icon-category News

Cerita Warga Cililitan: Air Banjir Surut, Muncullah Lumpur

  • 28 Apr 2019 WIB
Bagikan :

Rama (30) sedang beristirahat sejenak setelah berjibaku membersihkan isi rumah pasca banjir. Celana jeans pendek yang ia kenakan penuh bercak lumpur.

"Capek, bang. Lumpur mulu," ujarnya kepada reporter Tirto, Sabtu (27/4/2019).

Rama adalah salah satu dari puluhan warga RT 09 RW 07 Kelurahan Cililitan, Jakarta Timur, yang rumahnya terendam banjir sejak Jumat (26/4/2019).

Ia mendaku banjir kali ini tidak terlalu parah ketimbang sebelumnya. Pada 2007, ia ingat kala itu air benar-benar menenggelamkan rumah warga.

"Sudah seperti akuarium deh kalau diingat," ujarnya.

Sementara saat banjir kemarin, Rama memperkirakan ketinggian banjir sekitar 3 meter. Ia menunjuk lampu lapangan bulu tangkis dengan telunjuknya, sebagai indikator ketinggian air.

"[Banjir kemarin] air sampai lampu itu," ujarnya. Rama bercerita seolah-olah banjir setinggi 3 meter bukanlah apa-apa.

Lingkungan RT 09 merupakan wilayah yang terkena banjir cukup parah, meski jaraknya lumayan jauh dari Sungai Ciliwung. Menurut Rama, hal itu disebabkan posisi tanahnya yang lebih rendah dari lingkungan RT lain. Ia mengibaratkan lingkungan tempat tinggalnya ibarat mangkuk.

Di saat air di wilayah lain sudah mulai surut sejak Sabtu dini hari. Wilayah RT 09 justru baru surut sekitar pukul 08.00 WIB.

Rama mempersilahkan reporter Tirto untuk melihat isi rumahnya. Pada lantai dasar penuh lumpur di mana-mana.

"Sebagian barang berharga sudah saya selamatkan di loteng [lantai 2]," ujarnya.

Rama mengatakan perlu waktu lebih dari satu hari untuk membersihkan lumpur rumahnya. Ia memperkirakan butuh waktu sekitar satu pekan untuk membuat kondisi rumah kembali seperti semula.

"Dua hari saja baru bersih-bersih lumpur. Hari ketiga, turunin barang-barang. Itu kalau nggak ada banjir susulan. Kalau air naik lagi, bisa lama lagi," tuturnya.

Mencangkul Lumpur dalam Rumah

Hal serupa juga dialami Alwi (33). Ia bahkan merasa aneh ketika harus mencangkul lumpur di dalam rumahnya sendiri.

Banjir yang berasal dari luapan Sungai Ciliwung tersebut, membawa serta merta material lumpur. Sehingga mulai dari jalanan setapak, saluran drainase, hingga rumah warga, tak bisa luput dari lumpur.

Namun dikarenakan Alwi tak sigap membersihkan lumpur yang menggenang. Perlahan lumpur tersebut berubah menjadi keras

"Jadi saya cangkul, mas," ujarnya sambil terkekeh. "Saya enggak pernah nyangkul sebelumnya. Eh, sekalinya nyangkul di dalam rumah."

Tapi dari situ Alwi belajar untuk tidak membiarkan lumpur mengendap berlama-lama. Begitu air sudah surut, ia harus lekas membersihkannya.

Alwi bisa saja memakai jasa orang lain untuk mbersihkan rumahnya. Namun apa daya, ia tak punya cukup untuk membayar jasa orang lain.

"Mending kerjakan sendiri. Pegel-pegel dah," celetuknya.

Baik Alwi maupun Rama, sama-sama belum yakin rumahnya dapat ditempati dalam waktu dekat. Meski kondisi lingkungan mereka berangsur pulih, tapi sebagian besar warga memilih tidur di pengungsian yang tersebar di beberapa titik, seperti aula RW dan aula Universitas Binawan.

Baca juga artikel terkait BANJIR JAKARTA atau tulisan menarik lainnya Alfian Putra Abdi

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini