Home/Ramadhan dan Bisnis Abadi Lagu Religi

Ramadhan dan Bisnis Abadi Lagu Religi

Tio29 May 2017

bagikan :

Banner

Yang tak bisa lepas dari Ramadhan adalah hadirnya lagu-lagu Islami. Ketika di berbagai front masyarakat halal-haramnya musik masih sering kali diperdebatkan, industri musik Indonesia tak mau tertahan di lubang debat kusir yang sama. Ia muncul, tumbuh, dan menggeliat di tengah potensi pasar yang luar biasa. 

Ramadhan tahun ini saja, setidaknya ada lima artis Indonesia yang mengeluarkan tembang bertemakan religi. Sandy Sandoro pada 8 Mei lalu mengeluarkan single berjudul ‘Lilahi ta’ala’. Lesti jebolan D’Academy mengeluarkan lagu berjudul ‘Buka Mata Hati’. Syahrini melepas lagu berjudul ‘I Love You, Allah’ ke pasaran. Ayu Ting-Ting pun demikian dengan ‘Yuk Puasa’. Juga Gigi yang mengeluarkan album religi ke-9 (!), berjudul ‘Setia Bersama Menyayangi’.

Tak ada yang salah dengan hal itu. Faktanya, mayoritas warga di Indonesia beragama Islam. Sepanjang 30 hari penuh saat semua media menawarkan konten berbau Islami, kehadiran lagu-lagu religi baru hampir pasti akan dilahap dengan mudah. 

Apalagi penyebaran dan promosi lagu-lagu di era internet kini cukup mudah. Bermodalkan sebuah single dan beberapa aransemen ulang, seorang artis maupun band akan dengan mudah mengeluarkan album religi khusus Ramadhan. Dan tren ini bukan hal yang baru.

“Sebetulnya sudah cukup lama. Setahu saya yang bikin musisi lain cukup tergoda (dengan produksi lagu bertema religi) itu Hadad Alawi,” ujar pengamat industri musik Indonesia, Bens Leo, kepada kumparan (kumparan.com), Jumat (26/5).

“Waktu itu meledak 2 juta kopi, dan bentuknya masih kaset,” ujarnya.

Setelah album Hadad Alwi yang berduet dengan Sulis meledak, industri musik mengikuti. Termasuk band-band yang sudah terkenal dengan citra lain yang berbeda.

Dan memang benar demikian. Sejak album Hadad Alwi berjudul Cinta Rasul 1 (1999) meledak di pasaran --yang hingga kini menjadi album religi Indonesia dengan penjualan kaset terbanyak sepanjang masa, tiap tahun hampir selalu muncul album-album yang membawakan napas sama, napas religi.

“Potensi pasar untuk album religi ini bagus sekali. Penduduk Indonesia kan lebih dari 80 persen beragama Islam,” ujarnya. “Orang-orang ini ingin sesuatu yang baru, dan waktu itu Hadad Alwi menarik karena berduet dengan Sulis. Dia (Sulis) masih 12 tahun waktu itu.”

Dari situ, tren lagu religi terus meningkat. Terbukti dengan terjunnya band pop-rock Gigi, yang mengeluarkan aransemen baru lagu-lagu religi lama. Ternyata, album Raihlah Kemenangan (2004) itu sukses pula. Hingga kini, Gigi hampir selalu menerbitkan album religi baru tiap tahunnya. 

Hal yang sama terjadi dengan band-band lain, seperti Ungu, Padi, bahkan penyanyi solo dari mulai Tompi sampai Sandy Sundoro.

Keberadaan lagu-lagu religi sebenarnya jauh lebih tua ketimbang seorang Hadad Alwi. Band legendaris Bimbo, misalnya, telah dari dulu secara konsisten membawakan lagu-lagu Islami seperti “Ada Anak Bertanya pada Bapaknya”, “Tuhan”, maupun “Pesan Nabi”.

Bimbo pun tak secara khusus membikin materi lagu religi. Lagu Tuhan, misalnya, masuk ke salah satu album reguler Bimbo di tahun 80-an. Baru ketika ia sukses, lagu-lagu religi tersebut dimasukkan ke dalam satu album kompilasi religi, seperti album Wudhu di tahun 1991.

Meski begitu, sebetulnya menelurkan karya religi tak harus bersamaan dengan Ramadhan. Momen besar umat Islam tersebut memang mempermudah penyebaran materi lagu, terutama untuk promosi. Namun demikian cara itu bukanlah satu-satunya. 

“Sebenarnya kalau Anda mau buat album-album religi, titip saja melalui biro-biro perjalanan haji dan umrah. Misalnya kayak Donni Hardono dan Pras itu sempat bikin album religi dan titip ke biro perjalanan untuk album pertamanya, dan itu lumayan sukses sampai cetak ulang,” ucap Bens Leo menjelaskan pola-pola baru pengembangan bisnis lagu religi. “Dan kalau umrah kan nggak terbatas sama waktu.”

 

 

Menurut Bens, tema religi di Indonesia akan terus mendapat sambutan positif dari publik. Yang harus diperhatikan adalah materi dari lagu-lagu yang dihadirkan oleh penyanyi itu sendiri. 

“Jangan hanya bikin single. Kalau cuma bikin satu-dua lagu, mereka itu nggak bakal bisa manggung. Paling tidak mini album, empat sampai enam lagu. 

Dengan strategi tersebut, menurut Bens, biaya produksi menjadi tidak terlalu tinggi. Terlebih lagi, artis yang bersangkutan akan lebih mudah melakukan tur-tur di bulan Ramadhan.

“Karena materinya banyak, mereka itu gampang saja melakukan tur ngabuburit dari kota ke kota. Durasinya bisa sampai satu jam,” ucap Bens.

Materi yang konsisten juga memudahkan sebuah band menggaet sponsor besar dan membuat band tersebut menjadi ikon produk mereka, seperti Gigi yang setia menjadi ikon salah satu produk rokok di Indonesia. 

“Selain itu, ya biar nggak diledek saja sama musisi lain. Masa cuma aransemen ulang doang, kan nggak kreatif!” tutupnya.

Tags:

logo uzone

Connect with us

Copyright © 2023 Uzone.id All right reserved