Penumpang Ojek Online Pasti Alamin Kejadian 'Serba Salah' Ini
-
Uzone.id -- Teknologi memang sanggup mengubah banyak hal, termasuk kehidupan abang ojek. Dari dulu, yang kita tahu ‘kan tukang ojek pasti mangkal di tempat-tempat strategis untuk mendapat penumpang. Sekarang, berkat teknologi, banyak tukang ojek yang bertransformasi jadi “ojol” alias ojek online.
Kali ini gua bukan mau membahas siapa yang pertama kali menciptakan sebutan “ojol” atau membahas jenis layanan ojek online. Sebagai penumpang (pelanggan sih, lebih tepatnya) ojek online, gua dan beberapa orang lain pastinya, sering mengalami berbagai hal lucu, menyenangkan, hingga hal yang membuat kita merasa serba salah saat menggunakan jasa mereka.Berikut 5 hal yang seringkali membuat para penumpang ojek online merasa serba salah.
1. Helm basah
Sebagai driver ojek online, mereka seperti punya kewajiban untuk memberikan pelayanan terbaik. Salah satunya helm. Selain sebagai prosedur dari perusahaan, penggunaan helm juga bentuk safety.
Tapi… rasanya gimanaaa gitu, ketika abang ojeknya bilang, “mas/mba, helmnya agak basah nich. Gak papa, yach?”
Paham kok, helm basah biasanya terjadi karena hujan. Tapi… Masa’ rambut harus ikutan lembab -- bahkan basah juga -- kalau kita pakai helmnya? Seberapa ngaruh penutup rambut yang disediakan oleh abang ojeknya untuk melindungi rambut dari kelembaban helm? Bau lembab gak, ya?
Pikiran-pikiran seperti itu sering datang secara alami. Bukan apa-apa, ‘kan tujuan kami sebagai penumpang macam-macam. Ada yang harus buru-buru karena mau meeting dengan klien, ada yang mau kencan sama pacar di lokasi serba macet, dan lain sebagainya. Masa’ rambut harus berantakan gara-gara helm basah?
Mau marah ke abangnya juga enggak mungkin. Mau naik bus TransJakarta tapi malas menunggu. Mau naik taksi tapi lagi bokek, eh maksudnya kasian kalau cancel si abang yang sudah datang menjemput. Serba salah, guys.
2. Gagap peta digital
Salah satu hal apik dari ojek online adalah mereka didukung dengan digital maps alias peta digital yang ada di dalam ponsel pintarnya. Tidak sedikit driver yang masih saja gagap.
Hal ini biasanya bikin gua kesal namun cuma bisa pasrah, karena serba salah.
Mau marah, agak percuma kalau memang dasarnya si driver belum dapat pelatihan yang cukup tentang bagaimana membaca dan mengoperasikan peta digital. Ujung-ujungnya gua yang mengarahkan si driver. Bukan manja sih, tapi salah satu alasan gua nyaman menggunakan ojek online ‘kan bisa duduk tenang lalu tiba di destinasi dengan selamat.
Paling dilema, kalau gua sendiri belum pernah datang ke destinasi yang akan gua tuju. Alhasil, menggunakan pengetahuan seadanya tentang kawasan tujuan gua, sisanya berhenti dulu di pinggir jalan untuk bertanya ke orang lain.
3. Lokasi jemput salah
Ini masih berkaitan dengan poin nomor dua di atas. Bedanya, mereka bisa baca maps, tapi petanya kurang akurat!
Biasanya yang terjadi adalah titik yang kita pilih itu kurang tpat atau tidak sesuai dengan apa yang ada di peta digital si driver. Jadi, mereka menjemput kita di tempat yang salah. Paling bete kalau kita sudah memasukkan note tentang detailnya, tapi driver enggak baca. Padahal kalau dia baca, bisa meminimalisir kesalahan, karena mereka pasti akan tanya tentang kepastian lokasi penjemputan.
4. Driver cerita mulu
Ini sebenarnya bukan salah drivernya juga sih… Ada kalanya dari sudut pandang penumpang, kita sedang lelah dan hanya ingin diam saja sembari menikmati perjalanan sambil mendengarkan lagu.
Eeeeh… ada saja driver yang hobi bercerita panjang. Cerita tentang penumpang sebelumnya, cerita tentang awal mula dia bisa bergabung di perusahaan penyedia ojek online, sampai cerita tentang keluarganya!
Karena gua orangnya enggak enakan, sering terpaksa mendengarkan dan menanggapi cerita-cerita mereka.
Meski kadang menghibur, saya juga manusia yang butuh kontemplasi saat perjalanan pulang ditemani angin sepoi-sepoi…
5. Enggak tega kasih rating kecil
Semua orang butuh makan, menghidupi keluarganya. Ini menjadi ‘alibi’ saya dan beberapa teman yang ujung-ujungnya tidak tega kalau mau memberi rating kecil untuk sejumlah driver.
“Pernah gua dapet driver agak tua. Saat itu gua butuh buru-buru, jadi gua bilang ke dia kalau nyetirnya agak cepat. Tapi tetap aja lambat banget dan gua jadi telat meeting. Kesel rasanya, tapi malah serba salah karena gak tega kalau ngasih rating kecil. Paling ngasih bintang empat,” ujar teman bernama Wanda.
Ada juga yang tidak tega memberi rating bintang di bawah tiga karena membayangkan si driver akan di-suspend.
“Waktu itu gua agak ketiduran di motor, jadi kurang memperhatikan jalanan. Saat itu gua udah yakin dia tahu jalan, karena enggak nanya sama sekali. Sebelum gua turun, gua merasa ada yang aneh. Ternyata dia nganter gua ke tempat yang salah! Gara-gara destinasi gua itu memang ada dua macam di dua lokasi yang berbeda. Gua harusnya diantar ke daerah Kuningan, ini gua dibawa ke SCBD. setelah driver minta maaf, sebetulnya gua masih kesal. Tapi ujung-ujungnya gua gak tega kalau ngasih bintang satu atau dua. Sedih aja bayanginnya,” tutur Putri.