Candu Gadget dan Medsos di Indonesia Mengkhawatirkan

Ilustrasi (Foto:  Sven Mieke on Unsplash)

Uzone.id - Gadget dan media sosial (medsos) saat ini sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia. Penggunaannya sudah sangat umum untuk semua segmen masyarakat.

Advertising
Advertising

Baik laki-laki atau perempuan, tua atau muda, pendidikan tinggi atau rendah, ekonomi atas atau bawah, masyarakat perkotaaan atau pedesaan, semua sudah familiar dalam penggunaan gadget dan medsos.

Gadget dan medsos yang merupakan bagian perkembangan telematika sangat berpengaruh pada perubahan perilaku individu, perusahaan, masyarakat, dan negara saat ini.

Bahkan di Amerika Serikat, perubahan masyarakat akibat bidang telematika sangat terlihat ketika internet berkembang sangat pesat pada era tahun 90an.

Perilaku individu, persaingan bisnis, dan regulasi pemerintah sangat dipengaruhi oleh perkembangan internet, yang telah mengubah gaya hidup masyarakat di Negeri Paman Sam pada era tersebut.

Namun dibalik manfaat yang dirasakan untuk menunjang kebutuhan kita sehari-hari, terdapat dampak buruk apabila penggunaannya telah menjadi berlebihan dan menjadi sumber ketergantungan atau yang disebut adiksi.

Pada era tersebut muncul fenomena adiksi internet yang pertama kali disampaikan oleh Kimberly S. Young, seorang doktor psikologi klinis Amerika.

Adiksi atau kecanduan didefinisikan sebagai keharusan kebiasaan untuk terlibat dalam aktivitas tertentu atau memanfaatkan suatu zat, terlepas dari konsekuensi yang menghancurkan pada kesejahteraan fisik, sosial, spiritual, mental, dan finansial individu.

Foto: Ist

Di Indonesia, pemanfaatan internet hanya digunakan untuk masyarakat pada segmen tertentu saja, tidak menyeluruh. Perubahan perilaku masyarakat Indonesia secara drastis terjadi ketika teknologi smartphone berkembang pesat dan mudah dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia setelah tahun 2010an.

Smartphone, salah satunya, kemudian menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia saat ini. Orang-orang yang tidak mampu mengakses gadget maka akan terisolir dan mengalami kendala berkomunikasi dengan komunitasnya, karena penggunaannya sudah seperti keharusan di masyarakat Indonesia saat ini.

Sebagian besar dari mereka menggunakan gadget untuk berkomunikasi, mengakses berita, hiburan, dan keperluan lainnya.

Fenomena tersebut menyebabkan gadget menjadi sulit dipisahkan dari kegiatan sehari-hari.

Menurut survei kepada 1.400 responden yang dilakukan oleh mahasiswa program Doktor Teknik Elektro dan Informatika ITB yang dilakukan pada bulan November 2019.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, terindikasi 55.07% orang teradiksi gadget dan 46.14% medsos. Dari jumlah tersebut, terdapat 0.36% responden yang teradiksi gadget dan medsos kategori severe/parah.

Jika dilihat jumlah penduduk Indonesia sebesar 264 juta jiwa (data Bank Dunia tahun 2018) dengan jumlah pengguna gadget sebesar 42% dari total populasi (data PEW Research Center), dan dengan 95% confidence interval, maka bisa disimpulkan ada sekitar 400.500 penduduk Indonesia yang mengalami adiksi gadget dan medsos tingkat severe/parah.

Foto: Unsplash/ Sven Mieke on Unsplash

Mayoritas pengidap adiksi gadget dan medsos tersebut adalah generasi milenial (kelahiran 1981-1996) dan generasi post milenial atau generasi Z (kelahiran 1997-2012). Fenomena ini dialami banyak negara. Penelitian tentang adiksi gadget dan medsos tersebut saat ini sudah banyak dilakukan di luar negeri.

Bahkan, Jaron Lanier, seorang ilmuwan komputer AS yang pernah bekerja di Microsoft, pada tahun 2018 menulis sebuah buku yang berisi 10 argumen untuk segera meninggalkan medsos.

Dengan fakta ini, pemerintah Indonesia seharusnya sudah mulai langkah untuk penanggulangan dan pencegahannya.Keberadaan klinik untuk penyembuhan terhadap adiksi gadget dan medsos sudah merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi.

Dan pemerintah juga harus melakukan langkah pencegahan dengan melakukan edukasi bagi pelajar khususnya akan bahaya adiksi gadget dan medsos.

*) Octa Heriana, Dziban Naufal, Shalahuddin, dan Zulfi adalah mahasiswa program doktor Teknik Elektro & Informatika ITB. Sementara Dimitri Mahayana adalah dosen  program doktor Teknik Elektro & Informatika ITB.

Tulisan ini merupakan hasil survei yang dilakukan oleh kelompok yang melakukan survei mengenai adiksi gadget dan media sosial di Indonesia. Tulisan ini merupakan hasil dari penelitian tersebut.