Startup Sektor Apa yang Punya Potensi Besar?

17 September 2020 - by

Uzone.id - Berbagai perusahaan BUMN dan swasta nasional saat ini tengah getol mencari dan berinvestasi di perusahaan rintisan atau startup guna mendukung penggerak ekosistem digital Indonesia. Contohnya saja PT Bank Central Asia Tbk (BCA) meluncurkan SYNRGY.

Dengan dibentuknya SYNRGY diharapkan para startup memperoleh pembekalan secara maksimal untuk mendukung produk-produk inovatif. Selain BCA, Telkom Group juga sudah menjadi bapak angkat di beberapa perusahaan rintisan di Indonesia. BUMN telekomunikasi ini menyiapkan investasi di kisaran USD300 juta sampai dengan USD 500 juta.

Advertising
Advertising

Sebenarnya bukan hal yang baru perusahaan telekomunikasi berinvestasi di perusahaan rintisan. Operator telekomunikasi asal Inggris Vodafone melalui Vodafone Ventures juga melakukan investasi di perusahaan rintisan. Dana yang dialokasikan untuk investasi di perusahaan rintisan ini sudah mencapai USD 2 miliar.

Sebastian Tobing, CFA, is Head of Research & Institutional Business PT Trimegah Securities Tbk mengatakan wajar saja perusahaan besar di dunia melakukan investasi di perusahaan rintisan. Mereka ingin menggembangkan usaha mereka di perusahaan rintisan. Bahkan trend tersebut juga terjadi di perusahaan swasta maupun BUMN. Meski pandemik Covid19 masih menghantui dunia, namun potensi pertumbuhan bisnis perusahaan rintisan masih cukup besar.

Pengamat ekonomi ini melihat memang ada beberapa perusahaan rintisan seperti yang berkecimpung di sektor traveling masih akan mengalami tekanan di masa pandemik. Sedangkan untuk ride hailing seperti Grab atau Gojek, diperkirakan Sebastian masih dapat bertahan di masa pandemik.

Baca juga: Bagaimana Startup Mampu Bertahan di Masa Pandemi?

“Memang untuk layanan ride hailing masih mengalami tekanan. Namun untuk Grab dan Gojek saat ini sangat terbantu dengan divisi foodnya. Di saat PSBB kemarin orang yang biasanya pesan GrabFood maupun GoFood sehari bisa tiga kali. Sebelum PSBB orang hanya beli sehari sekali. Mungkin saat ini nilai transkasi GrabFood dan GoFood sudah naik,”terang Sebastian.

Meski bisnis ride hailing masih mengalami tekanan di masa pandemik seperti saat ini, namun Sebastian menilai bisnis Grab dan Gojek masih cukup menjanjikan. Saat ini dua aplikasi ride hailing tersebut menggembangkan layanan kesehatan. Grab dengan mengusung produk GrabHealth yang bekerjasama dengan Good Doctor. Sementara itu Gojek bermitra dengan HaloDoc untuk menggembangkan layanan kesehatan. Inovasi yang dilakukan oleh Gojek dan Grab menggembangkan layanan kesehatan dinilai Sebastian sangat bagus.

‘Daging’ yang terbesar dari bisnis Grab dan Gojek nantinya diperkirakan akan ada di sektor finansial. Diakui Sebastian di berbagai belahan dunia, perusahaan startup baik yang menggembangkan aplikasi ride hailing ataupun yang tidak secara natural akan mengembangkan ke arah finansial. Bahkan seluruh platform digital yang ada di Indonesia diperkirakan Sebastian akan menjalankan fungsi finansial. Seperti memberikan kredit mikro atau menawarkan produk asuransi. Makanya perusahaan BUMN dan swasta nasional saat ini berlomba untuk investasi di startup atau decacorn.

Baca juga: Kunci Transformasi Digital

“Itu prospeknya sangat besar di industri finansial. Saat ini Gojek dan Grab juga sudah mengarah ke industri finansial. Contohnya mereka sudah memberikan pinjaman ke restoran yang menjadi mitra mereka. Dengan data yang dimiliki Grab dan Gojek mereka tahu restoran yang memiliki penjualan yang baik. Yang membuat BCA memiliki NPL rendah adalah karena mereka memiliki data yang bagus untuk kesemua nasabahnya. Jika ada orang yang akan mengajukan pinjaman, Gojek dan Grab sudah pasti memiliki data yang valid. Ini juga yang kelak akan dilakukan oleh Grab dan Gojek di sektor finansial,”terang Sebastian.

Dengan data yang sangat bagus yang dimiliki oleh Grab dan Gojek, Sebastian yakin nantinya dua platform digital tersebut ketika memberikan kredit mikro, maka NPL nya akan rendah. Berbeda dengan perusahaan fintech yang tidak memiliki data yang bagus. Akibatnya NPL di perusahaan fintech menjadi lebih besar.

Beberapa waktu yang lalu juga beredar isu Telkom Group akan berinvestasi di Gojek. Menurut Sebastian, jika itu sampai terjadi maka akan banyak sinergi yang akan dilakukan oleh dua perusahaan tersebut. Potensi yang dalam waktu dekat dapat diambil adalah peluang driver Gojek untuk dapat menggunakan layanan Telkomsel.

“Sangat menarik jika benar Telkom Group akan investasi di Gojek. Ini good bisnis banget. Memang jika Telkom investasi di Gojek potensi upside sudah terbatas. Namun resikonya lebih dapat termanage karena bisnisnya sudah pasti.

Kalau yang kecil itu potensi upside besar namun resiko besar. Kita juga harus melihat valuasi dari Gojek dan berapa dana yang akan diinvestasikan Telkom Group. Itu yang belum saya ketahui. Jika saya sudah mendapatkan data yang rinci, baru bisa kita hitung berapa potensi keuntungan yang akan didapatkan Telkom Group ketika akusisi ini terjadi,”kata Sebastian.