icon-category Digilife

Kronologi ‘Cekcok’ Twitter vs Trump, Seberapa Penting Dampaknya?

  • 31 May 2020 WIB
Bagikan :

(Foto: Andrew Harrer/Bloomberg)

Uzone.id -- Entah sampai kapan percekcokan antara perusahaan teknologi sekelas Twitter dengan orang nomor satu di negaranya akan berakhir. Namun, selama Donald Trump terus aktif bersuara di media sosial dengan nada kontroversi, Twitter akan terus mengawasinya.

Sebenarnya Twitter memang tidak beralih menjadi perusahaan pengawas opini atau pernyataan publik. Sayangnya, ucapan Trump lama-lama membuat Twitter ‘gerah’ dan akhirnya menindaklanjuti postingannya yang cenderung menyesatkan.

Sebenarnya seperti apa kronologi ‘drama’ antara Twitter dan presiden Amerika Serikat itu? Seberapa penting pengaruhnya? Berikut rangkuman singkatnya agar semuanya lebih jelas.

1. Asal mula cuitan Trump di Twitter yang memulai ‘drama’

Semua berawal pada Selasa lalu (26/5) ketika Twitter memberi tanda cek fakta di cuitan Trump.

Di cuitan tersebut, Trump mengomentari risiko dari mail-in ballots, alias kebijakan yang diterapkan di Amerika saat Pemilu dengan cara mengirimkan surat suara ke alamat pemilih terdaftar lewat pos. Hal ini akan dilakukan demi mencegah penularan pandemi COVID-19 ketimbang harus memilih secara langsung di bilik suara.

Nah, Trump merasa kebijakan ini memiliki banyak risiko, makanya ia mencuitkan beberapa hal yang dia klaim akan terjadi jika tetap menerapkan mail-in ballots, seperti ada kecurangan, surat suara dicuri, dipalsukan, hingga dirusak oleh oknum lain.

alt-img
(Tampilan cuitan Trump yang diberi label cek fakta oleh Twitter)

Dari sini, untuk pertama kalinya, Twitter mengambil langkah untuk memberi tanda “cek fakta” pada cuitan Trump tersebut karena terindikasi dapat menyesatkan publik.

2. Trump ‘ngambek’, mengancam akan ubah regulasi medsos

Setelah menyadari twitnya diberi label “cek fakta” oleh Twitter, Trump pada Rabu (27/5) langsung gusar dan mengatakan dia tak akan segan meregulasi atau bahkan menutup platform media sosial.

Baca juga: Cerewet di Twitter, Trump Dijuluki 'Presiden Tweety'

3. Trump tanda tangan untuk memerintahkan agar UU medsos ditinjau ulang

Benar saja, pada Kamis (28/5) waktu setempat, Trump mengumumkan bahwa dirinya telah menandatangani perintah kepada eksekutif pemerintahan agar meninjau kembali Undang-Undang AS mengenai media sosial.

Aturan yang dimaksud adalah Pasal 230 yang selama ini ada untuk melindungi perusahaan berbasis internet seperti Twitter, Facebook, dan Google dari pertanggungjawaban atas apapun yang diunggah oleh pihak ketiga.

Tak tanggung-tanggung, Trump bahkan berharap aturan tersebut kalau bisa diubah. Tujuannya agar imunitas hukum perusahaan berbasis internet menjadi terbatas dalam menjalankan tugas moderasi konten.

4. Seperti apa bahayanya jika UU medsos AS diubah?

Mengutip berbagai sumber, jika Pasal 230 benar-benar diubah, Trump cenderung ingin aturan tersebut ‘memblokir’ perusahaan penyedia layanan media sosial yang mengunggah kabar atau hal-hal buruk tentang pemerintah -- dalam hal ini, tentu saja konten yang tidak disukai oleh Trump.

Selain itu, Trump turut mengancam akan menarik iklan pemerintah di situs media sosial yang menurutnya telah melanggar prinsip kebebasan berpendapat.

