5 Alasan Milenial Kenapa Lebih Suka Transaksi Cashless

pada 6 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Uzone.id— “Saya terima nikahnya Santi Similikiti Binti Dadang Suradang dengan mas kawin tersebut dibayar cashless.”

Gue belum pernah menyaksikan akad nikah semacam itu sih sebenarnya, di mana pengantin laki-lakinya bilang kalau mas kawin dibayar nontunai, namun bukan berarti ngutang, melainkan cashless. Hmmm...

Tapi siapa tahu aja di masa yang akan datang bakal kejadian ha ha ha. Anyway, istilah cashless sekarang sudah menjadi bagian gaya hidup sehari-hari.

Berawal dari bayar pakai kartu debit dan kartu kredit, kini deretan aplikasi dan layanan digital di bidang fintech (financial technology) bermunculan. Sebut aja Go-Pay dari Gojek, Jenius dari Bank BTPN, Tcash dari Telkomsel, Ovo dari LippoX, sampai e-Money, Flazz, dan e-Toll.

Meski awalnya mungkin dianggap terlalu canggih atau menimbulkan rasa deg-degan seperti mau ketemu gebetan, lama-lama orang justru berterima kasih dengan konsep fintech yang memudahkan aktivitas transaksi tanpa uang fisik.

Mulai dari bayar makan di restoran, jajan di minimarket, beli barang elektronik, hingga bayar listrik. Semuanya bisa cashless. Lalu, gue penasaran sebenarnya apa alasan di balik kegemaran melakukan transaksi dengan cara cashless.

Berikut 5 jawaban menarik dari sejumlah milenial yang memang hobi apa-apa serba cashless.

1. Nggak ada waktu ke ATM

Tampaknya ini tipe milenial yang super busy dengan kerjaan dan kegiatan sehari-harinya sampai nggak bisa meluangkan waktu ke mesin ATM untuk tarik tunai.

“Kadang lupa, karena apa-apa udah bisa langsung dari smartphone. Tapi sisanya sih emang karena sering nggak ada waktu untuk mampir ke ATM. Kalau kebetulan lagi ada di stasiun commuter line, ujung-ujungnya males karena harus ngantri ha ha ha,” ungkap milenial usia 23 tahun bernama Rani.

via GIPHY

2. ‘Receh is lyfe’ nggak selamanya akurat

Pernah dengar dong pasti ungkapan ala netijen “retjeh is lyfe”. Sebenarnya ungkapan ini sering digunakan untuk memuji jokes atau meme receh tapi bikin ngakak.

Nah, kalau berbicara receh dalam konteks keuangan yakni duit receh —uang nominal kecil dan koin— ternyata nggak selalu disukai.

“Enak kalau bayar cashless, mau itu pakai kartu debit atau layanan kayak Tcash yang langsung tap dari ponsel, gue nggak perlu repot ngurusin duit kembalian receh. Bikin dompet berantakan,” ujar Tini.

3. Praktis, tis, tis

Ini alasan paling umum. Cashless berarti lebih praktis. Hidup kayaknya udah cukup ribet dengan permasalahan yang ada di timeline media sosial dan drama di kantor, ya...

“Semua demi kepraktisan. Bayar ongkos ojek, listrik, dan jalan tol aja udah nggak perlu repot menyiapkan uang pas. Kalau teknologinya semakin ditingkatkan untuk minimalisir gangguan teknis, pasti akan semakin efisien dari segi waktu kalau kita bayar cashless. Tapi so far gue sih udah merasa cukup praktis,” tutur Bayu.

via GIPHY

4. Terhindar dari kuman

Gue takjub dengan jawaban satu ini. Aspek kesehatan pun sampai dipikirin, gaes.

“Makin sering megang uang, bakteri dan kuman makin banyak nempel di tangan ha ha ha. Paling nggak, cashless mengurangi aroma duit yang nempel di tangan lo, deh,” ucap Rasyah sambil tertawa.

5. Banyak promo dan harga spesial

Ini juga alasan seru lainnya dan memang benar adanya. Dari berbagai layanan digital yang mendukung pengalaman cashless, pasti memberikan banyak potongan harga dan promo menarik.

“Iya, kadang nggak perlu memburu diskon di mal. Berbagai layanan fintech sendiri yang menawarkan ke kita, mulai dari diskon makanan restoran, sampai sesederhana harga pulsa yang lebih murah. Misalnya di Tcash nih, pulsa Rp50 ribu itu harganya Rp49 ribu ha ha ha beda tipis tapi ngaruh banget buat gue!” kata Friski.