Startup Ini Hendak Memproduksi Sepeda Motor Listrik untuk Pasar Asia Tenggara

10 June 2019 - by

Polusi melanda daerah perkotaan, di mana keberadaan pabrik dan kendaraan memperburuk kualitas udara hingga tingkat yang mengerikan. Lebih dari delapan puluh persen penghuni kota terkena dampak dari buruknya kualitas udara yang telah melebihi ambang batas sehat dari World Health Organization.

Berdasarkan alasan ini, perusahaan ramah lingkungan seperti Tesla, dengan misi “mempercepat transisi dunia menuju energi berkelanjutan,” mengalami lonjakan nilai valuasi. Hal ini juga jadi alasan mengapa tim di EuroSports Technologies percaya bahwa produk buatan mereka, yang dijuluki “sepeda motornya Tesla”, akan menjadi hal besar di Asia Tenggara dan sekitarnya.

Advertising
Advertising

Sebagai anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh EuroSports Global dan distributor Lamborghini di Singapura, startup tahap awal ini sedang mengembangkan sebuah sepeda motor yang sepenuhnya menggunakan energi listrik dengan kode nama EST-x.

“Kami membayangkan dunia tanpa kemacetan lalu lintas dan polusi,” kata Joel Chang, Chief Operating Officer di EuroSports Technologies. Menurutnya, pasar bagi sepeda motor di Asia Tenggara sangatlah besar, dengan sekitar 15 juta unit terjual setiap tahunnya.

Secara fisik ramah lingkungan

Mengapa sepeda motor dan bukan mobil? “Datang dari industri otomotif, kami mulai berpikir, ‘Apa bentuk transportasi umum yang paling berkelanjutan?'” ujar Chang. Hal pertama yang muncul di pikiran, tentu saja, mobil listrik.

“Tapi produk ini tidak efisien karena ukurannya, yang berkontribusi pada kemacetan lalu lintas,” jelasnya. Selain itu, penggunaan mobil kerap tidak maksimal dan sulit memenuhi kuota tertinggi. Memproduksi dan merakit mobil juga menghasilkan polusi karbon.

Mereka kemudian mempertimbangkan sepeda. “Namun, meski sangat efisien, sepeda tidak dapat membawa tambahan penumpang atau bagasi tambahan jika diperlukan,” kata Chang.

Karena itu, sepeda motor listrik tampaknya menjadi pilihan logis. Jika kamu mengunjungi negara apa pun di Asia Tenggara, kemungkinan kamu akan menemukan gerombolan sepeda motor di jalan. Beberapa mengangkut lebih banyak penumpang dari yang seharusnya.

Kebanyakan orang di Asia Tenggara “tidak mampu membeli mobil, dan mereka tidak punya sistem transportasi umum yang baik dan efisien seperti Singapura,” kata Chang.

“Mereka benar-benar membawa keluarga dan seluruh hidup mereka di belakang sepeda motor!”

Sepeda motor listrik bisa secara dramatis mengurangi emisi karbon di Asoa Tenggara. Chang melanjutkan, 90 persen sepeda motor yang digunakan di Asia Tenggara adalah “kotor” karena mereka menggunakan standar emisi Euro 2 atau 3. Standar-standar ini diperkenalkan pada awal 1990-an untuk mengendalikan jumlah emisi karbon monoksida (CO) yang dihasilkan oleh kendaraan.

“Faktanya, sepeda motor Euro 2 lebih kotor daripada truk paling kotor di Singapura,” klaim Chang. “Hanya kendaraan yang memenuhi standar emisi 6 mendapat izin beroperasi di Singapura.”

Selain itu, Chang yakin kalau proses transisi dari mobil dengan bahan bakar bensin ke tenaga listrik “membutuhkan waktu lebih lama, dan datang belakangan.” Ia percaya gelombang pertama transisi ke kendaraan listrik di Asia Tenggara akan digerakkan oleh sepeda motor.

Lebih baik menjadi Daud daripada Goliat

Pemerintah telah mengambil langkah untuk meningkatkan standar emisi, tapi Chang percaya ada lebih banyak hal yang bisa dilakukan. Mengapa pabrik otomotif tradisional tidak memanfaatkan sumber daya mereka yang melimpah untuk membalikkan kondisi ini dalam sekejap?

“Mereka memiliki rantai pasokan yang dibangun berdasarkan kebutuhan saat ini, sehingga mereka tidak bisa beralih haluan dalam waktu semalam, itulah sebabnya mereka tetap menggunakan bensin.

“Dengan kata lain mereka punya masalah warisan yang belum terselesaikan hingga sekarang,” jelas Chang. “Karena itu, terdapat kesempatan bagi perusahaan inovatif untuk masuk dan memelopori upaya-upaya ini.”

Meski memiliki perusahaan induk yang melaporkan pendapatan senilai US$45,7 juta (sekitar Rp650 miliar) pada pertengahan 2018, sebagai pendukung yang mapan, Chang masih menganggap EuroSports Technologies sebagai “startup yang berada dalam perusahaan yang sudah terdaftar dan mapan.”

Setelah membangun citra sebagai merek mobil mewah di Asia Tenggara sejak 1998, ia percaya hal ini akan memberi mereka keuntungan tambahan. “Kami punya jaringan kuat dengan pemerintah, mitra, pengusaha, dan konsumen. Bahkan pada awalnya, Lamborghini belum tercipta,” katanya.

Isu lainnya yang belum dapat diselesaikan oleh pemerintah yaitu terkait kurangnya infrastruktur pengisian daya untuk kendaraan listrik. Namun Chang menjelaskan bahwa sepeda motor mereka tidak membutuhkan hal itu.

“Konsumen nantinya bisa mengisi daya sepeda motor menggunakan outlet listrik standar,” katanya.

“Namun, kami berencana melengkapi pengisian daya untuk para pengendara kami dengan menyediakan infrastruktur pengisian daya cepat di beberapa kota utama, tempat produk akan diluncurkan. Kami yakin di kawasan Asia Tenggara, kendaraan listrik roda dua akan dapat beroperasi tanpa memerlukan jaringan fasilitas yang sudah mapan untuk pengisian daya.”

Bagaimanapun, Chang mengklaim bahwa sepeda motor dirancang agar penduduk kota hanya perlu melakukan isi ulang daya sekali atau dua kali per minggu. “Dengan muatan daya penuh didapat hanya dalam hitungan jam.”

Sepeda motor listrik dengan harga terjangkau

Chang bercerita kepada Tech in Asia bahwa prototipe EST-x dikembangkan dari awal dan akan diproduksi di Singapura. Meski semua terdengar (dan tampak) bagus, pertanyaan besarnya adalah: apakah rata-rata konsumen mampu membelinya?

Menurut Chang, kendaraan mereka “didesain lebih murah daripada kendaraan bertenaga bensin.” Dengan kata lain, konsumen dapat menghemat biaya perawatan dan bahan bakar dalam jangka panjang.

Namun ia menolak berbagi berapa biaya untuk memproduksi satu unit EST-x dan harganya di pasar. Chang mengatakan ia yakin mereka bisa menawarkan “harga terjangkau bagi penduduk kelas menengah.”

Ia merujuk terutama ke kelas menengah di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Vietnam. “Kami menargetkan segmen ‘premium massal’ di Asia Tenggara, yang kami klasifikasikan punya pendapatan rumah tangga tahunan sebesar US$6,000 (sekitar Rp85 juta) dan di atasnya,” Chang menjelaskan. “Dalam dirinya sendiri, ini sudah merupakan pasar potensial yang sangat besar bagi kami.”

Ia yakin bahwa penawaran mereka bahkan bisa lebih murah daripada sepeda motor bertenaga bensin dalam waktu lima tahun ini.

Hal ini masuk akal jika standar emisi dinaikkan, yang akan berdampak pada peningkatan harga kendaraan biasa. Misalnya di India, akan bergabung dengan Singapura dengan menaikkan batas emisi pada level Euro 6 pada pertengahan 2020.

EuroSports Technologies juga mempersiapkan meluncurkan layanan berlangganan tak lama lagi, yang bisa mengurangi “beban biaya kepemilikan individual.”

Ia mencoba “untuk menciptakan pengalaman mobilitas yang berbeda bagi konsumen. Karena sifatnya listrik, kamu juga bisa mempunyai kendaraan yang “saling terhubung”. “Software miliknya dapat diintegrasikan dengan aplikasi kendaraan, perusahaan asuransi, dan sebagainya,” kata Chang.

Perlu kesiapan dana

Tujuan besar biasanya membutuhkan dana dalam jumlah besar secara proporsional untuk dicapai. Misalnya, Tesla telah mengumpulkan lebih dari US$14,5 miliar (sekitar Rp206 triliun) sejak awal 2000-an.

Tapi bekal dana EuroSports Technologies saat ini US$1,5 juta (sekitar Rp21,3 miliar)yang akan bertambah US$2,2 juta (sekitar Rp31,3 miliar)tidak akan cukup mencapai produksi massal, Chang mengakui. Meski demikian, ia berpendapat dana tersebut cukup untuk meluncurkan prototipe awal mereka, yang akan diumumkan nanti pada kuartal pertama tahun ini.

Dia tidak mengatakan berapa tepatnya uang tunai yang mereka butuhkan untuk melakukan produksi massal. “Namun, dana yang diperlukan akan jauh lebih kecil daripada yang dibutuhkan untuk memproduksi mobil listrik,” klaim Chang.

Sementara mereka berencana meluncurkan produk akhir ke pasar pada 2020, mereka masih belum memutuskan pasar mana yang akan menjadi sasaran mereka di awal peluncuran. “Tapi kamu bisa yakin bahwa negara-negara utama akan masuk dalam daftar, seperti Vietnam, Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Singapura,” kata Chang.

Saat ini sangat sedikit produsen kendaraan listrik terkemuka di Asia Tenggara. Perusahaan saingan utama mereka, penyedia kendaraan listrik roda dua di wilayah ini adalah Gogoro, perusahaan yang berbasis di Taiwan.

Salah satu prioritas utama EuroSports Technologies adalah memperkuat tim mereka untuk “mencapai produksi maksimum”. Mereka saat ini sudah mempunyai tim inti desain dan manufaktur yang mencakup engineer dan desainer Italia, Jepang, dan Cina, “dengan pengalaman mulai dari bidang desain kendaraan, praktik manufaktur, dan kontrol kualitas terbaik untuk teknologi baterai dan pengembangan perangkat lunak,” jelas Chang.

Video Review VW Combi Rasa Hotel Sejutaan:

(Artikel ini pertama kali dipublikasikan dalam bahasa Inggris. Isi di dalamnya telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh Fairuz Rana Ulfah sesuai dengan standar editorial Tech in Asia Indonesia. Diedit oleh Iqbal Kurniawan)

This post Startup Ini Hendak Memproduksi Sepeda Motor Listrik untuk Pasar Asia Tenggara appeared first on Tech in Asia.

The post Startup Ini Hendak Memproduksi Sepeda Motor Listrik untuk Pasar Asia Tenggara appeared first on Tech in Asia Indonesia.