Baca juga: Diprotes Donald Trump, Bos Twitter Pasang Badan

Tak cuma Twitter, namun juga perusahaan teknologi lain seperti Facebook, Google, Alphabet, dan lainnya yang disebut-sebut berpotensi akan tertekan secara politik dan finansial.

5. Seberapa mungkin UU medsos AS diubah?

Dari laporan TechCrunch, pada dasarnya mengubah aturan UU bukanlah wewenang Trump sebagai presiden. Hal ini baru bisa dilaksanakan jika Kongres AS setuju untuk mengubah UU.

6. Twitter kembali beraksi, kali ini sembunyikan twit Trump

Belum selesai urusan tanda “cek fakta”, Twitter kembali mengambil langkah nekat dengan menyembunyikan cuitan Trump yang dianggap mengagungkan kekerasan.

Pada Jumat (29/5) Trump menanggapi protes besar-besaran di Minneapolis, Minnesota pasca kematian George Floyd yang tewas dibekuk polisi dengan cara dicekik lehernya dengan lutut. Protes itu berujung kerusuhan.

Trump akhirnya mengatakan kalau dirinya telah bekerja sama dengan pihak militer untuk memantau kota tersebut. Dia juga bilang, jika sampai terjadi penjarahan, maka akan terjadi penembakan.

alt-img
(Tampilan twit Trump yang disembunyikan)

Twit tersebut dinilai telah melanggar pedoman Twitter dan langsung disembunyikan dari akun Trump. Meski masih bisa dilihat secara manual, Trump semakin gusar dan mencuitkan twit baru yang menuduh Twitter doyan menebar propaganda terhadap pemerintah AS.

Twitter tidak melakukan apa-apa tentang semua kebohongan dan propaganda yang dilakukan oleh China atau Partai Demokrat Kiri Radikal. Mereka menargetkan Partai Republik, Konservatif, dan Presiden Amerika Serikat. Pasal 230 harus dicabut oleh Kongres, dan akan segera diregulasi!” cuitnya.

7. Aksi Twitter dikritik Facebook

Di tengah ‘drama’ Trump dan Twitter, CEO Facebook Mark Zuckerberg ikutan bersuara. Alih-alih berada di sisi Twitter karena sesama perusahaan teknologi, Zuckerberg justru mengkritik langkah Twitter.

Dalam pernyataannya, Zuckerberg mengatakan bahwa sebagai perusahaan swasta yang bergerak di bidang teknologi, Twitter tidak seharusnya berperan sebagai ‘wasit kebenaran’ atas hal-hal yang diucapkan oleh warganet. Menurut Zuckerberg, langkah tersebut bukanlah pekerjaan perusahaan media sosial.

Dari sini, Jack Dorsey selaku CEO Twitter menanggapi kritikan Zuckerberg.

Tak lama setelah Twitter menyembunyikan cuitan Trump, Zuckerberg kembali mengeluarkan opininya. Baginya, Facebook tidak akan mengambil langkah seperti Twitter.

Baca juga: Facebook dan Twitter Beda Sikap Hadapi Ucapan Trump di Medsos

Meski Zuckerberg mengklaim dirinya tidak bermaksud membela Trump, dia mengatakan bahwa apa yang diucapkan sang presiden tidak memiliki arti bahwa dia mendukung aksi kekerasan.

“Presiden kemudian mengunggah postingan lagi, mengatakan bahwa unggahan sebelumnya itu adalah peringatan mengenai kemungkinan penjarahan yang akan menggiring terjadinya kekerasan. Kami memutuskan postingannya itu secara eksplisit tidak mendorong aksi kekerasan, dan tidak melanggar kebijakan kami,” kata Zuckerberg.

Dia menyambung, “tidak seperti Twitter, kami tidak punya kebijakan memberi peringatan untuk tiap publikasi yang membangkitkan kekerasan karena kami percaya jika ada postingan yang seperti itu, maka bisa langsung disingkirkan terlepas apakah itu punya nilai berita yang baik, bahkan jika berasal dari seorang politikus sekalipun. Kami telah berhubungan dengan pihak Gedung Putih untuk menjelaskan kebijakan ini.”

Menurut kalian gimana, gaes?

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini