icon-category Digilife

Perjalanan Jack Dorsey: Bikin Twitter Gak Se-toxic Facebook dkk

  • 01 Dec 2021 WIB
Bagikan :

Uzone.id - Setelah jalan panjang selama satu dekade, Jack Dorsey akhirnya memutuskan melepas tahtanya sebagai CEO Twitter.

Perjalanannya memang tak mudah, ia setidaknya berusaha terus mengendalikan Twitter agar tidak menjadi media sosial ‘terburuk’.

Namun, setelah lepasnya Jack dari tahta dan naiknya Parag Agrawal sebagai CEO baru, bisakah Twitter mempertahankan platformnya agar tetap tak sejahat media sosial milik Mark Zuckerberg, Facebook?

Dahulu, pada tahun 2010, sebuah film tentang pendiri Facebook sangat sukses di bioskop. Pada saat yang sama, sosial media Twitter juga kena getah nya karena ada sebuah parodi hits di YouTube yang membayangkan betapa lucunya film itu jika diambil dari sisi Twitter.

Film itu tak akan seseru film yang diangkat dari kisah Facebook, mungkin hanya berisi orang-orang men-tweet keseharian mereka sambil berkeliaran di aula dan berteriak ‘Hastag!”

Tapi nyatanya, ketika Dorsey mengumumkan pengunduran diri sebagai CEO pada 29 November 2021, ada satu hal yang kemudian disadari.

Dibanding dengan Mark Zuckerberg, Dorsey adalah yang pemilik busur naratif paling dramatis dalam sejarah sosial media.

Kenapa?

Berawal dari seorang programer pemalu sekaligus calon perancang busana, ia kemudian digulingkan oleh rekannya Evan Williams dalam kudeta ruang rapat di tahun 2008. Ia kemudian menciptakan citra medianya sendiri, dan merangkak naik secara pelan untuk kembali ke posisi nya tersebut selama 6 tahun.

Tak hanya itu, bagian setelahnya akan membuat kisah perjalanannya lebih menarik lagi. Seperti yang kita tahu, era troll di Twitter telah dimulai, dan Dorsey sama sekali belum siap untuk menghadapinya.

Ia hampir tak memiliki pemahaman bahwa kampanye pelecehan, kekerasan dan bullying yang ditargetkan Gamergate membuat pengguna setianya berbondong-bondong keluar disaat troll terbesar ketika era pemilihan presiden terjadi.

Tiba-tiba Twitter menjadi pusat perhatian dunia dengan cara yang paling buruk, dianggap sebagai sumber ancaman eksistensial di planet ini secara umum, dan khususnya untuk demokrasi Amerika.

Seorang protagonis film biasanya memiliki sifat tumbuh, belajar, dan berubah. Inilah yang dilakukan Dorsey selama beberapa tahun terakhir, sesuatu yang belum dilakukan pemilik media sosial sebelah, uhuk! Zuckerberg!

Dengan kendali penuh pada perusahaannya, Zuck malah sering blunder ketika membuat keputusan dan bahkan malah mendapat banyak ancaman, termasuk ancaman whistleblower dan konsensus bipartisan yang perlu diatur.

Sedikit terlambat, perubahan Dorsey memang belum memperbaiki semuanya, tapi setidaknya ia menyisakan ‘api kebakaran’ yang lebih kecil untuk penggantinya.

Twitterati bercanda dan mengatakan bahwa Dorsey telah diangkat dari ‘situs neraka’ ini, padahal data Google masih menunjukkan bahwa ‘hapus Facebook’ menjadi istilah yang lebih banyak dicari dibanding ‘hapus Twitter’.

Keputusan besar Twitter, Dorsey vs Zuckerberg

Salah satu keputusan besar dan juga kontroversial yang dilakukan Twitter adalah menangguhkan akun Donald Trump pada hari pemberontakan Capitol, dan bahkan melarangnya secara permanen.

Keputusan ini awalnya dibuat oleh salah satu dari tim Dorsey, dan mau tak mau Dorsey pun terbawa dalam keputusan ini. Langkah ini dianggap lebih berani dibanding Zuckerberg, yang menunggu keputusan dewan pengawas Facebook.

Keputusan tim Dorsey ini masih sepadan dengan keputusan Dorsey yang melarang semua iklan berbau politik di platformnya, jauh berbeda dengan Facebook yang masih mengizinkan iklan-iklan politik berisi janji palsu. Keputusan penangguhan Trump juga dilakukan untuk tweet Trump yang mengisyaratkan kekerasan dengan label peringatan.

Setelah insiden 6 Januari, Facebook mengambil langkah setengah hati untuk membasmi kelompok-kelompok ‘perencana’ pemberontakan dan akun yang membagikan teori konspirasi berbahaya. Sementara itu, Dorsey membobol 70 ribu akun Twitter QAnon-Linked hanya dalam satu hari.

Kedua layanan ini sering menjadi sasaran serangan itikad buruk dari pembantu GOP yang mau berperan sebagai wasit. Contohnya saja, CEO baru Parag Agrawal diserang karena cuitannya 10 tahun lalu tentang supremasi kulit putih. 

Jika hal ini menimpa pada Zuckerberg, Facebook akan segera menghentikan topik yang sedang tren dan mengubah algoritmanya ke titik di mana 10 pos paling terlibat dengan layanan itu setiap hari.

Sisi positifnya, Dorsey tidak pernah tunduk pada tekanan semacam ini. Diam-diam, selama setahun terakhir, ia telah melihat ancaman dari miliarder Republik terkemuka yang membeli saham Twitter dengan tujuan menggulingkan CEO.

Dorsey kemudian menenangkannya dengan sumber pendapatan baru, tidak diperlukan penataan politik kembali, dan akhirnya ancaman pengambilalihan surut.

Dia juga secara halus mendefinisikan ulang Twitter sebagai alternatif yang lebih menyenangkan dan lebih dapat diandalkan daripada Facebook. Dorsey bersenang-senang dengan tweetnya sementara Zuck dengan berkeringat bersaksi di depan Kongres.

Akhir perjalanan Dorsey

Masa jabatan Dorsey mungkin dimulai dengan kekacauan dan ketidaktahuan, tetapi berakhir dengan banyak keputusan yang sebaiknya ditiru oleh para pemimpin teknologi lainnya.

Ia mungkin sering melakukan kesalahan, seperti beberapa cuitannya yang dianggap kontroversial hingga ia puasa Twitter beberapa waktu.

Tapi, ia masih dianggap menjadi ‘pahlawan’ karena membuat keputusan pilihan yang tepat. Di awal pandemi, Twitter adalah salah satu perusahaan pertama yang mengumumkan bahwa semua karyawannya akan memiliki opsi untuk bekerja di rumah secara permanen. Dorsey juga mencurahkan hampir sepertiga kekayaannya untuk upaya mitigasi COVID-19.

Sekarang, Dorsey telah menyerahkan panggung ke Agrawal dan kembali berfokus ke perusahaannya Square dan dunia kripto yang ia cintai.

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini