icon-category Auto

Plintat-plintut Aturan Berkendara Saat PSBB di Jalan Raya

  • 13 Apr 2020 WIB
Bagikan :

Uzone.id - Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai diberlakukan di beberapa Provinsi di Tanah Air, dimulai dari Jakarta, untuk selanjutnya Jawa Barat dan Tangerang Banten.

Namun ironisnya, setelah pelaksanaan ternyata banyak aturan 'karet longgar' dari PSBB yang dipertanyakan banyak pihak terkait efektifitasnya mencegah penularan virus Corona lebih massif.

Aturan PSBB ini bermuara pada Permenkes No.9 Tahun 2020 tentang pedoman PSBB. Juga ada aturan lain Permenhub No. 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.

Baca juga: Komparasi Fitur dan Harga MG ZS vs Honda HR-V

Setidaknya, ada tiga catatan kami yang ngebuat kebijakan PSBB ini masih longgar dan layak dipertanyakan efektifitasnya memutus mata rantai penyebaran corona.

1. Kapasitas angkut penumpang

Pada aturan PSBB aturan mengangkut penumpang di transportasi umum maksimal 50 persen dari kapasitas. Begitu juga mobil pribadi, dibatasi maksimal setengah dari kapasitas.

Untuk transportasi umum, kepadatan yang masih terjadi barangkali bisa diwajarkan, namun untuk kendaraan pribadi, jelas harus lebih tegas dalam menerapkan jaga jarak fisiknya.

Idealnya, memang di dalam mobil hanya ada satu orang saja, si pengemudi. Namun, masih ada toleransi kalau mau membawa penumpang. Sedan dan mobil-mobil berkapaistas 5 penumpang masih bisa diisi 3 orang, sementara MPV dan mobil-mpbil 7 penumpang diisi 4 penumpang.

Komposisinya pun aneh. Sedan misalnya, 3 penumpang adalah 1 pengemudi dan dua di belakang. Ini jelas tidak mengikuti jaga jarak fisik, karena dipastikan jarak antar manusia di dalam mobil kurang dari satu meter.

Penumpang depan dengan belakang aja gak sampai satu meter jaraknya, apalagi kedua penumpang di belakang, jarak kanan kiri di kabin mobil gak bakal sampai sejauh 1 meter.

Lalu untuk apa dibatasi kalau nanggung? Barangkali penumpang kendaraan pribadi dianggap sebagai satu keluarga alias satu klaster, sehingga relatif aman.

Tapi siapa yang tau semua orang di dalam mobil tersebut berada di satu alamat atau satu atap? Juga untuk apa ada pembatasan kalau praktiknya sama aja bohong, karena antar manusia masih saling berdekatan di dalam mobil.

2. Simpang siur aturan ojek online

Kedua yang bikin miris adalah simpang siurnya aturan untuk ojek online, khususnya apakah bisa membawa penumpang atau hanya barang. Keduanya masih tarik ulur dan terus berubah-ubah setiap harinya.

Barangkali ini terjadi karena ternyata ada dualisme aturan. Pasal 11 C Peraturan Menteri Perhubungan No. 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19 menyebutkan bahwa ojek daring hanya diperkenankan mengangkut barang.

Sementara, Pasal 11 D Permenhub tersebut menyatakan dalam hal tertentu sepeda motor bisa mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan.

Nah, pasal 11 D ini yang dijadikan landasan akhirnya Kemenhub membolehkan ojek online untuk membawa penumpang disaat kampanye besar-besaran jaga jarak fisik.

Jelas kalau ojek online meskipun personal, tetaplah sebuah transportasi umum berbasis aplikasi. Jadi siapa aja bisa memanfaatkan layanannya.

Kemudian, hampir semua orang tau, bagaimana cara jaga jarak fisik ketika sedang berboncengan naik sepeda motor? jawabannya tidak akan bisa, kecuali kedua orang tersebut pakai baju pelindung khusus virus.

Namun demi mempertahankan roda perekonomian, khususnya para ojek online, aturan dilarang mengangkut penumpang pun pada akhirnya jadi boleh mengangkut penumpang.

3. Penindakan aturan PSBB

Sejak diberlakukan Jumat (10/4), aturan PSBB di Jakarta memang mulai di sosialisasikan sampai Minggu kemarin dan mulai hari ini, Senin (13/4) bakal ada penindakan terhadap para pelanggar.

Pada aturannya disebutkan, bagi yang melanggar aturan PSBB bisa dipenjara selama 1 tahun atau denda maksimal Rp 100 juta. Cukup mengerikan dan membuat banyak orang ragu untuk melanggar pastinya.

Namun, penjara dan denda tersebut merupakan opsi paling akhir, karena yang bakal didorong adalah teguran terhadap para pelanggar. Yess, berupa teguran dan kalau melawan, barulah dikenakan sanksi tersebut.

Jadi, untuk melanggar PSBB sebenernya bukanlah hal yang menakutkan, karena hanya bakal ditegur oleh petugas di lapangan. Padahal, sudah seharusnya pemerintah mulai tegas dalam menerapkan aturan PSBB ini.

Nah, kira-kira itulah 3 hal terkait longgarnya penerapan PSBB yang berhasil kami tangkap sejauh ini dan dengan segala kekurangannya, semoga masih bisa terbuka untuk di evaluasi agar lebih efektif kedepannya.

VIDEO Komparasi MG ZS vs Honda HR-V:

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Tags : ojol psbb kemenhub corona gojek grab 

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini