KARD, Grup Idol K-Pop yang Tak Lazim

12 December 2018 - by

Penghujung tahun 2018 agaknya menjadi pesta akbar bagi para pecinta K-Pop di Indonesia. Setelah beberapa grup idol Korea sempat tampil, kini giliran KARD kembali menapaki panggung Indonesia untuk keempat kalinya. Jika Shopee punya BLACKPINK dalam perayaan ulang tahunnya pada 19 November, Lazada pada Rabu 12 Desember membawa grup bentukan DSP Media tersebut ke Jakarta. 

Advertising
Advertising

KARD adalah grup yang tak jamak. Ketika umumnya grup idola di Korea terbentuk berdasarkan gender, mereka justru melebur dalam keragaman. Grup campur gender ini lazim disebut grup co-ed. Sebelum menjadi kuartet, para personelnya harus melewati masa uji coba yang panjang. Somin, misalnya, pernah berganti-ganti grup mulai dari Puretty, Kara hingga April sampai kemudian menemukan kecocokan dengan tiga rekannya di KARD. Jiwoo juga sudah merasakan menjadi didikan dari dua agensi berbeda.

Dua personel laki-lakinya, BM dan J.seph, menghabiskan masa latihan selama lima tahun dan pernah mau diorbitkan sebagai duo rapper. Namun, kemudian DSP Media mengorbitkan mereka pada 19 Juli 2017 lalu. Namun, sebelum debut resmi, KARD sudah menunjukkan taring mereka dengan mengeluarkan tiga single.

Baca juga: Jennie Blackpink & Ancaman Keutuhan Grup Idol Korea

Dengan lagu "Oh Nana", "Don't Recall", dan "Rumor" mereka berhasil mencapai puncak top 5 Billboard World Digital Song Sales. Billboard juga menyebut kuartet ini sudah mampu melakukan tur konser ke seluruh Amerika Utara dan Selatan, sebelum debut dan merilis album resmi. Hal yang belum pernah terjadi bagi grup idol lain, apalagi grup co-ed.

“Mereka menerima tanggapan hangat berkat gaya reggaeton dan moombahton yang selaras dengan pendengar musik Internasional,” demikian ditulis Billboard

Reggaeton merupakan gaya musik campuran jamaika reggae dari Puerto Rico yang dipengaruhi musik hip-hop dari Amerika Latin. Sementara itu, moombahton termasuk EDM yang terdiri dari fusi musik house dan reggaton. Ketiga lagu pradebut KARD diluncurkan tanpa promosi besar-besaran. Namun, Soompi menyebut lagu "Oh Nana" bisa langsung mengambil posisi nomor dua di iTunes K-Pop Chart AS dan video musiknya di Youtube mencapai 6,3 juta penayangan dalam sebulan.

Sementara itu, video musik "Don't Recall" mencapai 1 juta Penayangan dalam waktu kurang dari sehari. Setelah debut resmi dengan lagu "Hola-hola", KARD langsung menyabet penghargaan Asia Artist Award dalam kategori Rookie Award pada 2017 dan kategori Hottest Rookie di CJ E&M America Awards 2017. Tahun berikutnya, mereka kembali membawa piala Asia Artist Award kategori New Wave Award (Music).

Baca juga: Sambut Harbolnas 12.12, Infinix Siapkan Penawaran Menarik di Lazada

 

Co-ed yang Berhasil Sukses

Di industri musik Korea, jamak manajemen enggan mengorbitkan grup idol co-ed karena berpotensi anjlok di pasaran. SBS menyebut, pada 2015, salah satu agensi terbesar di Korea, SM Entertainment bermitra dengan label indie BALJUNSO meluncurkan grup idola co-ed bernama Play the Siren. Mereka sempat mengeluarkan satu single berjudul "Dream Drive". Namun, setelah itu, grup yang terdiri dari dua anggota perempuan dan tiga laki-laki ini menghilang dari industri musik Korea.

Lalu ada dua grup co-ed bernama Sunny Hill dan Co-Ed yang sama-sama bubar dan membentuk grup homogen. Anggota pria satu-satunya di Sunny Hill memilih keluar dan bersolo karir sementara Co-Ed terpecah menjadi dua grup yang terdiri dari girl grup 5Dolls dan boy grup SPEED. SBS mengatakan bahwa ancaman grup co-ed paling besar terletak pada penggemar.

Mereka akan sulit dipromosikan karena biasanya boy group ditargetkan untuk penggemar perempuan, sementara girl group punya target sebaliknya, atau malah lebih bervariasi. Ada kelompok penggemar yang anti apabila idolanya dekat dengan lawan jenis, sehingga kelompok ini akan sulit ditarik oleh grup idol co-ed.

“Tak bisa ditampik bahwa ada elemen cinta di belakang fandom,” kata K-pop DJ, Jamie Ilagan kepada SBS PopAsia. Singkatnya, grup idola homogen punya daya tarik penggemar lebih baik.

Baca juga: Legenda di Balik Penciptaan K-Pop

Alasan selanjutnya adalah faktor perusahaan. Mereka enggan mengelola grup co-ed karena harus memberikan asrama terpisah, kostum, citra, dan ragam kebutuhan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki.

Pada grup yang homogen, lazimnya mereka akan diberi citra serupa, misalnya saja boy group BIGBANG dengan citra bad guy, lalu BLACKPINK yang punya citra cantik dan energik, atau Sistar dengan citra sensualnya. Pada grup co-ed, pelabelan citra semacam ini sulit dilakukan.

“Sebagian besar konsep lebih cocok dengan kelompok satu gender,” pungkas Jamie.

Pada masa awal kariernya, personel KARD, J.seph, juga pernah mengkhawatirkan rintangan-rintangan tersebut. Ia menganggap grup yang terdiri dari perempuan dan laki-laki merupakan ide buruk dan negatif. Namun, setelah menjalani latihan bersama KARD, ia merasa grup tersebut akan sukses karena memiliki formula berbeda dengan grup co-ed lain.

Tiap personel KARD memiliki vokal kuat, mereka juga membawakan jenis musik yang berbeda dari kebanyakan idol grup. Lembutnya suara Somin ditambah warna serak dan tinggi dari vokal Jiwoo berpadu dengan rap berkelas yang dibawakan BM dan J.Seph. Selain unggul dari segi vokal, personel KARD juga memiliki paduan koreografi feminin sekaligus energik. Terakhir, mereka matang dalam pengemasan lagu, mulai dari melodi, lirik, hingga konsep video digarap oleh personel KARD sendiri.

“Kami menarik penggemar dengan cara yang hanya bisa dilakukan oleh grup co-ed,” ungkap J.seph.

Jika KARD menjaga ritme karyanya seperti ini, bukan tak mungkin ia akan menjadi pioner grup idol co-ed yang sukses di pangsa musik K-Pop lokal hingga Internasional.

Baca juga artikel terkait KARD atau tulisan menarik lainnya Aditya Widya Putri