Chief RA Udah Cegah Hoax di WhatsApp, Kalau Facebook Gimana?

22 January 2019 - by

Uzone.id -- Masyarakat Indonesia sudah akrab dengan media sosial. Mirisnya, selain untuk menjalin komunikasi dengan keluarga dan kerabat, media sosial juga dijadikan sarana penyebaran berita palsu alias hoax. Dua medsos yang sering ‘disalahkan’ sebagai sarang hoax adalah WhatsApp dan Facebook.

Coba aja kalian perhatikan. Berbagai grup di WhatsApp pasti ada aja yang menyebarkan pesan berantai atau broadcast message yang panjangnya bisa jadi cerpen sendiri, belum lagi pakai emoji-emoji, dan kata-kata dengan huruf kapital. Bikin mata sakit lihatnya.

Kalau di Facebook, pasti kalian juga hafal. Biasanya ditambahin foto-foto yang sumbernya nggak jelas dari mana asalnya dan kalimatnya juga panjang banget, blogger kalah, deh.

via GIPHY

Kalau kalian belum tahu, pada April 2018 Selamatta Sembiring selaku Direktur Layanan Informasi Internasional, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Ditjen IKP) sempat membeberkan mengenai penggunaan medsos di Indonesia.

Ada sekitar 120 juta pengguna aktif media sosial di Indonesia, sementara pengguna internet mencapai angka 132,7 juta user dari total penduduk 256,4 juta orang. Paling banyak memang mengakses YouTube, dengan persentase pengguna 43 persen. Kemudian disusul oleh Facebook sebanyak 41 persen dan WhatsApp 40 persen. Sisanya, ada Instagram (38 persen), Line (33 persen), BBM (28 persen), Twitter (27 persen).

Dari data tersebut, minimal kita bisa tahu --di luar YouTube-- kalau WhatsApp dan Facebook jadi media sosial yang paling sering diakses oleh netizen Indonesia.

Khusus WhatsApp, kabar bahagianya Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara telah bekerja sama dengan Vice President Public Policy dan Communications WhatsApp, Victoria Grand. Keduanya bertemu di kantor Kominfo, Jakarta Pusat.

Baca juga: Turn Back Hoax! Kominfo dan WhatsApp Kerja Bareng Hasilkan Fitur ini

Dari hasil pembahasan tersebut, akhirnya keluar kesepakatan untuk memperbarui fitur “Forward” yang membatasi jumlah pesan yang diteruskan ke kontak lain, yakni maksimal berjumlah 5 pesan saja. Fitur ini efektif per 22 Januari 2019.

Dari sini, setidaknya kita bisa melihat sisi terangnya, yaitu penyebaran hoax akan semakin diminimalisir dan tak banyak dibaca orang, apalagi sampai turut disebarkan ke kontak-kontak lain.

Kalau berdasarkan penuturan Chief RA, begitu sapaan akrab Pak Rudiantara, hoax itu nggak bisa 100 persen dibasmi, tapi kita bisa mengupayakan untuk menguranginya semaksimal mungkin.

(Vice President Public Policy dan Communications WhatsApp, Victoria Grand bersama Menkominfo Rudiantara/Foto: dok. Kominfo)

Baiklah. Setidaknya, WhatsApp sudah ada progress. Lalu bagaimana dengan Facebook?

Belum ada tanggapan resmi nih, dari pihak Kominfo sampai tulisan ini dipublikasikan. Meski begitu, minimal kita sebagai netizen harus bisa sebijak mungkin dalam menggunakan medsos. Karena sejatinya, medsos dipakai ‘kan bukan cuma untuk kepoin mantan atau scrolling foto-foto jadul untuk ikutan #10yearchallenge aja, tapi juga harus peka terhadap penyebaran informasi.

Jadi gini, gaes. Ada saja orang yang masa bodo dengan kabar palsu yang beredar di linimasa media sosial. Pola pikirnya sesederhana, “ya sudahlah gue kan nggak kemakan hoax itu, jadi udah pasti gue nggak akan share.”

Sebenarnya nggak dosa sih punya pikiran seperti itu. Tapi alangkah lebih bijak lagi kalau kita sebagai netizen mulai melakukan aksi nyata, sekecil apapun itu.

Baca juga: Sering Sebar Hoax, Bikin Susah Dapat Pekerjaan, Lho

Kalau kamu masih pakai Facebook dan sering puyeng tujuh keliling melihat kabar-kabar nggak jelas yang isinya provokatif atau bahkan mengandung kebencian, ada baiknya kamu manfaatkan fitur yang sudah ada sejak dulu, yakni Report atau Feedback.

Nggak sulit untuk melakukan itu. Tinggal klik opsi Feedback untuk melakukan report postingan tertentu, kemudian kategorikan konten tersebut sebagai false news, hate speech, harassment, violence, atau lainnya.

(Screenshot tampilan Feedback untuk melakukan report konten hoax di Facebook/Uzone.id)

Setelah memilih kategori, kamu bisa langsung kirim laporan tersebut ke Facebook. Kalau merasa konten tersebut sudah keterlaluan hoax-nya atau mengganggu kemaslahatan bersama, beri link konten tersebut ke teman-teman (waras) dan keluarga (waras) kalian untuk sama-sama melakukan Report. Semakin banyak, semakin cepat Facebook menghapus konten tersebut dari dunia maya.

Cara kerja Report itu secara umum juga berlaku untuk Twitter dan Instagram, gaes. Kalau sudah mumet banget, mungkin kalian bisa meniatkan diri masing-masing untuk mengadukan konten tersebut ke pihak Kominfo melalui e-mail aduankonten.@mail.kominfo.go.id.

Lagi, memerangi kabar palsu memang tidak mudah. Tapi selama kita semua kompak, pasti semakin sedikit hoax tersebut sampai ke tangan orang lain. Semangat, ya.