icon-category Digilife

Prinsip ‘Zero Trust’ Kian Diadposi, WFO Bakal Diterapkan Kembali?

Bagikan :

Uzone.id - Serangan siber semakin meningkat setiap waktu, dan mau tidak mau kita harus mengakui fakta pahit tersebut. Ancaman yang dilancarkan para hacker ini tak cuma menyasar layanan strategis saja, tapi juga infrastruktur penting seperti organisasi perusahaan hingga lembaga pemerintah.

Menurut penelitian dari A10 Networks, serangan siber yang semakin mengkhawatirkan memicu pergeseran yang jelas menuju pendekatan zero trust. Penelitian ini melibatkan 225 organisasi perusahaan di Asia Pasifik.

Perlu diketahui, prinsip zero trust selalu menganggap bahwa semua yang ada di balik firewall perusahaan tidak aman. Seluruh permintaan yang berkaitan dengan perusahaan pun akan selalu dicek, seolah permintaan tersebut berasal dari jaringan yang terbuka.

Seperti namanya, prinsip zero trust mengharuskan siapapun yang menganutnya untuk tidak mempercayai apa pun dan selalu melakukan verifikasi ulang.

Baca juga: 5 Postingan Facebook Paling Berbahaya

Dari penelitian yang dilakukan AI Networks, 95% dari responden menunjukkan tingkat kepedulian yang tinggi terhadap semua aspek ketahanan digital perusahaan.

Sementara 39% organisasi bisnis se-Asia pasifik mengatakan bahwa mereka telah mengadopsi prinsip zero trust dalam setahun terakhir. Dalam keterangan resmi, hal ini dipicu kekhawatiran perusahaan di Asia Pasifik tentang tentang hilangnya data dan aset sensitif jika terjadi pelanggaran data karena serangan siber.

“Kekhawatiran lain termasuk ransomware, potensi downtime atau lockdown jika terjadi serangan DDoS, dan dampaknya terhadap brand dan reputasi,” jelas A10 Networks.

Menurut Anthony Webb selaku VP A10 International di A10 Networks, pergeseran metode ke zero trust “memaksa” organisasi bisnis di Asia Pasifik akan menerapkan WFO alias bekerja di kantor bagi semua atau sebagian besar karyawan mereka secara jangka panjang.

Total, ada 63% perusahaan yang akan melaksanakan kebijakan tersebut. Persentase itu lebih tinggi dari 14% perusahaan lainnya yang mengatakan bahwa hanya sedikit atau tak ada karyawan akan bekerja dari kantor, dan sebagian besar akan jarak jauh.

“Laju transformasi digital telah meningkat jauh melampaui harapan. Namun, saat kita keluar dari mode krisis, organisasi kini fokus pada ketahanan digital, beralih ke cloud, dan memperkuat pertahanan mereka,” jelasnya.

“Ada kebutuhan yang jelas untuk membantu karyawan bekerja dengan cara yang mereka rasa paling nyaman. Dan kami melihat pergeseran bertahap ke model zero trust. Kembalinya ke lingkungan kantor mungkin disebabkan oleh kecemasan yang kuat yang dimiliki oleh para profesional TI tentang keamanan, cloud dan aspek ketahanan digital dan keberlanjutan, serta kemampuan sistem TI mereka untuk mengatasinya,” sambung Webb.

Baca juga: Haruskah QR Code Ditakuti?

Ia melanjutkan, adopsi inisiatif keamanan siber kemungkinan akan menjadi lebih tinggi, dan ini termasuk model zero trust. Dengan harapan implementasi yang lebih luas, karena organisasi perusahaan Asia Pasifik menjadi terdidik akan manfaatnya.

“Jelas dari studi ini bahwa tidak mungkin ada kelegaan dari tekanan pada bisnis Asia Pasifik di tahun-tahun mendatang,” pungkasnya.

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini