icon-category Technology

5 Tahapan di Balik Pembuatan Produk Tech in Asia Indonesia

  • 05 Mar 2017 WIB
Bagikan :

Waktu menunjukkan pukul 10.00 WIB di tanggal 12 November 2016. Hari itu merupakan momen penting bagi tim Produk dan Engineering Tech in Asia Indonesia, dengan perkenalan fitur baru Notifikasi.

Melalui Notifikasi, semua aktivitas yang terjadi di Tech in Asia Indonesia bisa terekam dan pengguna bisa langsung tahu secara real-time. Namun kali ini kami tidak ingin bercerita tentang fitur baru, tapi bagaimana sebuah fitur bisa hadir untuk kamu semua.

Di Tech in Asia Indonesia, kami selalu melakukan lima tahapan ketika akan meluncurkan sebuah produk atau fitur baru. Apa saja? Yuk simak penjelasan lengkapnya.

Hipotesis dan riset

Research | Photo

Sumber Pexel

Semua produk dan fitur yang keluar ke pengguna dimulai dengan hipotesis. Ini bisa datang dari mana saja. Contohnya, masukan dari pengguna dan stakeholder, data dan statistik yang masuk, atau pengembangan fitur dan produk dari versi sebelumnya.

Setelah menimbang hal tersebut, kami akan melakukan riset. Biasanya riset ini dilakukan melalui sebuah sesi yang dinamakan user interview. Dari sini kami bisa mengumpulkan biasanya perilaku user seperti apa, menemukan di mana pain point mereka, dan menyusun solusi apa yang bisa ditawarkan untuk mengatasinya.

Untuk kasus notifikasi ini, hipotesis datang dari masukan pengguna dan ide dari team internal sendiri. Sedangkan untuk riset, kami mengundang pengguna untuk mengetahui bagaimana mereka biasa menggunakan fitur notifikasi di situs atau aplikasi lainnya.

Desain

Desain | Photo

Sumber Pexel

Tentu saja setelah proses pengumpulan data selesai, kami membuat desain yang sesuai dengan data tersebut. Proses desain ini sepenuhnya dilakukan oleh seorang desainer dan biasanya menghabiskan waktu satu minggu, tergantung seberapa kompleks fitur atau produk yang akan kami hadirkan.

Ada dua hal yang biasanya dilakukan ketika melakukan tahan desain yaitu membuat wireframe (low fidelity) dan membuat mockup (high fidelity). Untuk low fidelity sendiri digunakan untuk mengetes alur dari fitur tersebut sehingga bisa prosesnya relatif cepat. Sedangkan high fidelity bertujuan untuk mengetes detail dari desain tersebut.

Namun sejak kami membuat UI Kit, tahap wireframing bisa kami lewatkan dan langsung pada mockup. Sudah cukup bingung? Tenang, saya akan menjelaskan hal ini di artikel-artikel berikutnya.

Prototyping

Baik itu berupa wireframe atau mockup, kami selalu membuat prototipe. Hal ini berguna sebagai alat untuk melakukan pengetesan kembali agar desain yang dibuat bisa digunakan dengan mudah oleh pengguna.

Biasanya kami membuat prototipe menggunakan potongan-potongan gambar dari mockup dan dirangkai menjadi sebuah alur sistem yang cukup jelas.

Kami biasanya merancang prototipe sedetail mungkin. Mengapa? Karena semakin detail dan semakin menyerupai asli, maka semakin bagus hasil dari pengetesan. Sampai sedetail apa sih? Kalau memungkinkan maka buat sampai sangat menyerupai hasil akhirnya nanti.

Contohnya, ketika membuat prototype register atau login menggunakan media sosial seperti Facebook, kita harus menyediakan juga langkah di mana Facebook meminta autentikasi ke pengguna, dan lain sebagainya.

Usability testing

Kita sampai pada tahapan yang paling penting yaitu menguji prototipe yang sudah kita rancang. Sebenarnya tujuan dari proses ini adalah memberikan kepastian bahwa desain telah kami buat bisa kamu pakai dengan mudah dan memberikan value yang baik juga untuk tim Engineering yang akan mengerjakannya.

Engineer perlu mengetahui juga, kalau yang akan mereka kerjakan adalah sesuatu yang sudah melalui riset dan pengujian dengan cukup matang. Adalah sebuah penderitaan bagi tim Engineering jika di tengah-tengah pengerjaan, desain berubah.

Proses usability testing sendiri kami lakukan dengan cara mengundang pengguna dan memberikan tugas kepada mereka dengan menggunakan prototipe yang sudah rampung. Mereka harus mengerjakan sendiri tanpa arahan dari siapapun. Dari sana nanti akan terlihat kapan pengguna terlihat kebingungan dengan desain yang ada.

Setelah sesi selesai, kami akan mengumpulkan data yang ada dan melakukan perbaikan desain jika dirasa perlu. Iterasi antara prototipe dan usability testing akan terus berlangsung sepanjang desain masih pengguna belum bisa memakai fitur atau produk baru tersebut dengan mudah.

Resep siap “dimasak”

Tahap akhir yaitu, menyerahkan seluruh desain dan spesifikasi kepada tim Engineering untuk “dimasak” menjadi sebuah produk. Pada tahap ini memang peran dari tim Produk telah selesai dan selanjutnya giliran tim Engineering, tetapi tim produk tetap memberikan arahan agar produk atau fitur tersebut bisa selesai sesuai ekspektasi.


Kira-kira inilah yang dilakukan tim Produk Tech in Asia Indonesia selama ini ketika mengembangkan sebuah produk atau fitur. Tidak berhenti sampai di sini, iterasi berikutnya menggunakan metode yang sama akan terus bergulir untuk perbaikan fitur, atau meluncurkan produk atau fitur baru lainnya.

Mungkin kamu bagian dari tim produk di perusahaan tempat kamu bekerja sekarang? Saya dengan senang hati ingin mendengar proses yang dilakukan oleh tim kamu lo. Sampaikan di kolom komentar ya.

The post 5 Tahapan di Balik Pembuatan Produk Tech in Asia Indonesia appeared first on Tech in Asia Indonesia.

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini