icon-category News

150 Ribu Buruh Daerah Siap Demo Tolak Kenaikan BPJS

  • 05 Sep 2019 WIB
Bagikan :

Serikat buruh di berbagai daerah melakukan aksi unjuk rasa menolak rencana kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kenaikan iuran hingga 100 persen dinilai akan sangat memberatkan dan dapat mengganggu daya beli buruh.

Ratusan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat (Jabar) menyuarakan penolakan mereka di depan kantor Pemerintah Provinsi Jabar dan DPRD Jabar. Mereka menggelar aksi dengan berorasi dan membentangkan sejumlah spanduk penolakan kenaikan BPJS.

Ketua KSPSI Jabar Roy Jinto mengatakan, buruh menolak kenaik an iuran karena akan mengurangi pendapatan mereka. Apalagi, kata dia, iuran yang dibayar buruh sebe tulnya naik setiap tahun. "Iuran kami kan berdasarkan persentase (dengan perusahaan). Kalau UMK (upah minimum kabupaten/kota) naik, iuran juga naik," kata Roy di sela aksi unjuk rasa, Rabu (4/9).

Menurut Roy, pemerintah semestinya meningkatkan terlebih dahulu layanan BPJS Kesehatan. Selain itu, pemerintah perlu mengaudit secara mendetail terkait penyebab defisitnya keuangan BPJS Kesehatan. Roy berharap pemerintah bisa lebih bijak dalam menentukan sikap atau aturan tertentu yang berdampak pada penurunan kesejahteraan seluruh pekerja.

Pemerintah telah memutuskan menaikkan tarif iuran bulanan peserta mandiri kelas I dan II JKN-KIS mulai 1 Januari 2020. Iuran kelas I akan naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu per jiwa per bulan. Sementara, iuran kelas II naik dari Rp 59 ribu menjadi Rp 120 ribu.

Iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) yang dibayar pemerintah juga naik da ri Rp 23 ribu menjadi Rp 42 ribu per jiwa per bulan. Iuran yang tidak naik hanya peserta mandiri yang merupakan pekerja bukan penerima upah (PBPU) serta bukan pekerja (BP) kelas III.

Ratusan buruh di Kota Malang, Jawa Timur, bahkan lebih dulu melakukan demonstrasi menolak rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Mereka yang menamakan diri Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI) Kota Malang berunjuk rasa di depan Balai Kota Malang, Selasa (3/9). Mereka merasa sangat keberatan dengan rencana kenaikan iuran. Apalagi, tak semua perusahaan di Kota Malang telah membayar gaji buruh sesuai UMK.

photo
Defisit BPJS Kesehatan dari tahun ke tahun

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan, kenaikan iuran dapat berdampak pada turunnya daya beli. Presiden KSPI Said Iqbal menyebutkan, iuran peserta kelas III direncanakan naik dari Rp 25 ribu menjadi Rp 42 ribu. Menurut dia, jika dalam satu keluarga terdiri atas suami, istri, dan tiga orang anak, masyarakat harus membayar Rp 210 ribu dalam sebulan.

"Bagi warga Jakarta dengan standar upah minimum Rp 3,9 juta mungkin tidak memberatkan walaupun mereka juga belum tentu setuju dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan," kata Iqbal, di Jakarta, Rabu.

Menurut Iqbal, kenaikan akan sangat memberatkan masyarakat di daerah yang upah minimumnya di bawah Rp 2 juta. Mereka diyakini bakal kesulitan untuk membayar iuran itu.

Ia menjelaskan, keluarga yang beranggotakan lima orang di daerah dengan upah minimum di kisaran Rp 1,5 juta harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 210 ribu. "Hampir 20 persen dari pendapatan dikeluarkan untuk membayar iuran," katanya.

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan diyakini membuat daya beli buruh menurun, apalagi tingkat upah minimum tiap-tiap daerah berbeda. "Satu hal yang harus disadari, setiap tahun iuran BPJS Kesehatan yang dibayarkan buruh selalu ada kenaikan," katanya.

Iqbal menjelaskan, iuran BPJS Kesehatan buruh sebesar 5 persen dari upah. Sekitar 4 persen dibayarkan pengusaha dan 1 persen dibayarkan buruh. Ketika setiap tahun upah mengalami kenaikan, iuran BPJS yang dibayarkan buruh juga mengalami kenaikan. "Jangan dipikir setiap tahun tidak ada kenaikan," ujarnya.

Untuk menyampaikan penolakannya, KSPI akan melakukan aksi 150 ribu buruh di 10 provinsi pada 2 Oktober 2019. Di Jabodetabek, aksi akan dipusatkan di DPR RI.

photo
Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta, Selasa (3/8/2019).

Solusi defisit

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut iuran BPJS harus dinaikkan untuk mengatasi makin besarnya defisit keuangan BPJS Kesehatan. Menurut dia, defisit anggaran yang terus membengkak berpotensi menurunkan kualitas layanan.

Menurut JK, kenaikan iuran BPJS Kesehatan menjadi solusi untuk meningkatkan pelayanan kepada peserta. "Kalau ingin memberikan kesejahteraan teratur dan layak untuk masyarakat, (iuran) harus dinaikkan,"ujar JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu.

JK menyebut kenaikan iuran akan lebih banyak ditanggung pemerintah sebesar 75 persen untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI). Sebab, jumlah peserta PBI sekitar 129,81 juta jiwa.

Sementara, kenaikan iuran un tuk peserta pekerja penerima upah (PPU) yang jumlahnya sekitar 50,04 juta akan ditanggung oleh perusaha an. "Jadi, itu ditanggung pemerintah karena sebagian besar PBI 100 juta orang itu dibayar pemerintah. Kalau buruh, dibayar sebagian sama majikannya," ujar JK. (arie lukihardianti/ fauziah mursid/antara, ed:satria kartika yudha)

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini