Sponsored
Home
/
Travel

Mencari Foto Wisata Indonesia di Tumpukan Jerami

Mencari Foto Wisata Indonesia di Tumpukan Jerami
Preview
Vetriciawizach14 September 2017
Bagikan :

“Oh, wartawan wisata? Enak dong jalan-jalan terus?”

Itulah perkataan yang sering dilontarkan keluarga atau teman saya saat mendengar pekerjaan saya.

Perlu diketahui, sebelum diberi tanggung jawab untuk menjadi redaktur kanal wisata, saya sempat menjajal kanal internasional, olahraga dan hiburan.

Perkiraan saya, menulis soal wisata akan jauh dari stres seperti saat menulis berita kelompok militan, laporan pertandingan sepak bola, atau wawancara dengan selebriti yang judes.  

Nyatanya, saya tetap stres saat menulis berita wisata, terutama mengenai tempat-tempat piknik di tanah air.

Saya menulis berita wisata di CNNIndonesia.com sejak enam bulan yang lalu. Namun, saya baru merasa tekanan menulis berita wisata Indonesia tepatnya pada 15 Agustus 2017 pukul 20.00 malam.

Ini terjadi ketika saya sedang menulis berita mengenai ‘Keindahan Alam 5 Provinsi yang Paling Bahagia di Indonesia’ pada pukul 19.00. Data yang saya gunakan berasal dari Indeks Kebahagiaan yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS).

Membaca angka sambil menahan kantuk di kantor bukanlah hal yang menyenangkan bagi saya. Terlebih saya sudah ingin pulang ke rumah, menonton serial House of Cards yang semakin membuat penasaran.

Setelah mengerahkan seluruh kemampuan otak yang seadanya, selesailah artikel sepanjang 3.126 karakter itu.

Tapi, artikel itu belum bisa diterbitkan, karena saya harus menambahkan beberapa foto pemandangan di lima provinsi yang saya sebut dalam artikel.

Semula saya berharap bisa menerbitkan artikel itu tepat pukul 19.30 malam. Nyatanya, hingga satu jam, saya belum bisa menerbitkannya karena satu hal yang sepele: sangat sulit mencari foto mengenai pemandangan alam Pulau Poa di Sulawesi Utara.

Saya meminta bantuan tim riset foto, namun mereka tidak mendapatkan foto resmi milik pemerintah. Kebanyakan merupakan milik warga negara asing yang rasanya kurang pas untuk ditampilkan. Mereka menyarankan untuk menggunakan foto ilustrasi pulau dari Thinkstock, tapi saya menolaknya.

Bolak-balik saya mengunjungi akun Instagram resmi milik Kementerian Pariwisata (@indtravel) untuk mencari foto Pulau Poa, namun nihil. Ada foto Taman Nasional Bunaken, tapi Sulawesi Utara bukan hanya Bunaken, kan?



Saya coba mencoba mengunjungi akun Instagram Dinas Pariwisata Sulawesi Utara (@dispardasulut), tapi lebih banyak foto pejabat bersilaturahmi ketimbang foto pemandangan alam di sana.



Mencari foto wisata Indonesia sesungguhnya seakan mencari jarum di tumpukan jerami.

Hampir saja saya putus asa dan menggunakan foto ilustrasi, sebelum saya mengetik kalimat #pulaupoa dan #sulawesiutara di Instagram. Ternyata ada foto milik netizen Indonesia bernama @tegarcakra_ yang lumayan menggambarkan keindahan alam di sana. Setelah berkirim pesan, ia mengizinkan saya untuk menggunakan fotonya.



Sebenarnya selain @tegarcakra_ saya melihat ada beberapa foto mengenai Pulau Poa dari netizen lain. Tapi, kebanyakan berupa foto selfie lebih cocok jadi foto profil Tinder atau foto promosi online shop.

Drama pencarian foto ini memunculkan rasa sebal pada pekerjaan saya. Tentu saja saya ingin mempromosikan wisata Indonesia melalui artikel.  Tapi apakah terasa menarik jika tulisannya menggambarkan keindahan sementara fotonya hanya berupa ilustrasi?

Drama ini juga sekaligus membuat saya iri dengan promosi wisata yang dilakukan negara lain. Lihat saja akun Instagram milik badan promosi Italia (@italiait), Berlin (@visit_berlin), Selandia Baru (@purenewzealand) atau Meksiko (visitmexico). Dengan hanya melihat foto-foto di sana, saya jadi punya keinginan berkunjung ke sana, padahal sebelumnya tidak.

Sederhananya, negara lain memiliki promosi yang terlihat menarik, sementara Indonesia belum. Setidaknya belum untuk mengangkat tempat-tempat lain di luar primadona seperti Bali, Yogyakarta, Danau Toba, atau Lombok.  

Menteri Pariwisata Arief Yahya tak pernah bosan mengatakan kalau promosi pariwisata harus melalui media digital. Go Digital, istilahnya. Pasalnya, karena harga berpromosi melalui metode tersebut jauh lebih murah dan menjangkau turis lebih luas.

"Jangan menunggu ditinggalkan customers! Jemput perubahan dengan go digital jika ingin winning the future customers," ujar Arief Yahya dalam tulisan yang dimuat oleh CNNIndonesia.com pada November 2016.

"Ingat, more digital, more global. More digital, more personal. More digital, more professional," lanjutnya.

Dari Go Digital, Kementerian Pariwisata berharap untuk mendatangkan 20 juta turis mancanegara hingga 2019.

Dengan segala potensi wisata yang membentang dari Sabang hingga Merauke, saya yakin Indonesia bisa mencapai target "sekecil" itu. Akun Instagram resmi Badan Pariwisata Italia yang hanya diikuti oleh 52,6 ribu pengguna saja bisa mendorong datangnya puluhan juta turis setiap tahun. Sementara, akun Instagram resmi Kementerian Pariwisata diikuti 365 ribu pengguna.

Optimistis? Sudah pasti.

Namun, kalau memang turis harus dibuat jatuh cinta dengan Indonesia setelah menengok foto atau video promosi wisatanya, berarti tinggal dua tahun lagi waktu bagi Kementerian Pariwisata dan Dinas Pariwisata di seluruh daerah untuk membuat akun Instagram resmi mereka jadi jauh lebih menarik serta informatif.

Berita Terkait

Tags:
populerRelated Article