5 Fakta Tentang Autisme

pada 9 tahun lalu - by
Advertising
Advertising
| April 9, 2016 9:58 am

Selain diperingati sebagai Bulan Kartini, April juga diingat bulan kesadaran autism.

Untuk meningkatkan kesadaran terhadap autisme, Grand Indonesia Jakarta menggelar talk show bertema autism.

Talkshow ini dihelat sebagai bagian rangkaian program “Autism Awarness Month”. Hadir sebagai narasumber, Ketua Yayasan Autisma Indonesia Dr. Melly Budhiman, Sp.KJ, ibu dari anak autisme Lusiana Handoko, dan Assistant Manager Public Relation Grand Indonesia, Dinia Widodo.

Dalam talk show tersebut, Dr. Melly Budhiman memaparkan sejumlah fakta penting tentang autisme. Ada lima yang menurut kami penting untuk kita indahkan bersama. Apa saja?

Penyandang, Bukan Penderita
Autisme bukanlah penyakit melainkan penyimpangan perkembangan perilaku. Jadi, kalimat “penderita autisme” yang sering kita ucapkan itu sebenarnya kurang pas.

Gejala autisme bisa dideteksi sejak bayi
Saat bayi berusia dua bulan pendengarannya sudah mulai tajam. Ia bisa mengenali suara ibu dan matanya mencari keberadaan ibunya. Anak-anak autisme tak demikian dan tidak semua bayi penyandang autisme demikian. “Ada bayi berusia dua bulan tetap memiliki kepekaan terhadap suara dan wajah orang tuanya. Namun, memasuki umur 1,5 tahun kemampuannya bergerak mundur. Sensitivitasnya menurun. Kemampuan berbicaranya mundur lalu berhenti, digantikan oleh gejala-gejala autisme,” Melly memaparkan.

Gejala sensoris
Maksudnya, dari lima panca indra yang dimiliki si kecil dengan autisme, biasanya ada satu, dua bahkan tiga yang tidak berkembang dengan wajar. Misalnya, indra penglihatan. Ketika anak autisme melihat secercah sinar, ia langsung merasa silau dan bereaksi keras. Perabaan, misalnya. Si kecil tidak suka memakai pakaian yang ada logo mereknya. Mereka merasa gatal dan kulitnya terasa seperti ditusuk-tusuk.

Terlambat bicara atau Terlambat Komunikasi?
Saat anak terlambat bicara, orang tua jangan dininabobokan dengan wejangan, “Wajar, kalau anak telat bicara. Nanti toh, bisa bicara lancar.” Orang tua harus jeli dalam hal ini. Terlambat bicara atau terlambat berkomunikasi? Anda harus bisa membedakan. “Komunikasi itu bisa verbal dan non-verbal. Kalau anak telat bicara, maka komunikasi nonverbalnya harus bagus. Misalnya, ia mempunyai bahasa tubuh yang baik saat diajak bicara. Tatapan matanya ketika diajak bicara harus terhubung dengan yang mengajak bicara. Namun jika bicaranya telat dan komunikasi nonverbalnya juga telat, orang tua harus mengambil inisiatif untuk memeriksa indra-indra si kecil dan konsultasi dengan dokter,” Melly mengingatkan.

Jumlah penyandang autism terus meningkat
Terkait hal ini, Melly membeberkan, “Di Amerika pada 1980, 1 dari 5000 anak menyandang autism. Sekarang, menjadi 1 banding 45. Sementara itu, Korea Selatan melaporkan jumlah perbandingannya 1:38. Indonesia? Belum memiliki riset yang memadai terkait autism”.

 

(wyn/gur)