Sponsored
Home
/
Lifestyle

5 Hal yang Bikin Lulusan S2 Luar Negeri Galau Ketika Balik ke Indonesia

5 Hal yang Bikin Lulusan S2 Luar Negeri Galau Ketika Balik ke Indonesia
Preview
Hani Nur Fajrina15 August 2018
Bagikan :
Uzone.id — Menikmati perbedaan budaya dan cuaca di luar negeri menjadi salah satu hal yang dinikmati para pejuang jenjang pascasarjana. Ketika sudah lulus, eh masih ada aja hal yang bikin galau. Kenapa, ya?
 
Menentukan studi S2 di luar negeri umumnya memerlukan proses panjang. Mulai dari mendaftarkan diri ke kampus idaman dan menunggu Letter of Acceptance (LoA), lalu banyak yang juga berjuang mati-matian agar mendapatkan beasiswa supaya nggak membebankan orangtua.
 
 
Ketika sudah berhasil dapat dan berangkat menuju negara tujuan seperti Belanda, Prancis, Jepang, Inggris, dan lain-lain, fokus mereka akan terbagi menjadi seorang pelajar dan pelancong. Hidup untuk mengerjakan tugas menumpuk, membaca jurnal akademik seabrek-abrek, namun tetap harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk menjelajah negeri orang. Semuanya dilakukan dalam kurun satu sampai dua tahun.
 
Terdengar seru, ya? Tapi, nggak sedikit dari lulusan S2 luar negeri yang mengaku masih aja dilanda kegalauan ketika kembali ke Tanah Air. Apa saja kira-kira? 
 
 
1. Susah move on!
Istilah move on nggak cuma ditujukan untuk mantan pacar atau mantan tempat kerja, gaes. Hengkang dari suatu negara juga bisa bikin sulit move on!
 
"S2 di negeri orang itu pasti beda dong rasanya dengan traveling. Kita hidup di negara itu, mengenal kultur, hal-hal lain seperti tata kota, makanan, dan kemajuan yang beda dari negara sendiri. Kita menjadi bagian kecil dari negara itu, jadi ketika harus kembali pulang, rasa susah move on itu nyata banget!" ujar seorang teman bernama Kyana yang baru menyelesaikan studi di Wageningen, Belanda.
 
2. Bingung cari tempat kerja
Ternyata... meski mereka sekolah lagi dan mendapatkan pendidikan lebih dalam, hal ini nggak menjamin mereka selalu tahu harus bekerja di mana.
 
"Mungkin kalau bidang, bisa kebayang. Tapi sempat galau banget, apakah mau ngelamar ke perusahaan lokal atau asing," tutur Sindy, lulusan University of Manchester.
 
Ternyata mau lulusan S1 atau S2 tetap yang digalauin hampir mirip, ya...
 
 
3. "Kapan nikah?"
Pertanyaan ini nyatanya adil, ya. Dilontarkan ke semua orang, nggak terkecuali lulusan S2 yang baru balik dari luar negeri sekalipun.
 
"Nasib gue beberapa bulan lalu itu, baru juga pulang lalu semua keluarga besar nanyanya malah 'jadi kapan nikahnya?' padahal dapet kerja aja belum! Tapi jadi lumayan berpikir sih, karena habis pulang itu pasti langsung mikir soal kerja, tapi di satu sisi apakah sudah saatnya mikirin untuk bangun keluarga," ujar Michelle yang baru kembali dari Glasgow, Skotlandia pada Mei lalu.
 
Yang penting sih, pasangan ada dulu aja ya, gaes.
 
4. Idealisme kerjaan
 
 
Seorang teman yang juga baru pulang dari Inggris bilang, ketika dirinya sudah mati-matian berjuang agar bisa lulus tepat waktu selama satu tahun, tentu ada perasaan yang mengharuskan dirinya bekerja sesuai bidang yang dia pelajari.
 
"Ada idealisme tersendiri bahwa gue nggak mau kerja di luar bidang yang selama ini gue pelajari. Contohnya, gue mendalami illmu tentang politik luar negeri dan segala kebijakan publik. Gue nggak mau ujung-ujungnya kerja di lembaga riset atau jadi PR. Gue maunya kerja di kementerian atau staf khusus pemerintah. Tapi kan tetap aja semua butuh waktu. Jadi galau aja, kalau ada kesempatan kerja yang di luar bidang tapi good money, apakah harus gue tolak atau terima aja dulu," curhat Gabby.
 
5. 'Ketagihan' sekolah, malas kerja
Poin ini diutarakan oleh seorang teman bernama Nafi lulusan University of Canberra pada Juli kemarin. Kebetulan Nafi ini belum sempat mencicipi dunia kerja ketika lulus S1.
 
"Gue belum ada pengalaman kerja sampai gue mendapat beasiswa S2. Jadi, sekarang gue sudah selesai S2 dan balik ke Indonesia, pengin istirahat dulu dan kepikiran lanjut cari S3. Jujur, gue galau banget belum kepikiran mau kerja di mana. Kok jadi serem bawaannya masuk dunia kerja. Pengin sekolah aja terus boleh nggak sih," katanya sambil senyum-senyum kecut.
 
 
Mau seberapa tinggi pendidikan kita, semoga anak-anak muda Indonesia bisa terus berkontribusi secara positif untuk negeri ini, ya!
populerRelated Article