidak perlu dibarengi rasa tersinggung.

“Yang namanya perjanjian, justru mengamankan kedua pihak,” tegas Nina. “Kalaupun disepakati hal-hal yang kurang menyenangkan, seperti pemisahan harta, kadang maksud di baliknya baik. Misal, suami bangkrut, istri tidak perlu ikut menanggung karena ada pemisahan harta itu”.

Dari segi hukum, perjanjian pranikah pun resmi. Undang-undang negara kita sudah mengakomodasinya.

“Diatur dalam UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974. Begitupun KUH Perdata sudah mengaturnya sejak zaman Belanda. Hanya saja belum menjadi kebiasaan bagi kebanyakan orang untuk membuatnya,” beber Ade Novita, pengacara yang banyak mengurusi perjanjian pranikah sekaligus pendiri situs Pranikah.

Dari segi isi, tidak ada batasan apa pun yang bisa dituang dalam bentuk perjanjian. Tidak melulu mengenai pemisahan harta.

“Selama ini kebanyakan orang berpikir seperti itu. Padahal, ada klien saya yang membuat perjanjian pranikah yang isinya mengatur kebebasan tetap sekolah dan menjalankan hobi,” bilang Ade.

“Karena perjanjian itu pada dasarnya kebebasan berkontrak antara pihak yang membuatnya. Isinya berupa janji dan kesepakatan. Jatuhnya hukum perdata, bukan pidana. Sehingga tidak ada hukuman jika salah satu pihak melanggar,” terangnya.

Andai perjanjian tidak berjalan, ada pasal tentang musyawarah untuk mufakat.

“Perubahan masih bisa dilakukan bila ada yang tidak sesuai,” jelas Ade. Nina pun menambahkan, tidak berjalannya perjanjian juga bukan berarti akhir hubungan.

“Kesannya, semua pasangan yang membuat perjanjian pranikah berarti siap cerai, ya. Tidak begitu,” kata Nina.

“Ada juga yang justru lebih baik karena masing-masing ingat komitmen mereka dalam perjanjian itu dan berusaha melaksanakannya,” pungkas Nina.

(wida/gur)
populerRelated Article