3 Hal yang Dirugikan dari Pembelian Ponsel BM
-
Uzone.id -- Biasanya kalau ada ponsel pintar harga murah, orang lebih gampang tertarik. Sekalipun itu barang BM alias Black Market. Tapi kalau ditelaah lagi, barang BM itu merugikan berbagai pihak, lho.
Ponsel pintar memang dikenal sebagai produk yang kerap dibeli dari Black Market, khususnya produk yang sudah jelas-jelas harganya mahal saat dijual di Indonesia seperti iPhone dari Apple. Tak heran jika banyak konsumen yang rela membeli barang BM agar mendapatkan harga miring.Baca juga: Trio iPhone Baru di Indonesia Dukung Kartu SIM Digital
Kalau kamu sudah tergiur ingin membeli barang BM, coba simak dulu beberapa hal penting yang ternyata dirugikan dari pembelian produk BM.
Pertama, kehilangan pendapatan pajak.
Hal ini tentu dari sisi pemerintah. Dikatakan oleh Direktur Pemasaran Erajaya Group Indonesia Djatmiko Wardoyo, barang BM itu melenyapkan potensi pajak negara.
“Barang ilegal seperti barang BM itu melenyapkan potensi pendapatan pajak PPN 10 persen dan PPh,” ujarnya usai acara peluncuran trio iPhone XS, XS Max, dan XR di iBox Central Park, Jakarta Barat, Jumat (14/12).
Karenanya, perusahaan ritel seperti Erajaya sendiri mendukung penuh kebijakan pemerintah untuk segera memberlakukan sistem yang bisa melacak IMEI (International Mobile Equipment Identity) pada ponsel.
“Kalau bisa dikunci pakai IMEI, maka akan sangat efektif. Black Market merugikan banget,” lanjut pria yang biasa dipanggil Koko.
Kedua, proteksi konsumen.
Namanya juga perlindungan konsumen, sudah pasti penting. Tapi, kalau membeli ponsel dan barang lain di pasar gelap, tentu kita tidak bisa mendapatkan hak proteksi tersebut.
“Sudah sifatnya BM, tidak dilindungi garansi. Harus dipikirkan kalau rusak, bagaimana? Walaupun hal ini seharusnya sudah disadari betul oleh para konsumen bahwa risiko beli barang BM sudah pasti urusan proteksi produk. Tidak dilindungi oleh garansi dan hal ini tentu merugikan,” imbuh Koko.
Ketiga, tak adil bagi perusahaan penjual resmi.
Hal ini adalah dampak yang juga mudah dimengerti karena dampaknya terasa langsung bagi para perusahaan distributor resmi.
“Pemain-pemain resmi seperti kami, bagaimana? Memperkerjakan 9 ribu karyawan, investasi berupa ritel yang tembus sampai 1.000 outlet di Indonesia. Komitmen sedemikian rupa lalu mosok ada barang BM yang menawarkan harga dengan selisih jauh pula dari harga asli. Tentu tidak fair,” tutur Koko.
Dari sisi pemain resmi seperti Erajaya yang membawahi iBox dan Erafone itu adalah tetap mendorong otoritas agar melakukan tindakan nyata supaya barang BM dapat berkurang secara signifikan.