icon-category Digilife

Mulai Hari Ini, Siber Polri Beri Peringatan Virtual Police ke Akun Penyebar Hoax

  • 24 Feb 2021 WIB
Bagikan :

Uzone.id - Pengguna media sosial (medsos) sudah harus hati-hati menggunakan platform medsos agar tidak mudah menyebarkan kabar yang sebetulnya hoax.

Pasalnya, Siber Polri sudah mengirimkan peringatan virtual polisi mulai hari ini, Rabu (24/2/2021), kepada akun-akun medsos yang memuat konten negatif dan bisa menyalahi hukum.

"Per 24 Februari 2021 sudah dikirimkan melalui DM (direct message) sebanyak 12 peringatan virtual police kepada akun medsos. Artinya kita sudah mulai jalan," tutur Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Slamet Uliandi, dilansir Uzone.id dari Detik.

BACA JUGA: Pedoman Penanganan Kasus UU ITE Dikeluarkan Kapolri, Ini Isi Lengkapnya

Melalui Virtual Police, polisi akan mengutamakan peringatan virtual sebagai bentuk pencegahan penyebaran hoax dan ujaran kebencian daripada penindakan.

Virtual Police dibuat sesuai dengan Surat Edaran yang dikeluarkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif.

Penyidik Polri nantinya punya pedoman dalam menangani kasus terkait UU ITE, seperti berikut ini:

  1. Mengikuti perkembangan pemanfaatan ruang digital yang terus berkembang dengan segala macam persoalannya;
  2. Memahami budaya beretika yang terjadi di ruang digital dengan menginventarisir berbagai permasalahan dan dampak yang terjadi di masyarakat;
  3. Mengedepankan upaya preemtif dan preventif melalui virtual police dan virtual alert yang bertujuan untuk memonitor, mengedukasi, memberikan peringatan, serta mencegah masyarakat dari potensi tindak pidana siber;
  4. Dalam menerima laporan dari masyarakat, penyidik harus dapat dengan tegas membedakan antara kritik, masukan, hoaks, dan pencemaran nama baik yang dapat dipidana untuk selanjutnya menentukan langkah yang akan diambil;
  5. Sejak penerimaan laporan, agar penyidik berkomunikasi dengan para pihak terutama korban (tidak diwakilkan) dan memfasilitasi serta memberi ruang seluas-luasnya kepada para pihak yang bersengketa untuk melaksanakan mediasi;
  6. Melakukan kajian dan gelar perkara secara komprehensif terhadap perkara yang ditangani dengan melibatkan Bareskrim/Dittipidsiber (dapat melalui zoom meeting) dan mengambil keputusan secara kolektif kolegial berdasarkan fakta dan data yang ada;
  7. Penyidik berprinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum (ultimatum remidium) dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara;
  8. Terhadap para pihak dan/atau korban yang akan mengambil langkah damai agar menjadi bagian prioritas penyidik untuk dilaksanakan restorative justice terkecuali perkara yang bersifat berpotensi memecah belah, SARA, radikalisme, dan separatisme;
  9. Korban yang tetap ingin perkaranya diajukan ke pengadilan namun tersangkanya telah sadar dan meminta maaf, terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan dan sebelum berkas diajukan ke JPU agar diberikan ruang untuk mediasi kembali;
  10. Penyidik agar berkoordinasi dengan JPU dalam pelaksanaanya, termasuk memberikan saran dalam hal pelaksanaan mediasi pada tingkat penuntutan; dan
  11. Agar dilakukan pengawasan secara berjenjang terhadap setiap langkah penyidikan yang diambil dan memberikan reward serta punishment atas penilaian pimpinan secara berkelanjutan.

VIDEO Unboxing Redmi 9T Seharga Rp2,39 Juta

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini