5 Karya Sastra Peninggalan Arswendo Atmowiloto

pada 5 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Arswendo Atmowiloto dikabarkan meninggal dunia Jumat (19/7) pukul 17.50 WIB di usia 70 setelah berjuang melawan kanker prostat. Budayawan yang juga dikenal sebagai wartawan ini punya segudang karya sastra.

Arswendo memulai merintis menjadi sastrawan sejak 1971. Kala itu, ia menulis sebuah cerpen bernamaSlekoyang kemudian dimulai dalam majalahMingguan Bahari.

Selain menulis, Arswendo juga aktif mengembangkan bakatnya dengan ikut berbagai organisasi. Ia pernah menjadi pemimpin di Bengkel Sastra Pusat Kesenian Jawa Tengah, Solo pada 1972.

Di antara semua karya Arswendo yang telah lahir dan populer,CNNIndonesia.commengenang lima karyanya yang menjadi warisan sastra di tengah masyarakat.

Keluarga Cemara

Salah satu karya Arswendo Atmowiloto yang paling mengena di generasi milenial adalahKeluarga Cemara. CerpenKeluarga Cemaramulai ditulis Arswendo saat menjadi pemimpin redaksi majalahHAI.

Cerpen yang terus diterbitkan di majalah itu kemudian berkembang menjadi novel atau antologi berseri. Buku pertama dari kisahKeluarga Cemaradirilis pada 1981 dan hanya berisi 15 cerpen soal keluarga Abah dan Emak.

Keluarga Cemaramemiliki cerita tentang sebuah keluarga yang semula kaya raya namun mendadak bangkrut dan mesti hidup di desa dengan rumah warisan nan sederhana.

Keluarga ini lah yang beranggotakan Abah, Emak, dan tiga anak perempuan: Euis, Cemara, dan Agil.

CeritaKeluarga Cemarakemudian sempat dikembangkan menjadi serial sinetron pada dekade '90-an yang kemudian diangkat menjadi film pada 2018.

Dua Ibu

Dua Ibumerupakan novel terbitan 1981 karya Arswendo Atmowiloto. Novel ini mengisahkan seorang ibu yang berlatar belakang sosial ekonomi yang lemah namun mengabdikan hidup kepada keluarga, termasuk membesarkan anak-anaknya meski ada yang bukan darah dagingnya sendiri.

NovelDua Ibumengangkat tema arti "ibu" bagi seorang anak, yakni sebagai ibu yang melahirkan, dan juga ibu yang merawat dan membesarkan. Kisah ini mengajarkan bahwa ibu yang melahirkan belum tentu bisa menjadi ibu yang merawat.

Menurut Ensiklopedia Sastra Indonesia Kemendikbud, Arswendo menyatakan bahwa karyanya ini merupakan kisah kasih dan sayang, kisah perjalanan seks, kisah perkawinan, dan kisah kehidupan yang pendek (kematian).

CeritaKeluarga Cemarakemudian sempat dikembangkan menjadi serial sinetron pada dekade '90-an yang kemudian diangkat menjadi film pada 2018. (Dok. Visinema Pictures via youtube)


Senopati Pamungkas

Senopati Pamungkasadalah novel yang sebelumnya pernah dimuat sebagai cerpen dalam majalahHAIpada 1984. Karya ini ditulis oleh Arswendo dengan latar dunia persilatan.

Senopati Pamungkas mengisahkan kehidupan di dalam Keraton Singasari yang dipimpin oleh Raja Sri Kertanegara. Raja Sri Kertanegara berhasil membawa Singasari ke puncak kejayaan dan menaklukkan berbagai musuh.

Arswendo mengisahkan dalam kisah tersebut, Raja Sri Kertanegara ingin membangun asrama untuk mendidik prajurit sejak dini dan menghasilkan ksatria. Hingga kemudian, hasil didikannya justru menjadi pemicu intrik dalam keraton.

Imung

Imungadalah kisah cerpen yang ditulis oleh Arswendo dan diterbitkan sebagai novel pada 1987. MelaluiImung, Arswendo membuktikan bisa menulis sebuah kisah detektif.

Imungmenceritakan soal anak yang cerdik dan cerdas. Ia memiliki bakat dan kepandaian dalam menuntaskan segala permasalahan yang ada, termasuk teka-teki atau misteri yang ada di hadapannya.

KisahImungini sendiri kemudian diterbitkan ulang sebagai novel pada 2015 lalu.

Canting

Cantingmerupakan novel karya Arswendo Atmowiloto yang dirilis pada 1986. Novel ini semula diterbitkan pertama kali sebagai cerita bersambung di harian Kompas dengan subjudul "Sebuah Roman Keluarga".

Novel ini berlatar sosial keluarga ningrat dalam budaya Jawa dan mengisahkan kehidupan Tuginem yang bekerja sebagai buruh batik merek Canting milik Raden Ngabehi Sestrokusumo

Menurut Ensiklopedia Sastra IndonesiaKemendikbud, Canting menggambarkan kehidupan sebuah keluarga Jawa yang teramat khas dengan simbol dan tradisi keningratan, filsafat dan sikap hidup, dan naluri-naluri tradisional yang makin terdesak oleh kemajuan zaman.

Berita Terkait