10 Tahun Xiaomi, dari Niat Baik Menjadi Inovasi

pada 4 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

 

Uzone.id- Meski didirikan pada 2010, perusahaan asal Tiongkok, Xiaomi baru meluncurkan smartphone pertamanya ke pasar pada 2011. Kala itu, mereka meluncurkan Mi1, setahun kemudian hadir lagi dengan Mi2. Sampai akhirnya di tahun ketiga eksistensinya mereka mulai berani masuk ke negara lain selain China.

Xiaomi sendiri awalnya merupakan startup yang kemudian tumbuh menjadi unicorn karena nilai perusahaannya cukup tinggi. Saat berdiri di awal April 2010, Xiaomi tak langsung menjual smartphone namun baru ROM yang dinamakan MIUI. Nama Xiaomi terdiri dari dua kata, Xiao yang berarti kecil dan Mi yang berarti beras.

Saat mengeluarkan smartphone pertamanya, tidak langsung serta merta berharga murah. Bahkan mereka sempat mengeluarkan perangkat non-smartphone, yakni alat streaming yang dikoneksikan di tv, yakni Mi Box.
Lalu, mereka memutuskan untuk bermain di pasar luar China, Hong Kong dan Taiwan. Di tahun itu pula mereka mulai menjual smartphone murah dengan nama Redmi atau Hongmi, yang dalam bahasa China berarti Beras Merah.

Antusias Indonesia terhadap Xiaomi
Keberadaan Xiaomi di Indonesia juga disambut dengan antusias para penggemar smartphone. Kala itu, mereka menantikan keberadaan Xiaomi yang mampu menghadirkan smartphone berspesifikasi keren namun harganya cukup terjangkau. Malah sebelum masuk Indonesia, banyak orang yang mencoba membeli Xiaomi dengan cara memesan secara online dari pasar China.

Yang ditunggu-tunggu pun datang. 2014 menjadi tahun pertama Xiaomi masuk ke pasar Indonesia. Para penggemar setianya pun menjadi penyebab Xiaomi memiliki gaung yang besar. Pujian dari mulut ke mulut membuat banyak yang penasaran. Tidak heran, saat mereka meluncurkan ponsel pertamanya di Indonesia, Redmi 1S, banyak yang ingin membeli. Smartphone murah, dibeli secara online melalui flash sale, dan spesifikasi tinggi merupakan tiga hal yang membuat banyak orang kemudian antre membeli Redmi 1S.

Menjual ponsel dengan harga terjangkau merupakan niat baik Xiaomi. Sang pendiri Xiaomi, Lei Jun, melihat smartphone saat itu memiliki harga yang cukup mahal sehingga tak banyak yang menggunakannya. Padahal smartphone kala itu diyakini bisa mengubah kehidupan pemiliknya.

"Kami ingin membuat smartphone terbaik dengan harga jauh lebih murah, bahkan setengah dari harga pasaran, sehingga semua orang akan mampu memilikinya," ujar Lei Jun dalam pidato yang dipublikasikan blog resmi Xiami.

Xiaomi bisa dibilang mengubah strategi penjualan smartphone yang dilakukan oleh para vendor pada umumnya saat itu. Mereka memulai eksistensi di Indonesia tanpa toko. Semua produk dijual eksklusif di ecommerce tertentu. Flash sale selalu habis terjual.

Saking sulitnya memiliki smartphone Xiaomi, sampai-sampai para penggemarnya yang penasaran memberikan julukan kepada perangkat itu sebagai 'hape goib'.

Xiaomi Kini
Xiaomi mengawali rencana untuk membangun industri ekosistem pada tahun 2014. Enam tahun berlalu, Xiaomi kini sudah menjadi inkubator bagi 100 perusahaan ekosistem dan memasarkan lebih dari 1.000 produk yang diminati konsumen.



Sebagai perusahaan muda yang tumbuh, Xiaomi pada tahun 2013 mencatatkan pendapatan pendapatan sebanyak 20 miliar renminbi (setara dengan Rp 42,4 triliun) dan pada tahun finansial 2018 mencatatkan pendapatan mencapai 174,9 miliar renminbi (setara dengan Rp 371,2 triliun) atau naik 800 persen dalam kurun waktu lima tahun.

Lei Jun dalam pidato tersebut juga tidak ragu berbagi mengenai masa sulit yang dihadapi oleh Xiaomi seperti anjloknya volume penjualan, menghadapi persepsi bahwa produk murah itu berarti kualitasnya rendah, hingga isu penjualan di pasar global. Masalah-masalah tersebut menjadi pelajaran sekaligus kesempatan baru untuk masa mendatang.

Beberapa pencapaian Xiaomi yang dibagikan Lei Jun dalam pidato tersebut seperti penawaran umum perdana (IPO) pada tanggal 25 April 2018, peresmian Kampus Xiaomi pada Juli 2019, serta masuk ke daftar Fortune Global 500 untuk kedua kalinya.

Karyawan PT Sat Nusapersada Tbk bernama Ellyana disebut Lei Jun dalam pidatonya. Ibu yang mengasuh tiga anaknya sendiri itu bekerja di fasilitas produksi lokal Xiaomi dan bisa mencari nafkah demi menghidupi keluarganya. “90 persen pekerja dari lini perakitan di Indonesia adalah perempuan,” katanya.

Bagian akhir dari pidato Lei Jun berisi strategi Xiaomi di masa mendatang. Pertama adalah belajar dari semangat Xiaomi saat masih menjadi perusahaan rintisan dengan memprioritaskan karyawan dan memanfaatkan setiap peluang. Berikutnya, memanfaatkan internet untuk memberdayakan proses produksi dengan teknologi tinggi dan otomatisasi. Poin terakhir adalah bijak dalam berstrategi dengan evaluasi rutin setiap 10 tahun.