icon-category Health

Perfeksionisme Bisa Jadi Pemicu Bunuh Diri?

  • 04 Aug 2017 WIB
Bagikan :

Bunuh diri menjadi kasus yang sangat kompleks dan jarang dikaitkan dengan satu faktor penyebab saja. Namun ciri kepribadian pelaku bunuh diri dapat memainkan peran penting sebagai pemicu aksi tersebut.

Salah satu studi terbaru mengungkap bahwa salah satu ciri kepribadian yang dapat menjadi faktor bunuh diri adalah perfeksionisme. Periset di Universitas Western Ontario mewawancarai teman dan keluarga orang-orang yang telah melakukan bunuh diri.

Hasilnya, mereka menemukan bahwa 56 persen dari pelaku bunuh diri menunjukkan adanya tekanan eksternal yang dirasakan untuk menjadi sempurna.

"Tekanan menjadi sempurna adalah bagian dari kepribadian premorbid orang yang rentan terhadap ideologi dan usaha bunuh diri," tulis studi tersebut seperti dilansir dari laman Independent.co.uk, baru-baru ini.

Penelitian yang pernah dilakukan pada 2013 menemukan bahwa 68 persen remaja yang telah melakukan bunuh diri dikenal memiliki kepribadian serupa yakni mempunyai tuntutan dan harapan tinggi. Ciri tersebut merupakan karakteristik umum perfeksionisme.

Menurut sebuah penelitian pada 1990-an, perfeksionisme dapat didefinisikan sebagai kepribadian yang memiliki standar kinerja tinggi yang disertai dengan evaluasi perilaku seseorang yang terlalu kritis.

Studi yang sama mengutip ciri utama perfeksionisme, yakni menyesali kesalahan, keraguan tentang tindakan, terlalu mengkhawatirkan kritik orang tua, harapan orang tua, serta memiliki standar pribadi dan organisasi yang tinggi.

Dampak negatif yang timbul dari perfeksionisme antara lain rasa tidak berharga, menetapkan tujuan yang tidak dapat dicapai, serta menunjukkan penekanan lebih pada presisi dan kerapian.

Meski begitu, hubungan antara bunuh diri dan perfeksionisme tidaklah revolusioner. Pada 1995, Sidney Blatt, menyoroti sintesis dalam sebuah artikel psikolog Amerika berjudul The Destructiveness of Perfectionism di mana dia memprofilkan tiga individu berbakat yang menjalani hidup mereka sendiri, termasuk penulis Inggris yang sukses, Alasdair Clayre.

Dia menekankan tidak ada alasan bagi orang yang perfeksionis melakukan bunuh diri. Pasalnya orang-orang perfeksionis berjuang untuk kesempurnaan hidup sehingga tidak masuk akal apabila mereka justru mengakhiri hidupnya sendiri.

Secara psikologis, perfeksionisme dapat dikonseptualisasikan sebagai kesenjangan antara keadaan dan bagaimana seseorang ingin menjadi seperti yang diharapkan. Perfeksionisme dinilai dapat menjadi penghalang kebahagiaan. Seseorang yang gagal melakukan apa yang diharapkan, bisa dihantui oleh tuntutan untuk mencapai kesempurnaan. Dia juga akan merasa frustrasi oleh ketidakmampuannya memenuhi serangkaian tujuan tertentu, tidak pernah sepenuhnya puas dengan prestasi, dan terus merasa kecewa setelah menyelesaikan sebuah tugas.

Studi ini juga membahas bagaimana perfeksionis sering berjuang untuk mempertahankan hubungan yang stabil.

Bunuh diri adalah penyebab kematian kedua di kalangan remaja Amerika.

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini