3 Batu Penghalang yang Bikin Startup Game Lokal Susah Berkembang

10 June 2022 - by

Uzone.id - Pangsa pasar game di Indonesia saat ini masih jauh dari angka 1 persen, padahal kalau kita lihat-lihat banyak anak muda yang gemar dengan game dan potensi untuk mengembangkan industri game lokal sangat terbuka lebar.

Banyak anak-anak muda Indonesia yang bahkan kecanduan main game tiap harinya. Sayangnya, kecintaan mereka pada game lokal masih minim Percaya atau tidak, ditengah menjamurnya gamer di Indonesia, pangsa pasar industri game ternyata baru 0,4 persen.

Advertising
Advertising

Ternyata ada beberapa hal yang bikin pasar game lokal di Indonesia susah untuk bertumbuh, walaupun potensi dan peluangnya ada. 

Dalam acara Uzone Talks, Kamis, (09/06/2022), Muhammad Rizal Prihandoko, Indigo Incubation Operations menyebutkan beberapa problem yang dihadapi oleh para developer dan game studio di Indonesia.

“Indigo Game pernah melakukan riset cepat serta berdasarkan report Kominfo dan AGI, kami melihat bahwa game developer atau game studio di Indonesia itu problem utamanya adalah dana, investasinya masih sedikit,” ungkapnya.

Baca juga: Mengenal Indigo Game, Program Inkubasi untuk Startup Game Lokal

Riset ini dilakukan pada tahun 2020 lalu, selain dana, ada 2 hal lain yang menjadi problem para pengembang game lokal adalah sumber daya manusia dan juga infrastruktur.

“Dari laporan tersebut, sekitar 35 persen menyatakan bahwa ada kebutuhan dana. Yang mana pada saat itu, ekosistem game belum sepenuhnya terdukung,” tambahnya.

Walaupun begitu, semangat para pengembang game di Indonesia ada, bahkan tinggi. Hanya saja, batu penghalang tersebut menjadi sesuatu yang harus dikikis bersama-sama.

Padahal jika dimaksimalkan, peluang pasar game di Indonesia sangat besar. Terlebih ketika masyarakat Indonesia berada di posisi ke-16 di dunia sebagai konsumen game paling banyak. Yang sangat disayangkan, game yang dimainkan mostly adalah game-game luar, bukan lokal.

Ilustrasi foto: Fredrick Tendong @frdx (Unsplash)

Maka dari itu, butuh pihak-pihak yang memanfaatkan peluang dan potensi tersebut untuk mengembangkan industri game lokal. 

Melihat peluang konsumen yang besar dan angka pangsa pasar industri game yang masih kecil inilah yang membuat Indigo Games sebagai inkubator startup game lokal membuat program IGSI (Indigo Game Startup Incubation) sampai saat ini.

Menurut Restya Winda Astari sebagai Head of Agate Academy, “sebenarnya kita butuh dana karena game ini kita harus membiayai mereka yang membuat game ini.”

“Dengan adanya investasi yang lebih banyak ke startup games diharapkan mereka (para developer) mulai membuat game dengan lebih serius,” tambahnya.

Baca juga:  Berkembangnya Industri Game Indonesia Lewat Indigo Game Startup Incubation

Di dunia game sendiri, secara general ada 4 tahap value chain di industri ini. Yang pertama adalah Developers atau Developing yang bertugas untuk mengembangkan suatu produk, developer ini adalah kreator game.

Selanjutnya adalah publisher/publishing, mereka adalah yang membantu para developer/game studio untuk mengkomersialisasikan game mereka.

Lalu ada Distributor/Distribution, dimana mereka adalah pembuat platform untuk mendistribusikan game baik secara fisik maupun digital. 

Di tahap terakhir, produk-produk ini akan dikonsumsi atau digunakan oleh consumer yang sering disebut sebagai gamers, dari situ lahirlah komunitas yang kemudian menghadirkan turnamen, komunitas dan lainnya.

Dalam tahapan Value Chain ini, Agate Academy yang tergabung dalam Indigo Games berfokus dalam tahap Developers, dimana mereka bertugas untuk melatih orang-orang mengenai programming game, membuat karakter dan lingkungan game.