icon-category Travel

WAC 2017: Malam Pertama di Cemoro Kembar

  • 01 May 2017 WIB
Bagikan :

Malam pertama camping WAC 2017 diisi dengan perkenalan dan pembekalan tentang kegiatan di alam terbuka.

Jarum jam menunjukkan angka 20.00 WIB, ketika para peserta WAC 2017 keluar dari tenda mereka menuju tenda kelas yang telah disiapkan panitia.

Hampir keseluruhan perempuan itu mengenakan jaket tebal untuk menahan dinginnya malam di Cemoro Kembar. Sebagian malah ada melengkapi tubuh dengan syal dan topi.

Walau tak terlalu dingin, suasana malam di Puncak Bayangan cukup merepotkan jika tak hadapi dengan pakaian hangat. Raung serangga malam di kejauhan menambah kesyahduan malam itu.

Langit terlihat bersih, bintang nampak bertaburan. Sementara rembulan nampak bersembunyi di balik awan. Bekas hujan sore tadi tak nampak lagi. Yang ada hanyalah malam nan cerah berhiaskan gemintang. Pucuk Gunung Penanggungan di atas sana tertutup selaput putih yang bergerak pelan ke barat daya.

Di dalam tenda kelas, beberapa orang tim EAST telah bersiaga, menyiapkan perlatan audio, proyektor, memasang layar, dan mengetes microphone. Tenda kelas ini berukuran sekitar 5 x 10 meter persegi. Tak ubahnya tenda biasa, namun dalam ukuran ‘raksasa’. Cukup untuk menampung puluhan manusia di dalamnya.

Tak ada apapun di dalam tenda kelas, selain layar proyektor dan peralatan elektronik di pojokan. 'Take Me to The Mountains', begitu tulisan yang nampak di layar, di atas gambar gunung yang terlihat gagah.

Sang pemandu acara, Galih Donikara, tampak sibuk mengawasi rekannya yang tengah mengutak-atik peralatan yang bakal digunakan untuk mengisi materi.

“Jangan lupa bawa matras masing-masing ke dalam tenda kelas. Di dalam tenda kelas tak ada alas,” kata Galih kepada peserta, melalui loudspeaker yang telah berhasil mengeluarkan suara.

Sambil bersenda gurau dengan sesama anggota kelompok, para remaja putri memasuki tenda. Dalam satu kelompok nampak seorang yang membawa matras. Rupanya, mereka juga telah diinformasikan sebelumnya, bahwa di tiap acara dalam tenda kelas, mereka diharuskan membawa matras sebagai alas duduk.

alt-img

Di depan pintu masuk tenda kelas, terlihat Jessica Katharina dan Putri Marino tengah berbincang. Beberapa peserta yang akan masuk tenda menyempatkan diri untuk berswafoto dengan kedua presenter ayu itu. Dengan ramah keduanya melayani permintaan peserta.

Tak lama kemudian, relawan yang tadi sore ditolak Jessica untuk wefie bareng, tiba-tiba muncul. Kali ini ia ‘memaksa’ Jessica agar mau berfoto bersamanya. Rupanya relawan bernama Rohman itu datang bersama kekasihnya. “Sebenarnya yang minta foto bareng kamu itu pacar saya,” akunya pada Jessica.

Kali ini Jessica tak menampik. Bahkan ia mengajak Putri untuk berpotret bersama kekasih Rohman. Dan kekasih Rohman pun diapit oleh dua selebritas. Si relawan sendiri yang mengabadikan momen itu melalui ponsel pintar yang dipegangnya.

Usai memotret sang kekasih bareng Brand Ambassador EIGER, Rohman tiba-tiba maju dan menggantikan posisi sang pacar di tengah-tengah Jessica dan Putri. “Aku juga ingin foto denganmu,” ujarnya malu-malu.

Jessika dan Putri nampaknya merasa kasihan pada si relawan. Akhirnya, pose mereka bertiga diabadikan lewat jepretan ponsel kekasih Rohman. Kepuasan dan kebanggaan nampak menghiasi wajah sang relawan.

Ia berhasil mengajak Jessica ber-wefie ria setelah seharian ditolak dalam perjalanan mendaki puncak. Usai mengucapkan terima kasih kepada kedua gadis cantik itu, Rohman lantas mengajak kekasihnya beranjak dari pintu tenda kelas.

Peserta yang akan masuk tenda menahan tawa dan tersenyum geli melihat aksi Rohman. Namun, mereka terus melangkah memasuki tenda. Mencari tempat kosong, lantas duduk dengan rapi bersama kelompok masing-masing.

Setelah ruangan tenda kelas dipenuhi peserta, Kang Galih—panggilan akrab Galih Donikara—membuka acara. “Malam ini kita akan mengikuti materi tentang pengenalan tentang EAST dan pengenalan tentang kegiatan di alam terbuka.”

Namun, kata Galih, sebelum memulai acara, ia ingin mengetahui tanggapan peserta tentang kegiatan yang telah dilakukan sejak pagi tadi. Mulai dari kegiatan di meeting point (mepo) hingga pendakian ke Puncak Bayangan. “Silakan siapa yang mau bicara duluan,” ia mempersilakan.

alt-img

Titik, peserta dari Tangerang, Banten angkat suara. Perempuan pecinta alam ini mengatakan, Gunung Penanggungan memang tak seberapa tinggi namun sangat menantang.

“Oh, cuma 1600 mdpl. Tapi jujur saja, inilah tantangannya. Naik gunung itu adalah soal mengalahkan ego. Bukan soal tinggi atau tidak,” ucapnya.

Ia mengaku masih melihat egoisme para peserta. Mereka terkesan kurang menunjukkan sikap kebersamaan dan saling tolong-menolong saat pendakian. “Padahal, pendaki yang baik itu adalah orang bisa berdamai dengan ego.”

Sejak menikah delapan tahun silam, Titik memang jarang naik gunung karena sang suami kurang suka dengan aktivitas luar ruang ini. Namun dua tahun silam, ia mulai naik gunung lagi. “Karena saya sangat mencintai alam,” ujarnya.

Peserta dari Semarang, Nur Listiani, mengungkapkan, WAC kali ini benar-benar istimewa baginya. Sebab, ia mendaki gunung bersama adik perempuannya.

“Tahun lalu, saya juga ikut WAC bareng EIGER. Kali ini jadi istimewa karena saya mengajak adik saya. Ini sebagai hadiah ulang tahun untuknya,” kata Nur yang disambut tepuk tangan meriah.

Sebenarnya, sambung Nur, adiknya yang cowok juga ingin ikut acara ini. Namun berhubung hanya khusus buat cewek, ia tak bisa mengajak adiknya itu.

“Orang tua sangat mendukung kami mengikuti acara ini. Kami senang dan bangga bisa bertemu dengan para ‘Kartini” pecinta alam dari berbagai daerah. Dan semoga dengan acara ini, ikatan persaudaraan kami jadi lebih erat,” tutup Nur yang lagi-lagi mendapat aplaus meriah dari peserta.

Usai mendengar ‘curhat’ itu, Kang Galih lantas mengajak seluruh peserta untuk menonton cuplikan film di layar, video tentang aktivitas EAST dan EIGER

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini