icon-category Digilife

Facebook Batasi Berita di Australia karena Masalah Duit

  • 20 Feb 2021 WIB
Bagikan :

Uzone.id - Facebook mulai membatasi penyebaran berita pada layanannya di Australia. Perusahaan ini menentang UU kontroversial yang mengharuskan Facebook untuk membayar penerbit ketika berita mereka diposting oleh penggunanya.

Larangan tersebut merupakan tanggapan tegas dari pihak Facebook dan Google yang dipaksa untuk membayar penerbit terkait artikel mereka yang diposting di platform digital.

Outlet berita menuntut pembayaran karena mereka merasa harus diberi kompensasi terkait jurnalisme mereka, Google dan Facebook juga dianggap menguasai sebagian besar pasar iklan. 

Keputusan Facebook mengakibatkan diblokirnya postingan berita oleh pengguna di Australia, ini juga menghentikan akses pengguna global untuk membagikan artikel dari Australia.

Langkah ini juga mengancam terputusnya akses informasi secara online bagi jutaan orang. 

Baca juga: Ada Kesepakatan Gelap Antara Facebook dan Google

Dilansir dari Bloomberg, Jumat (19/2), para pengguna melaporkan adanya gangguan untuk mengakses situs-situs non berita termasuk platform pemerintah penyedia informasi Corona dan cuaca pada hari kamis waktu setempat.

Dalam pernyataannya, Facebook mengatakan jika tindakan ini seharusnya tidak mengganggu situs-situs tersebut tapi mereka akan segera memulihkan kembali situs yang mungkin “secara tak sengaja terpengaruh.” 

Facebook dan Google berpotensi lebih berdampak daripada Australia sendiri. Hal ini karena dominasi iklan global telah menjadi target pengawasan di seluruh dunia. 

UU Australia bisa saja menjadi contoh bersama negara lain yang telah menyaksikan kedua raksasa internet itu mendominasi industri berita mereka.

Meski menentang, Facebook dan Google sendiri telah membuat perjanjian untuk membayar penerbit. 

Pendukung proposal Australia, Rupert Murdoch dari News Corp mengatakan pihaknya telah mencapai kesepakatan dengan Google terkait pembayaran jurnalis dari Wall Street Journal dan surat kabar lainnya pada Rabu pagi waktu setempat. dikutip dari Bloomberg, (19/2).

Baca juga: Prediksi Privasi Digital Tahun 2021

Canberra juga memperingatkan bahwa  “Facebook perlu memikirkan secara matang arti masalah ini bagi reputasi dan posisi mereka.” ucap Menteri Komunikasi Paul Fletcher dalam wawancara dengan Broadcasting Corporation, Kamis (18/2).

Dalam sebuah cuitan John Frydenberg, ia melakukan sebuah diskusi dengan CEO Facebook Mark Zuckerberg, Kamis pagi waktu Australia (18/2).

“Ia mengangkat beberapa masalah terkait kode penawaran media  berita pemerintah dan kami sepakat untuk berbincang lebih lanjut untuk menemukan jalan tengah masalah ini.” tulis Frydenberg.

Pihak Facebook menyatakan jika Zuckerberg kembali menyuarakan kekecewaannya terkait usulan undang-undang tersebut, tapi ia menegaskan akan terus terlibat dalam proses ini.

Sebelumnya, Facebook mencoba membuat perbedaan dengan Google, dengan alasan bahwa penerbit tidak memberikan artikel secara sukarela di pencarian Google, sedangkan mereka dengan suka rela mempostingnya di Facebook untuk menjangkau audiens yang lebih luas.

“Usulan undang-undang ini pada dasarnya salah memahami hubungan kami dengan penerbit yang menggunakan platform kami untuk berbagi konten beritanya. Ini menghadapkan kami dengan  pilihan berat: mencoba mematuhi hukum dan mengabaikan realitas hubungan ini atau berhenti memberi izin konten berita pada layanan kami di Australia,” jelas William Easton, Direktur Pelaksana Facebook di Australia dan Selandia Baru.

“Sayangnya, dengan berat hati kami memilih pilihan yang terakhir,” lanjut Easton.

Easton juga mengatakan jika penerbit telah menerima manfaat nyata dari tautan-tautan di Facebook. Tahun lalu saja, Facebook menghasilkan sekitar 5,1 miliar rujukan gratis senilai AUD 407 Juta atau setara Rp. 4,5 Triliun tanpa memberikan dasar perhitungan.

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini