icon-category Digilife

Cerita Gamers Wanita: Tak Dianggap Industri Hingga Dilecehkan Online

  • 14 Jul 2020 WIB
Bagikan :

Gamers wanita (Foto: Kakochuprei)

Uzone.id - Gamers wanita di Asia mulai meningkat. Mereka tentu saja tidak hanya bermodal cantik, tetapi juga jago bermain game itu sendiri. Bahkan, tidak sedikit penghasilan yang didapatkan dari dunia game.

Gamer profesional Amanda Lim, 25 tahun, salah satunya. Dia masuk ke video game online sebagai cara untuk mengakrabkan diri dengan kakak dan pamannya.

alt-img
Amanda Lim (Foto: BBC)

"Saat itulah aku jatuh cinta pada game. Gamer wanita kurang dikenal tapi aku pikir pada waktunya itu akan berubah karena semakin banyak dari kita mulai bermain. Kita bisa sekuat laki-laki,” cetusnya, seperti dikutip dari BBC, Selasa (14/7).

Lim bermain untuk tim yang semuanya wanita bernama We.Baeters, yang tersebar di Malaysia dan Singapura.

'Bukan demografis target'

Mantan gamer profesional, Reia Ayunan, biasanya memainkan game role-playing online (MMORPG) multi-player besar seperti Battle Royale selama sekitar enam jam sehari.

Dia sering melakukan streaming online untuk bermain game. Siaran langsungnya terdiri dari pemirsa dari Filipina, Malaysia, dan Indonesia. Dia telah memperhatikan lebih banyak pemain wanita live-streaming online.

Baca juga: Jumlah Gamers Wanita Meningkat di Asia

"Meskipun ada beberapa liga yang berupaya menuju kesetaraan di dunia pro, masyarakat masih beranggapan bahwa perempuan / anak perempuan tidak suka bermain video game, karena itu kami bukan target demografi industri game,” tambahnya.

Sebagai seorang gamer profesional, ia menghasilkan SG$ 4.000 atau setara Rp 41 juta sebulan, kebanyakan dari sponsor. Dia baru-baru ini disewa oleh pembuat video game Ubisoft dan sekarang memproduksi konten game yang bertujuan menarik lebih banyak wanita.

Lain cerita dari seorang pelajar bernama Valerie Ong, 19 tahun, ia tinggal di Singapura dan bermain antara tiga dan tujuh jam sehari, tergantung pada apakah dia di sekolah atau libur semester.

alt-img
Valerie Ong (Foto: BBC)

Dia mulai bermain Call of Duty (CoD) setelah dia pergi untuk mendukung sahabatnya di kompetisi nasional awal tahun ini.

"Itu adalah pembuka mata yang nyata karena didominasi oleh pria dan teman saya adalah satu-satunya gadis yang bersaing,” tukasnya.

"Itu benar-benar keren dan inspirasional untuk menonton permainannya karena dia bisa mengalahkan banyak lawannya dan benar-benar membawa timnya dalam banyak pertandingan,” tegasnya.

Aspek sosial juga menarik bagi Valerie karena gamer dapat bermain dengan orang lain dari seluruh dunia.

"Saya bermain dengan orang lain secara online yang membuatnya sangat menyenangkan karena kita bisa bercanda satu sama lain saat bermain," tambahnya.

Sayangnya, ada sisi gelap dari kebangkitan gamer perempuan karena banyak yang dilecehkan secara online.

"Saya berubah menjadi meme dan bahkan menjadi korban pelecehan seksual secara online. Begitu Anda go public dan Anda akan diperhatikan, akan selalu ada orang yang membenci Anda, menemukan kesalahan dan kesalahan. Komunitas game bisa sangat beracun," tambah gamer yang punya nama Ms Ayunan.

Para ahli menyarankan untuk memilih nama pengguna yang tidak menyertakan nama asli atau informasi identitas lainnya saat membuat akun dan profil.

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini