icon-category News

Pangeran Saudi Tidak Kebal Hukum, Bisa Dipenjara Bahkan Dieksekusi

  • 22 Jul 2017 WIB
Bagikan :

Hukum Syariah Islam yang diterapkan di Arab Saudi tidak pandang bulu. Mereka yang bersalah patut dihukum, tidak peduli siapa, termasuk anggota kerajaan sekalipun.

Pekan ini seorang pangeran kerajaan Saudi, Saud bin Abdulaziz bin Musaed bin Saud bin Abdulaziz, ditangkap polisi setelah video dirinya yang memukuli dan menodong dengan pistol seseorang viral di internet. Penangkapan Saud atas perintah langsung dari Raja Salman.

Dalam video yang disaksikan lebih dari 760 ribu kali itu terlihat Saud yang berbaju hitam menendang dan memukuli seseorang. Cuplikan lainnya memperlihatkan seorang pria yang berdarah, dipukuli dan ditodong pistol.

Terlihat juga dalam video sekitar 18 botol wiski merek Johnnie Walker Red Label, benda terlarang beredar di Saudi.

Raja Salman langsung memerintahkan penangkapan terhadap para pelaku dan penyelildikan penuh kasus tersebut. Dia menegaskan bahwa tidak boleh ada pelaku yang dibebaskan sampai ada vonis pengadilan.

Dalam perintahnya juga, seperti dikutip berbagai media salah satunya The Independent, Raja Salman memerintahkan masyarakat untuk meningkatkan pengawasan terhadap keluarga kerajaan, jangan sampai ada yang bertindak sewenang-wenang.

Tidak kebal hukum

Anggota kerajaan memang warga kehormatan di Arab Saudi dengan berbagai keistimewaan, salah satunya mendapat gaji bulanan dari negara. Namun keistimewaan ini tidak lantas membuat mereka kebal hukum.

Pangeran, bahkan Raja Saudi, tetap tunduk pada hukum Islam yang diterapkan di negara itu. Hukum qishash atau mata dibalas mata juga berlaku untuk kalangan ningrat di Saudi.

Oktober tahun lalu contohnya. Pangeran Turki bin Saud al-Kabir, 25, dipancung sebagai hukuman atas pembunuhan Adel al-Mohaimeed pada 2012. Seperti hukuman mati lainnya, eksekusi terhadap Pangeran Turki dilakukan di muka umum, disaksikan juga oleh ayah korban yang menolak memaafkan pembunuh putranya.

Perlakuan terhadap pangeran Saudi ini yang melanggar hukum juga ada bedanya dengan rakyat biasa. Dia tetap tidak akan bisa bebas dari pedang pemancung kecuali atas ampunan dari keluarga korban. Dalam hal ini, keluarga Adel menolak mengampuni Pangeran Turki.

Ini sesuai dengan prinsip hukum qishash, tidak ada seorang pun, bahkan Raja, yang bisa membatalkan hukuman pancung itu selain ampunan dari keluarga korban atau pembayaran diyat (uang darah). 

"Pangeran Turki mempunya standar hukum yang sama seperti yang lainnya. Jelas bahwa, jika keluarga korban memberikan ampunan, maka dia bebas dari eksekusi. Jika tidak, dia harus dihukum mati. Tidak ada cara membatalkannya," kata Mohammed Khalid Alyahya, ahli di lembaga think tank Atlantic Council kepada Newsweek tahun lalu.

Raja Salman juga telah menegaskan hal ini kepada keluarganya. 

Pangeran Faisal bin Farhan al-Saud, anggota kerajaan Saudi, kepada New York Times 2016 lalu mengatakan, "Raja selalu mengatakan tidak ada bedanya dalam hukum pangeran atau bukan, saya kira ini (eksekusi Turki) adalah manifestasi yang gamblang dari hal itu."

Sebelumnya pada tahun 1975, anggota kerajaan Saudi lainnya juga dieksekusi mati. Pangeran Faisal bin Musaid bin Abdulaziz Al Saud dihukum pancung karena telah membunuh sepupunya, Raja Faisal.

Raja Faisal ditembak dua kali di kepala oleh Pangeran Faisal. Di akhir hayatnya, Raja Faisal mengatakan agar pembunuhnya tidak dihukum mati. Namun pengadilan Syariah Saudi menetapkan Pangeran Faisal tetap harus dipancung.

Ini menjadi bukti hukum Syariah di Saudi berlaku untuk semua orang, baik rakyat jelata maupun keluarga kerajaan.

Penjara di Istana

Sejak memimpin pada 2015, Raja Salman memimpin dengan tegas. Dia memecat para menteri yang terekam bertindak kasar atau menghina rakyat. Dia juga memecat pejabat senior di pengadilan karena menampar seorang fotografer. 

Dalam sebuah memo Kedutaan Besar AS yang bocor ke media pada 2007, Raja Salman "kerap menjadi wasit dalam pertengkaran keluarga kerajaan". Dia menghukum sendiri semua anggota kerajaan yang bandel.

Ahli Arab Saudi Robert Lacey, penulis buku "The Kingdom: Arabia & The House of Saud", mengatakan Raja Salman biasa menjatuhkan hukuman berat bagi keluarganya yang melanggar peraturan.

Mantan gubernur Riyadh ini, kata Lacey kepada Daily Beast Oktober tahun lalu, bahkan punya penjara di istananya untuk para pangeran yang melanggar hukum.

"Sebagai raja, dia menggunakan jabatannya untuk mengirim pesan bahwa tidak siapapun di Arab Saudi yang berada di atas hukum," ujar Lacey.

Ada anggapan bahwa hukuman terhadap keluarga kerajaan demi meningkatkan popularitas raja saja, terutama di masa sulit ketika dilakukan penghematan lantaran produksi minyak yang turun.

Namun menurut Lacey anggapan itu salah. Dia mengatakan, semua orang di Saudi dihukum sesuai pelanggaran yang mereka lakukan.

"Beberapa orang menolak memuji kerajaan-kerajaan Teluk. Tapi perlu diingat, Arab Saudi tidak pernah mengeksekusi satu pun demonstran hak asasi manusia sekular seperti Iran, yang menggantung puluhan dari mereka dengan crane," kata Lacey.

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini