icon-category Technology

10 Years Challenge: Perubahan Wajah Anak Krakatau Selama Sedekade

  • 18 Jan 2019 WIB
Bagikan :

Dalam waktu 10 tahun seorang manusia bisa banyak berubah. Mulai dari berat badan, pemikiran, hingga wajahnya. Hal yang sama juga terjadi pada Gunung Anak Krakatau. 

Menurut data dari Smithsonian Institution, sejak 2009 tercatat Anak Krakatau sudah beberapa kali mengalami erupsi. Lantas seperti apa penampakan wajah Anak Krakatau dari tahun ke tahun?

Berikut kumparanSAINS paparkan 10 years challenge Gunung Anak Krakatau selama satu dekade atau 10 tahun terakhir, dari 2009 sampai 2019.

2009

Pada tahun ini Anak Krakatau terbilang cukup aktif. Sepanjang 2009 tercatat Anak Krakatau mengalami tujuh kali peningkatan aktivitas.

Pada 30 Juli 2009, Marco Fulle berhasil mengabadikan beberapa penampakan erupsi Anak Krakatau.

Selain itu, pada 7 Juli 2009, satelit NASA juga berhasil mengambil gambar Anak Krakatau. Ia berhasil menangkap aktivitas Anak Krakatau mengeluarkan uap putih dari kawahnya.

Pada Mei 2015 PVMBG melaporkan bahwa muncul uap putih dari kawah Anak Krakatau. Namun kabut menyebabkan Anak Krakatau jadi sulit diobservasi. Status Anak Krakatau tetap berada pada Waspada di tahun ini.

Sementara itu fotografer Øystein Lund Andersen berhasil menjepret beberapa foto saat berkunjung ke Anak Krakatau. Ia menjelaskan di lamannya bahwa hanya terjadi pelepasan gas tingkat rendah serta tidak tampak adanya lava di kawah pada kunjungannya.

2010

Berbeda dengan 2009, pada 2010 Anak Krakatau tercatat hanya mengalami peningkatan aktivitas vulkanik sebanyak tiga kali. Pada 25 Oktober 2010 dimulai fase erupsi baru. Pada fase erupsi baru ini terjadi ratusan letusan setiap harinya. Puncak erupsi terjadi pada November 2010, kala itu Arnold Binas berhasil mengabadikan kejadian erupsi dengan foto-foto.

Dalam fotonya terlihat ada aliran piroklastik alias wedus gembel, abu hitam dari kawah Anak Krakatau, dan petir gunung api.

2011

Pada Maret 2011 aktivitas Anak Krakatau semakin berkurang. Tapi pada 31 Juli 2011, satelit NASA Earth Observing-1 (EO-1) mengambil gambar Anak Krakatau yang sedang mengeluarkan abu dari kawahnya.

Sementara pada Agustus 2011, Andi Rosadi berhasil mengambil gambar dari kawah Anak Krakatau. Ia menjelaskan bahwa di bagian tengah kawah mulai muncul lava pijar.

2012

Pada 26 Januari 2012, PVMBG menurunkan status Gunung Anak Krakatau dari skala 3 ke skala 2. Namun aktivitasnya kembali meningkat pada 2 September.

Pada 4 September 2012, satelit EO-1 NASA berhasil menangkap gambar lava yang keluar ke arah tenggara Anak Krakatau. Lava ini mencapai daerah pinggiran pantai atau sekitar 100 meter dari kawah.

2013

Smithsonian Institution tidak mencatat adanya aktivitas dari Anak Krakatau pada 2013. Tapi Volcano Discovery melaporkan bahwa pada Maret 2013 terjadi erupsi kecil pada Anak Krakatau.

Pada 22 hingga 24 Maret mereka melihat adanya uap dengan ketinggian 300 meter hingga 400 meter keluar dari kawah Anak krakatau.

2014

Tidak banyak aktivitas dari Anak Krakatau pada 2014. Namun begitu, Smithsonian Institution mencatat masih terjadi gempa dan pada 8 Januari 2014 dilaporkan ada uap putih keluar dari kawah Anak Krakatau.

Fotografer Øystein Lund Andersen berhasil mengabadikan penampakan Anak Krakatau yang sedang tenang. Dari foto-fotonya tampak ada uap putih keluar dari kawah Anak Krakatau.

2015

Pada Mei 2015 PVMBG melaporkan bahwa muncul uap putih dari kawah Anak Krakatau. Namun kabut menyebabkan Anak Krakatau jadi sulit diobservasi. Status Anak Krakatau tetap berada pada Waspada di tahun ini.

Sementara itu fotografer Øystein Lund Andersen berhasil menjepret beberapa foto saat berkunjung ke Anak Krakatau. Ia menjelaskan di lamannya bahwa hanya terjadi pelepasan gas tingkat rendah serta tidak tampak adanya lava di kawah pada kunjungannya.

2016

Tahun 2016 Smithsonian Institution tidak mencatat adanya aktivitas erupsi di Gunung Anak Krakatau. Pada 2016 Gunung Anak Krakatau sempat dikunjungi beberapa wisatawan.

2017

Awal 2017 PVMBG melaporkan adanya peningkatan aktivitas Anak Krakatau. Pada 18 Februari tremor pada Anak Krakatau mulai terekam dan erupsi mulai terjadi. Erupsi hanya terjadi hingga 19 Februari, kala itu letusan Strombolian mendorong keluar material hingga setinggi 200 meter.

2018

2018 Bisa dibilang sebagai waktu yang sangat aktif bagi Anak Krakatau. Sejak pertengahan tahun, tepatnya pada 18 Juni PVMBG telah menetapkan status Anak Krakatau sebagai Waspada.

Penetapan status tersebut kemudian diikuti dengan terjadinya erupsi Gunung Anak Krakatau pada 25 Juni 2018 pukul 07.14 WIB dengan tinggi kolom abu 1.000 meter di atas puncaknya. 

Pada 28 September 2018, aktivitas Anak Krakatau berhasil terekam oleh beberapa satelit dan astronaut di Stasiun Luar Angkasa Internasional (International Space Station/ISS). Anak Krakatau meletus, longsor, dan menyebabkan tsunami di Selat Sunda yang menewaskan lebih dari 400 orang.

Lalu menjelang tahun baru, PVMBG melaporkan bahwa volume Gunung Anak Krakatau telah berkurang akibat letusan-letusan dan longsor sebelumnya sehingga menyebabkan tingginya yang semula 338 meter menjadi 110 meter.

2019

Tahun 2019 akhirnya Anak Krakatau punya penampakan baru. James Reynold melalui akun Twitternya menunjukkan wajah baru Anak Krakatau. 

Bagian Anak Krakatau yang sempat hilang akibat letusan dan longsor sebelumnya kini “tumbuh” dan muncul kembali. Jika Anak Krakatau masih aktif mengeluarkan material dari perut Bumi, bukan tidak mungkin ia bisa tumbuh lebih besar lagi.

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini