Ada 4 dari 10 Orang di Asia Pasifik Alami Kebocoran Data Pribadi Online

pada 5 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Ilustrasi. (Foto: Pixabay)

Uzone.id- Sebuah survei yang dilakukan oleh perusahaan keamanan siber global Kaspersky telah mengungkapkan bahwa 40 persen konsumen dari Asia Pasifik (APAC) menghadapi insiden kebocoran data pribadi yang diakses oleh orang lain tanpa persetujuan.

Sementara itu, lebih dari 5 dari 10 pengguna online di wilayah ini menyatakan keprihatinan yang sama dalam hal menjaga kehidupan virtual dan fisik mereka.

Kaspersky Global Privacy Report 2020 adalah studi mengenai sikap konsumen terhadap privasi online. Survei ini dilakukan oleh lembaga penelitian independen Toluna antara Januari dan Februari 2020. Sebanyak 15.002 konsumen disurvei di 23 negara di mana 3.012 berasal dari wilayah Asia Pasifik.

Beberapa pelanggaran melibatkan insiden berupa akun yang diakses tanpa izin (40 persen), pengambil-alihan perangkat secara ilegal (39 persen), pencurian dan penggunaan data rahasia (31 persen), data pribadi yang diakses oleh seseorang tanpa persetujuan, dan penyebaran informasi pribadi secara publik (20 persen).

Baca juga:5 Tren Belanja Online di Indonesia saat Pandemi Covid-19

Ironisnya, penelitian yang sama menemukan bahwa lebih dari seperlima pengguna masih dengan sukarela membagikan privasi mereka untuk mendapatkan produk atau layanan secara gratis.

Sebanyak 24 persen responden lainnya juga lalai dalam menjaga privasi dengan membagikan detail akun media sosial untuk kuis hiburan, seperti apakah jenis bunga atau selebriti yang mirip dengan mereka.

Selain itu, dua dari sepuluh konsumen yang disurvei juga mengakui bahwa mereka membutuhkan bantuan untuk mempelajari bagaimana cara melindungi privasi secara online.

Dalam pernyataan resminya, Managing Director untuk Asia Pasifik di Kaspersky Stephan Neumeier mengatakan, “Data kami menunjukkan perilaku online yang cukup kompleks di wilayah kita. Ini sesungguhnya merupakan kemajuan yang disambut baik dimana sebagian besar konsumen sekarang cukup memahami privasi online, tetapi kebiasaan virtual dan pengetahuan keamanan mereka masih membutuhkan perubahan.”

Baca juga:Akun WhatsApp Dibajak Orang? Jangan Khawatir, Ikuti Langkah Ini

Ketika ditanya mengenai konsekuensi yang mereka temui setelah pelanggaran privasi, para pengguna online menyebutkan beberapa hal negatif yang memengaruhi kehidupan digital dan bahkan fisik mereka. Sebagian besar (39 persen) terganggu oleh spam dan iklan, sebagian (33 persen) merasa stres, dan sebagian (24 persen) menyatakan reputasi pribadi mereka dalam bahaya.

Dalam persentase yang sama, sebanyak 19 persen pengguna telah menyinggung seseorang, kehilangan uang, dan terintimidasi. Pemerasan juga dialami oleh 16 persen pengguna di Asia Pasifik, hubungan keluarga lekuk (15 persen), beberapa mengalami kerusakan karir (14 persen) hingga pemutusan ikatan romantis atau mengalami perceraian (10 persen).

Menurut Neumeier, para pelaku kejahatan siber cenderung mengikuti arah kekacauan berada. Kapan pun terdapat sebuah tren atau krisis besar, mereka akan menggunakannya sebagai kesempatan sempurna untuk mengeksploitasi peningkatan emosi manusia yang membuat pengguna lebih rentan.

“Untuk melindungi diri Anda selama masa kritis ini, penting untuk berhati-hati akan rincian pribadi yang Anda bagikan secara online dan memahami bagaimana data ini akan digunakan. Kunjungi kembali pengaturan privasi dan aturlah sesuai dengan kebutuhan Anda. Internet adalah ruang berisi berbagai kesempatan dan siapa pun dapat memperoleh manfaat darinya, selama kita tahu bagaimana mengelola data dan kebiasaan online secara cerdas,” tambah Neumeier.