500 Merek Ponsel Tutup dari 2017, Ada yang Pernah Jualan di Indonesia
Uzone.id - Di tahun 2017 lalu, pasar smartphone secara global lagi jaya-jayanya. Terhitung, ada lebih dari 700 merek ponsel bersaing ketat dan berkontribusi terhadap penjualan tahunan hingga lebih dari 1,5 miliar unit.
Tapi, dari laporan terbaru Counterpoint baru-baru ini, jumlah merek smartphone yang aktif secara global turun drastis jadi sepertiganya. Dari 700 brand, sekarang hanya tersisa kurang dari 250 merek ponsel pintar yang masih eksis di pasaran.Di antara lebih dari 500 merek smartphone yang sudah tutup, ada beberapa brand yang pernah eksis di market global, termasuk di Indonesia.
Sebut saja Micromax dari India, Meizu, Gionee, hingga Coolpad dari China, LG dari Korea Selatan, dan beberapa merek lain seperti Kyocera, NEC, InnJoo, Karbonn, Intex, sampai Xtouch, telah keluar selama lima tahun terakhir.
Kebanyakan merek lokal
Counterpoint dalam laporannya mengungkapkan, penurunan ini didominasi oleh merek lokal yang kebanyakan beroperasi di kawasan dengan pasar yang terfragmentasi, seperti Asia Pasifik, Amerika Latin, Timur Tengah, dan Afrika.
Merek-merek ini fokus pada smartphone dengan harga yang terjangkau, dimana segmen tersebut memang jadi primadona.
Tapi dalam beberapa tahun terakhir, hampir 90 persen dari mereka hanya mampu jualan di bawah 100 ribu unit saja. Beda jauh dengan merek global, meski mengalami penurunan penjualan juga, tapi tak terlalu signifikan.
Terhitung, sejauh ini tinggal 30 merek global yang tetap konsisten. Dan sisanya, operasionalnya ditutup sepenuhnya atau beralih untuk jualan perangkat yang jauh lebih murah lagi, seperti wearable atau perangkat berbasis IoT.
“Pada semester pertama tahun 2023, total kontribusi penjualan merek lokal turun lebih dari 80 persen, merek global hanya mengalami penurunan sebesar 13 persen,” jelas Counterpoint dalam situs resminya.
“Lava, Micromax, dan BLU adalah merek-merek besar yang mengalami penurunan penjualan tajam,” lanjut mereka.
Badai Covid-19, dan penyebab lainnya
Ketika merek-merek besar berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan, manufaktur, sampai peningkatan kapasitas produksi, merek-merek kecil masih bergantung pada ponsel white label untuk distribusi ke pasar.
Promosi besar-besaran juga jadi kendala bagi ratusan merek ini. Beda jauh dengan merek besar yang punya sumber daya marketing yang berlimpah untuk mengenalkan rangkaian produk terbarunya ke masyarakat lebih luas.
Sebagian besar merek-merek kecil ini pun memanfaatkan transisi pasar dari 2G ke 3G atau 4G LTE. Walau kecil permintaan pasarnya, tapi mereka masih mendapatkan keuntungan dari kuatnya pasar entry-level, khususnya di Afrika, India, dan Amerika Latin.
Beberapa merek tersebut seperti Micromax dari India, Evercoss di Indonesia, atau Vestel di Turki, brand ini secara konsisten berada di antara merek-merek terkemuka untuk pasar transisi ini.
Makin dominannya beberapa merek besar asal China, seperti Xiaomi, Oppo, dan Vivo, juga mempercepat kemunduran merek-merek yang lebih kecil. Xiaomi dkk berhasil memperkenalkan smartphone dengan spesifikasi yang lebih baik dan dibanderol dengan harga agresif.
“Akses mereka yang tak tertandingi terhadap ekosistem manufaktur China, integrasi vertikal, dan skala global telah membantu mereka mengalahkan merek-merek kecil,” terang Counterpoint.
“Selain itu, portofolio kuat yang tersebar di berbagai tingkatan harga, ekspansi ke berbagai pasar, strategi saluran seperti e-commerce dan strategi pemasaran yang inovatif telah membantu merek-merek ini tetap kompetitif dan berkembang pesat,” lanjut firma analis ini.
Diperparah pula dengan pandemi Covid-19 dan kekurangan komponen di tengah perang dagang hingga perlambatan ekonomi global yang sedang berlangsung, berbagai tantangan yang berdampak pada merek-merek ponsel pintar dalam beberapa waktu terakhir.
“Bagi merek besar seperti Samsung dan Apple, relatif lebih mudah untuk meningkatkan margin keuntungan guna membantu meredam kerugian mereka di lingkungan pasar ini. Namun merek-merek kecil kesulitan menjaga operasionalnya tetap berjalan,” tutup Counterpoint.