Industri Musik Berkembang Gila-gilaan di Masa Pandemi Covid-19

09 October 2020 - by

God Bless saat menggelar konser virtual melalui platform iKonser (Foto: Tomi Tresnady / Uzone.id)

Uzone.id - Selama pandemi virus corona baru (Covid-19), industri musik justru berada di posisi pertama yang bisa beradaptasi, sedangkan kesenian lain semacam teater susah untuk beradaptasi karena melibatkan banyak orang.

Musisi masih bisa membuat karya di rumah dan masih bisa manggung dengan syarat pakai masker dan jaga jarak selama pandemi. Sayangnya, industri film tidak seberuntung industri musik ketika pandemi menghantam dunia. Film sulit beradaptasi karena melibatkan banyak orang. Apalagi, bioskop-bioskop sampai sekarang mayoritas belum dibuka kembali sehingga berdampak hilangnya ribuan pekerjaan di industri film

Advertising
Advertising

Hal itu diungkapkan oleh pengamat musik Bens Leo saat berbincang santai dengan Uzone.id melalui sambungan telepon, pada Jumat (9/10/2020).

“Nah, musik yang paling menarik data yang ada AMI Awards yang setiap tahun digelar, tahun lalu entry-nya atau yang ikut AMI jumlah lagu kalau gak salah 1978 (lagu), tahun ini hampir 3 ribu (lagu) atau sekitar 2 ribuan sekian,” tutur Bens Leo.

Menurut Bens Leo, industri musik menunjukkan adanya penambahan seribuan lagu yang lahir di pandemi Covid-19.

Pandemi melanda Indonesia mulai Maret 2020, meskipun kondisinya terpuruk, namun para musisi masih bisa mengerjakan di rumah.

“Karena musik-musik itu bisa digarap lewat data. Jadi pencipta lagu menggarap lagunya sendiri di rumah lewat komputer, datanya dikirim ke musisi yang lain, jadilah lagu, penyanyi juga begitu,” kata Bens Leo.

Dia kemudian mencontohkan rekannya, Diddi AGP, dikenal sebagai musisi EDM (electronic dance music) sekarang sudah tinggal di Klaten, Jawa Tengah. Pindah dari Jakarta sejak tujuh bulan lalau.

“Di masa pandemi dia garap musiknya dari Klaten, datanya dikirim ke penyanyi di Jakarta, maka jadilah jingle iklan, kemudian dia berkomunikasi dengan rekan-rekan musisi lain lewat laptop, jadilah lagu,” tutur Bens Leo.

Dia bilang, kreativitas justru terbentuk saat pandemi virus. Banyak sekali musisi tidak terlalu perhatian terhadap digital, komputer atau peralatan-peralatan digital yang berkembang saat ini, namun akhirnya mereka belajar.

Diketahui, platform digital yang bisa dimanfaatkan oleh musisi Indonesia di antaranya Langit Musik, iKonser, Spotify, Joox, Apple Music, Youtube.com, SoundCloud.com, JOOX.com, Netrilis.com, GTunes.co.id, Indiesound.com, Bandcamp, Indomusikgram, TikTok, dan RBT/NSP.

Produser Label

Rahayu Kertawiguna, produser label Nagaswara, mengakui kalau kondisi industri musik di masa pandemi secara umum ikut menurun. Meskipun industri musik terpuruk, Rahayu tetap mengusahakan agar Nagaswara tidak mati langkah di masa pandemi.

“Kami secara konsisten tetap produksi sesuai pangsa pasar kami,” tutur Rahayu saat berbincang dengan Uzone.id.

Terbatasnya ruang musisi tampil live di panggung karena alasan bisa mengundang banyak kerumunan, Rahayu kini melakukan promosi artis-artisnya melalui virtual.

Selain itu, Rahayu juga mengandalkan radio phoner dan sosial media populer yang masih berjalan sampai saat ini.

Rahayu mengatakan, jika platform konser digital bakalan jadi sesuatu yang menjanjian dan jadi harapan bagi para pelaku industri musik di masa mendatang.

Namun, Rahayu tak memungkiri jika industri musik di masa pandemi ini belum menguntungkan. Manurutnya, sekarang tetap menjalankan bisnis sambil membenahi tata kelola industri musiknya itu sendiri.

Musisi band

Kondisi industri musik di masa pandemi juga dijelaskan oleh Indra Prasta, penulis lagu, gitaris, dan vokalis band The Rain.

Indra merasakan sendiri bagaimana industri musik harus beradaptasi dan memang tidak bisa dihindarkan. Pilihannya, kata Indra, beradaptasi atau diam menunggu keadaan berubah.

“Panggung virtual cukup menyelamatkan. Banyak juga teman-teman musisi yang memilih untuk tetap merilis karya baru meskipun dengan kondisi serba terbatas,” kata Indra saat berbincang dengan Uzone.id.

Indra bersama The Rain tetap merilis lagu baru yang penggarapanya dilakukan dari rumah masing-masing. The Rain juga beberapa kali menggelar konser virtual.

Lalu di media sosial, The Rain menampilkan kembali lagu-lagu lama untuk menemani pendengar bernostalgia, sekaligus mengenalkan pendengar baru The Rain pada karya-karya lawas The Rain.

“Ya, platform digital sangat terasa manfaatnya dalam memperkenalkan karya kami dari album pertama hingga terbaru,” kata ayah dua anak ini.

Sekitar 7-8 tahun The Rain benar-benar bisa memetik hasil dari penjualan melalui platform digital. Dan, semakin terasa manfaatnya di masa pandemi ini.

Indra yakin setelah pandemi berakhir, konsep konser virtual tetap akan berjalan dan malah semakin berkembang.

Nantikan diskusi asik para insan musik di Uzone Talks dengan topik 'Industri Musik Go Digital' pada 15 Oktober 2020 pukul 16:00 WIB.