icon-category News

Modal di Bawah Rp 100 Juta, Berikut Syarat Bikin SPBU Mini

  • 20 Feb 2018 WIB
Bagikan :

Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengusulkan pembentukan lembaga sub-penyalur BBM alias 'SPBU mini' pada tingkat kecamatan dan desa-desa di wilayah 3T (terpencil, tertinggal, dan terluar) Indonesia. Lembaga sub-penyalur ini diperlukan untuk mempermudah masyarakat memperoleh BBM dengan harga terjangkau. 

Menurut BPH Migas, selama ini masyarakat khususnya di wilayah 3T, kesulitan mendapatkan BBM dengan harga terjangkau. Hal itu terjadi lantaran jumlah SPBU yang tersedia di seluruh Indonesia hanya sekitar 7.000, itu pun kebanyakan berada di kabupaten atau kota. Karena itu, BPH Migas mendorong dibuatnya lembaga sub-penyalur.

Lembaga sub-penyalur ini serupa dengan Pertamini atau penjual-penjual BBM eceran di kampung-kampung. Tapi harus memenuhi standar keselamatan, jarak dengan SPBU, kuota BBM yang dijual, dan sebagainya.

Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa memperkirakan, modal yang digunakan untuk membuat SPBU mini di bawah Rp 100 juta, jauh lebih kecil dibanding biaya investasi untuk SPBU. 

"Kalau buka lembaga penyalur berupa SPBU di daerah terpencil kan kurang ekonomis karena modal yang dibutuhkan besar sekali. Jadi kita sesuaikan supaya investasi bisa masuk, bangun saja lembaga sub-penyalur," kata Fanshurullah kepada kumparan (kumparan.com), Senin (19/2). 

Persyaratan untuk membuat SPBU mini telah diatur dalam Peraturan BPH Migas Nomor 06 Tahun 2015. Dalam Pasal 5 aturan tersebut, disebutkan bahwa sub-penyalur ditunjuk oleh Pemerintah Daerah (Pemda) setempat.

Penunjukkan sub-penyalur ditetapkan setelah adanya usul Kepala Desa setempat, tersedianya alokasi Jenis BBM Tertentu (Solar) dan BBM Khusus Penugasan (Premium) yang ditetapkan BPH Migas sesuai kuota nasional.   

Kemudian di Pasal 6 disebutkan berbagai syarat untuk menjadi sub-penyalur, antara lain memiliki kegiatan usaha yang dikelola Badan Usaha Milik Desa, lokasi untuk sub-penyalur memenuhi standar keamanan dan lingkungan, memiliki sarana penyimpanan BBM dengan kapasitas maksimal 3.000 liter yang memenuhi standar keselamatan sesuai perundang-undangan.

Lalu memiliki alat angkut BBM yang memenuhi standar sesuai perundang-undangan, memiliki peralatan penyaluran yang sesuai standar keselamatan sesuai perundang-undangan, memiliki izin lokasi dari Pemda setempat, memiliki data konsumen pengguna yang kebutuhannya telah diverifikasi Pemda setempat. 

Lokasi SPBU mini harus berjarak minimal 5 km dari Agen Penyalur Minyak Solar (APMS) atau 10 km dari SPBU terdekat. "Jadi enggak boleh sub-penyalur didirikan di dekat SPBU," Fanshurullah menerangkan. 

Lembaga sub-penyalur juga harus mengikuti harga jual BBM yang ditetapkan pemerintah. Mereka tidak boleh mengambil keuntungan sesukanya, margin keuntungan dibatasi oleh pemerintah. 

"Harga BBM-nya dikasih tambahan untuk biaya angkut, tapi dibatasi oleh Pemda setempat, paling-paling (biaya angkut) Rp 1.000/liter. Jadi enggak boleh jual misalnya Rp 20.000/liter," ucap Fanshurullah. 

Saat ini, lembaga sub-penyalur BBM sudah mulai dibuat, misalnya di Kabupaten Asmat sudah ada 3 dan 2 di Pulau Selayar. 

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini