2024, Nilai Belanja Iklan Aplikasi Mobile Tembus Rp11 Triliun

pada 4 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

 

Uzone.id- Nilai transaksi belanja iklan aplikasi mobile diperkirakan akan berlipat ganda menjadi USD783,9 juta pada 2024 atau setara Rp11 triliun dalam kurun empat tahun mendatang. Angka ini setara dengan lonjakan sampai 99,1 persen dibanding raihan para Oktober 2020, yang mencapai USD393,7 juta.

Hal ini diungkap oleh perusahaan iklan global AppsFlyer dalam Laporan Marketing Aplikasi Indonesia Edisi 2020. Menurut mereka, selama masa pandemi ini semakin banyak orang Indonesia menghabiskan waktu di rumah dan bergantung pada aplikasi mobile untuk kehidupan sehari-hari mereka. Hal ini juga menunjukkan bahwa para marketer harus fokus pada remarketing dan proteksi dari ancaman fraud iklan untuk mempertahankan pendapatan di dalam lanskap aplikasi mobile yang sangat padat.

Laporan Marketing Aplikasi Indonesia Edisi 2020 tersebut menganalisis 813 juta install yang tercatat di Indonesia pada Januari -September 2020, termasuk 16 miliar sesi pembukaan aplikasi dan 460 juta konversi dari proses remarketing. Studi ini juga meliputi sedikitnya 2.250 aplikasi dengan angka 1.000 penginstalan Non-Organik (NOI) per bulan.

COVID-19 memberi dampak signifikan terhadap pengunduhan aplikasi dan game di Indonesia, yang membuat tahun 2020 menjadi tahun yang sangat penting untuk Instalasi Non-Organik di seluruh kategori aplikasi utama, dengan keseluruhan Instalasi Non-Organik lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun lalu. Kategori Hiburan dan Makanan & Minuman menjadi favorit dengan peningkatan masing-masing yang mencapai sebesar 340 persen dan 180 persen.

Baca juga:New Normal 2021, Digital atau Kembali Seperti Dulu?

Install organik pun mengalami pertumbuhan tinggi di kategori Keuangan (+241 persen), Hiburan (+72 persen), Pendidikan (+33 persen) dan Belanja (+29 persen) dalam kurun periode yang sama. Install aplikasi ini secara umum mencapai puncaknya pada bulan Maret 2020, sebelum status darurat karena pandemi pada 31 Maret 2020. Pertumbuhan ini sejalan dengan tren pertumbuhan ekonomi internet Indonesia yang diperkirakan akan mencapai nilai 124 miliar dolar AS pada tahun 2025 dari sebelumnya 44 miliar dolar AS pada tahun 2020. Nilai transaksi belanja iklan aplikasi mobile juga diperkirakan akan berlipat ganda menjadi USD783,9 juta pada 2024, atau melonjak 99.1 persen dari nilai USD393,7 juta pada bulan Oktober 2020.

“Peningkatan instal aplikasi mobile yang signifikan tahun ini telah menunjukkan kekuatan dan matangnya lanskap mobile commerce di Indonesia, yang telah menjadi salah satu negara dengan digitalisasi tercepat di dunia. Masyarakat Indonesia sudah terbiasa melakukan transaksi belanja dengan perangkat seluler mereka, baik untuk kategori seperti keuangan, hiburan, makanan & minuman serta belanja, terutama ketika pandemi terjadi,” kata President dan Managing Director untuk APAC, AppsFlyer, Ronen Mense.

Lebih lanjut Mense mengatakan ketersediaan dan aksesibilitas terhadap berbagai kategori aplikasi sedikit banyak membantu kehidupan masyarakat di tengah pandemi. Namun hal ini juga para pengembang aplikasi dan marketer harus berupaya ekstra dalam menghadapi persaingan yang ketat di pasar aplikasi, mengatur anggaran yang terbatas sekaligus berhadapan dengan para fraudster.

Dengan install aplikasi yang bertumbuh, laporan ini menunjukan tingkat retensi yang sedikit lebih rendah karena konsumen memiliki akses terhadap pilihan yang bervariasi. Tingkat retensi selama 30 hari pada tahun 2020 turun menjadi 3 persen dari 4 persen tahun lalu, bersamaan dengan meningkatnya install secara keseluruhan. Laporan AppsFlyer juga menampilkan fakta meningkatnya ad fraud, yang tercermin dari nilai volume fraud pertahun di Indonesia yang diperkirakan melampaui lebih dari USD150 juta.

Baca juga: 3 Hal Penting Saat New Normal Agar Lebih Produktif

Ad Fraud adalah hal yang serius, terutama bagi aplikasi populer, karena 10 persen dari NOI beberapa aplikasi terbesar di Indonesia (dalam hal popularitas) memiliki tingkat fraud mencapai 30 persen. Tingkat ad fraud tertinggi terdapat dalam kategori aplikasi keuangan, pendidikan, makanan & minuman serta belanja, khususnya pada bulan April dan Mei ketika install aplikasi berada di puncaknya. Sebagian besar ad fraud muncul dari Bots, yang berkontribusi 60 persen di hampir seluruh kategori aplikasi.

“Peningkatan persaingan juga menekankan pentingnya user acquisition dan insentif remarketing karena tingkat retensi yang rendah pada tahun ini. Data kami menunjukkan upaya remarketing harus menjadi prioritas utama bagi para marketer mempertahankan pelanggan, karena telah terbukti efektif dalam peningkatan user retention dan lifetime value. Ad Fraud senilai 150 juta dolar AS di Indonesia sesungguhnya dapat menjadi anggaran yang dapat dimanfaatkan oleh marketer dan pengembang aplikasi untuk kebutuhan bisnis lain,” kata Senior Customer Success Manager untuk SEA, AppsFlyer, Luthfi Anshari.

Dalam laporan tersebut juga ditemukan, ponsel Android menyumbang 90,05 persen dari pangsa pasar smartphone, dengan pengguna iOS/iPhone hanya tercatat 1 dari 10 (9,95 persen). Namun, ditemukan lebih banyak install aplikasi oleh pengguna iOS di kategori makanan & minuman (38 persen) dan kesehatan & fitness (40 persen).

Lalu, ditemukan juga fakta jika aplikasi lokal buatan Indonesia menduduki peringkat kedua dengan 14 persen tingkat install dari 500 aplikasi terpopuler, yang separuh aplikasi tersebut merupakan kategori keuangan, diikuti oleh kategori belanja, perjalanan, hiburan, serta makanan & minuman.

Untuk urusan kinerja, aplikasi kategori keuangan tercatat sangat baik di wilayah Jakarta dan Jawa Barat, membentuk 41% dari semua install non-organik aplikasi keuangan di seluruh Indonesia. Aplikasi dengan kategori gim dan belanja cenderung lebih baik di wilayah Jawa Timur, sedangkan aplikasi di kategori belanja memiliki performa yang baik di wilayah Jawa Tengah. Sedangkan pplikasi dalam kategori Hiburan menunjukan kinerja lebih baik di wilayah Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, dan Bali