5 Masalah yang Harus Diselesaikan PSSI

pada 8 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Koordinator organisasi pemerhati sepak bola Save Our Soccer (SOS) Akmal Marhali mengatakan, setidaknya ada lima masalah utama sepakbola Indonesia yang harus diselesaikan Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) yang baru, yakni Edy Rahmayadi, dalam kongres tahunan yang akan digelar Ahad, 8 Januari 2017 di Hotel Arya Duta Bandung.

Akmal menuturkan, salah satu masalah yang harus diperhatikan adalah dualisme klub dan juga masalah legalitas sejumlah klub yang sangat pelik. Menurut Akmal, PSSI harus bisa menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kepengurusan Persebaya Surabaya, Arema Indonesia, Bhayangkara FC, PS TNI, Madura United, Bali United, Persewangi Banyuwangi, Lampung FC, dan Persipasi Kota Bekasi.

Belum lagi, kata Akmal, masalah klub yang ‘dizalimi’ pengurus PSSI sebelumnya di era Djohar Arifin dan La Nyalla Mattalitti seperti Persema Malang dan Persibo Bojonegoro. Masalah harus diselesaikan secara obyektif baik dari segi hukum sepak bola maupun hukum negara.

“Masalah menjadi pelik karena ada sejumlah anggota komite eksekutif yang punya kepentingan dengan kasus yang ada. Inilah yang disebut bom waktu. Salah dalam mengambil keputusan bisa jadi akan menghadirkan guncangan,” kata Akmal Marhali dalam keterangan resminya, Sabtu, 7 Januari 2017.

Menurut Akmal, kasus Persebaya menjadi titik paling krusial untuk diselesaikan. Secara de facto dan de jure, Persebaya asli atau yang terdaftar sebagai voter sejatinya adalah yang di bawah naungan PT Persebaya Indonesia. Alih kepemilikan dari Persebaya (PT MMIB) menjadi Bhayangkara FC dinilai tidak sah secara hukum karena yang dijual PT MMIB adalah lisensi bodong. Selain itu, Persebaya asli (PT Persebaya Indonesia) telah memenangkan Hak Paten (HAKI) sebagai pemilik logo asli Persebaya.

“Ke depan PSSI juga harus membuat aturan baku prosedur jual beli saham klub agar kasus yang terjadi saat ini tak terulang. Yang dijual adalah sahamnya, bukan gonta-ganti perusahaan yang meniadakan kewajiban masa lalu seperti utang ke pihak ketiga. Jual beli lisensi dilarang FIFA,” ujar Akmal menegaskan.

Kedua, masalah yang harus dituntaskan adalah kasus sepakbola gajah. Masalah ini sebenarnya bisa diselesaikan dengan cepat. Namun, PSSI pada era La Nyalla Mattalitti meninggalkan beban ini kepada pengurus baru.

Menurut Akmal, penjatuhan hukuman kepada para pelatih dan pemain harus ditinjau ulang karena banyak pemain yang tak bersalah. "Aktor intelektualnya tetap bebas. Para pelatih dan pemain yang tak bersalah harus segera dibersihkan nama baiknya agar mereka bisa kembali mencari nafkah di sepak bola,” kata Akmal.

Ketiga, soal pengaturan skor yang dianggap masih menjadi penyakit paling ‘mematikan’ di sepak bola Indonesia. Atur-mengatur skor dan juara yang terjadi selama ini membuat sepak bola Indonesia mati prestasi. PSSI harus segera membentuk tim independen untuk mengurus dan menyelesaikan masalah match fixing. “PSSI bisa membentuk tim independen untuk memerangi match fixing bekerja sama dengan pihak kepolisian. Match fixing harus dimusnahkan dari sepak bola Indonesia bila ingin berprestasi,” kata Akmal.

Keempat, Akmal menilai harus ada amandemen statuta PSSI, terutama soal aturan orang yang sedang dan pernah terlibat hukum tak boleh jadi pengurus, pemilik suara di Kongres, sampai kepada kompetisi professional. PSSI juga harus membuat aturan tegas soal rangkap jabatan. Sehingga, PSSI lebih professional. “Mereka yang rangkap jabatan di sepak bola, harus memilih agar tak terjadi konflik kepentingan saat mengambil keputusan,” kata Akmal.

Menurut Akmal, status asprov (asosiasi provinsi) sebagai voters juga harus dikaji ulang karena mereka adalah kepanjangan tangan PSSI Pusat. Mereka bagian dari pengurus. Status Asprov sebagai pemilik suara harus dibuang. Pemilik suara harus menjadi milik klub-klub anggota PSSI.

Terakhir, PSSI harus memberdayakan asprov sebagai kepanjangan tangan untuk menggerakkan kompetisi kelompok umur di daerahnya. Menurut Akmal, minimnya prestasi timnas saat ini tak lepas dari buruknya pembinaan pemain muda dan juga pengelolaan timnas. “Hukum Asprov yang tak mampu menjalankan visi misi PSSI Pusat, bila perlu ganti pengurusnya,” Akmal mengungkapkan.

Akmal berharap ketua umum yang baru mampu menyelesaikan pekerjaan rumah tesrsebut. Hasil kongres tahunan dinilai Akmal menjadi tolok ukur apakah PSSI akan benar-benar menjalankan reformasi atau tetap kembali berkubang dengan masalah masa lalu.

LARISSA HUDA