3 Tantangan Utama untuk Gelar Jaringan 5G di Indonesia

pada 5 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

(Ilustrasi/Unsplash)

Uzone.id-- Sebagai salah satu perusahaan telekomunikasi di Indonesia, Smartfren telah melakukan uji coba jaringan 5G di Indonesia sejak 2019. Terlepas dari adanya pandemi corona yang menghambat kelancaran jaringan 5G, kira-kira apa saja tantangan untuk menggelar jaringan penerus 4G ini?

Menurut Munir Syahda Prabowo selaku VP Technology Relations Smartfren, setidaknya ada tiga tantangan utama dalam membangun dan menggelar jaringan 5G di Indonesia.

Tantangan pertama, sudah pasti infrastruktur yang kuat dan besar.

“Tidak seperti 4G dan 3G, infrastruktur 5G ini membutuhkan data besar. Harus diperhatikan soal fiber optiknya bagaimana, pokoknya jaringan itu harus besar dan kuat. Bagi pelaku operator, ini tantangan kita untuk memikirkan back-end dan backbone supaya bisa menampung data lebih besar,” kata Munir melalui Kelas Online ‘Peran Penting Infrastruktur dan Teknologi Jaringan Telekomunikasi di Era Digital’ yang digelar secara virtual, Rabu (17/6).

Baca juga:Cara Daftar Kartu Prabayar Power Up Smartfren

Tantangan kedua, menunggu peraturan pemerintah.

Menurutnya, sebagai pelaku industri sudah semestinya menunggu saja bagaimana pemerintah akan mengatur jaringan ini, terutama dari pengkajian dan alokasi jaringan 4G yang sudah digunakan.

“Harus ada studi mendalam, sejauh ini kami yakin pemerintah sudah melakukan yang terbaik agar melakukan hal-hal tersebut. Dari sini nanti sudah semakin jelas waktu yang tepat untuk menggelar jaringan,” ungkapnya lagi.

Tantangan ketiga adalah nilai investasi.

Investasi di sini murni soal harga atau seberapa besar biaya yang dibutuhkan untuk mewujudkan jaringan 5G ini.

“Apakah bisa menggunakan jaringan 4G? Belum tentu, karena 5G itu bukan untuk menggantikan 4G, tapi menjadi komplementer. Menjadi pendamping dari 4G,” tutur Munir.

Baca juga:Ini Persiapan Smartfren Hadapi New Normal

Dari nilai investasi tersebut, nantinya industri dapat melihat soal harga yang sekiranya harus dikeluarkan konsumen individu jika ingin memanfaatkan jaringan 5G. Sejauh ini, sektor yang sudah pasti diuntungkan dengan adanya 5G ini adalah industri.

“Industri yang akan merasakan dampak 5G untuk IoT [Internet of Things], mulai dari kontrol, mobil otonom, kereta otonom, pabrik otonom, sampai tempat-tempat yang tidak bisa lagi dikunjungi manusia karena sudah menjadi ‘wilayah’ drone, dan lain-lain. Nah, tantangan kita apakah konsumen yang personal seperti masyarakat itu diuntungkan atau malah jadi semakin mahal harga data,” lanjutnya.

Munir mengibaratkan kebiasaan di masa sekarang di mana masyarakat masih banyak yang harus berpikir berulang kali sebelum membeli kuota internet 30GB. Ketika jaringan 5G sudah ada, tentu saja kecepatan dan data yang ada sudah semakin besar.

“Kalau nanti saat 5G semua data dan kecepatannya sudah masuk giga, bisa-bisa minimal kita harus punya kuota 100GB per hari. Kebayang dong harganya seperti apa, nah ini tantangan yang harus diperhatikan. Selama layak untuk pasar, tentu saja 5G akan menguntungkan,” tutup Munir.