Kebijakan Baru WhatsApp Sebagai Upaya Mengeruk Uang

13 January 2021 - by

Ilustrasi. (Foto: Pixabay)

Uzone.id - Baru-baru ini, WhatsApp telah membarui kebijakan privasi pengguna. Salah satu pembaruan tersebut, yaitu WhatsApp menyatakan berhak membagikan data pribadi pengguna ke perusahaan dan produk Facebook, atau pihak ketiga yang diizinkan Facebook. Jika tidak setuju, pengguna tidak bisa lagi memakai WhatsApp.

Dari kacamata pakar, kebijakan baru ini sebenarnya adalah upaya monetisasi. Menurut ahli keamanan siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, WhatsApp memang sudah harus melakukan monetisasi. Sudah sejak lama, WhatApp berniat menampilkan iklan dalam platform mereka sebagai upaya meraih laba. Namun, hal itu batal.

Advertising
Advertising

“Mau bayar tahunan juga sempat waktu itu mau dicoba, tapi tidak jadi. Takutnya, user-nya tidak bertambah, sehingga mereka bingung juga mencari cara,” ujar Alfons dalam wawancara khusus via telepon dengan Uzone.id, Selasa (13/1).

Namun, nyatanya, pengguna platform perpesanan sudah bertumbuh mencapai dua miliar di seluruh dunia sampai hari ini. Bisa dibayangkan biaya yang harus dikeluarkan Facebook, perusahaan yang memayungi WhatsApp, untuk menyediakan layanan perpesanan yang harus aktif 24 jam.

Baca juga: Bertemu Perwakilan WhatsApp dan Facebook, Kominfo Tekankan Hal Ini

“Harus selalu stand by, bandwidth harus sedia, server harus sedia, itu dari saat dibeli oleh Facebook sampai hari ini, itu bakar uang terus. Biayanya sangat besar dan logikanya, mana bisa setiap hari bakar uang sampai habis,” tutur Alfons.

Karena itu, ia menilai bahwa WhatsApp memang sudah harus monetisasi. lantaran rencana-rencana sebelumnya dibatalkan, WhatsApp akhirnya memilih membagi data pengguna ke perusahaan dan produk Facebook, atau pihak ketiga yang diizinkan Facebook.

Dalam wawancara khusus dengan Uzone.id di kesempatan berbeda, Chairman Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC (Communication and Information System Security Research Center), Pratama Persadha juga menyinggung hal senada.

Ia menjelaskan bahwa dalam sebuah kesempatan wawancara anggota kongres Amerika Serikat (AS) kepada CEO Facebook, Mark Zuckerberg, ada pertanyaan soal dari mana Facebook mendapatkan pemasukan, jika para pengguna tidak dikenakan biaya.

Pratama menyambung, “Pertanyaan mendasar ini sekarang perlahan bisa dijelaskan jawabannya ke publik yang awam.”

Baca juga: Kominfo: Masyarakat Perlu Waspada Memilih Media Sosial

Menurutnya, raksasa teknologi yang sebagian besar berasal dari AS mempunyai model bisnis data, software, dan hardware. Microsoft termasuk yang mengelola ketiga bisnis tersebut melalui Windows dan Office yang sudah menguasai dunia.

“Perusahaan besutan Bill Gates itu juga sudah menjual tablet dan laptop tipis. Namun satu hal yang tidak bisa Microsoft kejar dari FB dan Google adalah bisnis data,” ungkap Pratama.

Lebih lanjut, ia menilai, Facebook sebagai pendatang baru, yang belum genap berusia dua dasawarsa teleh menjadi pemain penting dalam bisnis data, selain Google.

“Parahnya lagi, Facebook menguasai media sosial dengan Facebook, Instagram, dan Whatsapp. Facebook kini mengintegrasikan tiga platform tersebut dengan mengais data para pemakainya untuk selanjutnya dijual ke para pengiklan maupun pihak lain yang menginginkan data tersebut.”

VIDEO: Editor Weekly Eps.2: Preview Oppo Reno 5 & Peluncuran Tesla Termurah di Indonesia