icon-category Auto

Transportasi Modern atau Mobil Listrik?

  • 17 Nov 2019 WIB
Bagikan :

Penjualan mobil di dalam negeri bisa disebut lesu. Kredit kendaraan bermotor sepi peminat, dan target penjualan mobil pribadi bahkan dikurangi. Belum tahu pasti, apa penyebabnya.

Mungkin saja orang-orang kini lebih suka naik angkutan umum. Ya, sebut saja TransJakarta. Masyarakat modern tak segan lagi naik turun tangga untuk menggapai bus. Toh, ini dianggap sebagai olahraga.

Ada lagi transportasi daring. Cuma modal ponsel, bisa pesan mobil atau ojek motor dalam hitungan detik.

Beda dengan angkot, taksi atau ojek daring langsung jemput di depan pagar rumah. Tak perlu lagi menunggu di pinggir jalan untuk naik angkutan.

Lagi seru-serunya mencoba dua pilihan itu, masyarakat Jakarta kini disuguhkan kereta cepat MRT. Ini lebih modern lagi, lebih cepat, dan disebut 'kekinian'.

Ramai-ramai naik angkutan modern seolah sudah jadi gaya hidup kaum urban yang kekinian. Bergaya dengan mengendarai mobil pribadi seperti tersingkirkan. Namun, benarkah demikian?

Pengamat Otomotif Bebin Djuanda mengatakan, keberadaan transportasi umum yang kian modern memang mengubah cara pandang dan gaya pengguna mobil. Saat ini, mereka ogah terjebak macet dan mengalah memilih transportasi publik.

"Saya pribadi pun demikian, beralih ke transportasi umum dari naik mobil pribadinya, pada prinsipnya transportasi yang dipilih atas dasar kepraktisan oleh masyarakat," kata Bebin belum lama ini kepada Republika.

Bebin mengungkapkan, dulu berkendara dengan mobil pribadi seperi ajang pamer bagi sebagian orang. Namun gaya hidup ini mulai menghilang karena dikalahkan dengan keinginan untuk cepat sampai tanpa macet ke lokasi tujuan.

"Mereka akhirnya memilih tidak perlu gengsi naik transportasi umum karena yang penting mereka sampai di tujuan," tuturnya.

photo
Mobil listrik Nissan Leaf.

Dengan perubahan gaya hidup ini keberadaan mobil pribadi kian terancam. Tak heran bila peminat kredit mobil berkurang, dan penjualan unit mobil juga menurun.

Tak hanya ditekan dengan hadirnya transportasi modern. Mobil pribadi juga terancam dari perkembangan mobil listrik. Masuknya mobil listrik akan semakin menghimpit ruang mobil konvensional untuk bergerak.

Pengamat Otomotif Dewa Yuniardi menyebut bahwa mobil listrik memang lahir dari aksi go green di banyak negara. Keberadaan mobil ramah lingkungan menjadi bentuk kepedulian suatu negara terhadap isu lingkungan dan perubahan iklim.

Namun, Indonesia sebaiknya memikirkan secara matang sebelum memboyong mobil listrik ke dalam negeri. Peralihan ke mobil listrik membutuhkan perubahan yang signifikan, khususnya alur produksi mobil.

Menurut Dewa, tentu menjadi hal yang meragukan ketika produsen mobil konvensional bersedia menerima mobil listrik dengan lapang dada. Pasalnya, investasi raksasa sudah dibayar di muka. Tentu jika beralih akan berubah.

"Berarti investasi pengusaha hilang dong dan ada kerugian kalau masuk mobil listrik. Kecuali, pengusaha dihadapkan pada pilihan mau buat mobil listrik atau tutup," kata Dewa.

Meski mobil listrik akan masuk, lanjut Dewa, nasib mobil konvensional masih bagus. Sebab, ekosistem yang mendukung mobil listrik belumlah mumpuni. Banyak hal yang masih menjadi kendala, seperti tempat pengisian daya mobil hingga suku cadang.

"Keberadaan mobil listrik harus didukung enggak cuma mobilnya, tapi infrastrukturnya, pengisian (baterainya), kesiapan usai penjualan seperti suku cadang. Ini jadi tuntutan konsumen untuk mau pindah," tegasnya.

Terkait harga, Dewa mengatakan bahwa harga yang dipatok untuk mobil listrik tak jauh dari konvensional. Tentu hal ini akan berbenturan mengingat perawatan mobil konvensional jauh lebih mudah.

"Ada mobil konvensional harga mirip mobil listrik dan lebih murah perawatannya. Konyol kalau konsumen pilih mobil listrik dengan segala kesulitan perawatannya," kata Dewa.

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini