AI ‘Makan’ Banyak Data Pribadi, Wakil Menkominfo Ingatkan Ini
Uzone.id– Jaman sekarang, siapasihyang tidak punya akun Instagram, Facebook, Twitter/X dan media sosial lainnya? Sepertinya hampir semua kalangan punya akun medsos masing-masing.
Mudahnya akses terhadap dunia digital mendorong banyaknya penyalahgunaan data pribadi, tak heran kalau sekarang banyak kasus kebocoran data.
Tidak hanya di media sosial sebenarnya, platform AI yang saat ini populer pun disebut sering ‘memakan’ data pribadi pengguna.
Oleh karena itu, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria meminta masyarakat tidak mengumbar data pribadi di media sosial karena rentan disalahgunakan.
Teknologi kecerdasan buatan yang sekarang sedang populer bisa berjalan karena disuapi banyak data (big data) dari berbagai sumber, menurutnya.
"Artificial intelligenceini makanannya data, big data, jadi big data inilah yang diolah, yang kemudian dibuat modelnya, lalu disusun algoritmanya untukdecision making," jelasnya.
Semakin banyak data pribadi yang dimasukkan, semakin banyak juga informasi yang diserap dan bisa jadi menjadi bom waktu ketika adanya kebocoran data.
Kemenkominfo pun akan terus mengawasi perkembangan teknologi AI untuk merumuskan regulasi yang tepat.
"Kementerian Kominfo mencoba memonitor, kita tidak ingin melakukan satu regulasi yang menghambat inovasi-inovasi," tutur Patria.
Saat ini, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi belum mengakomodasi perkembangan teknologi kecerdasan buatan yang semakin pesat, namun aturan turunan berupa Peraturan Presiden akan mengatur tentang pengamanan data pribadi untuk keperluan kecerdasan buatan.
Masyarakat juga diminta untuk waspada jika berinteraksi dengan orang yang baru dikenal melalui platform digital. Apalagi ketika membagikan postingan dan informasi di media sosial.
"Kesadaran kita tentang data privasi ini juga penting, enggak semua data-data pribadi itu harus diumbar, baik di Facebook, maupun di Google, maupun di manapun, karena apa, karena banyak juga disalahgunakan," ujarnya, Sabtu, (26/08).
Saat ini, banyak contoh kasus kejahatan yang bermula dari informasi di media sosial, sebut saja foto-foto editan yang dibuat untuk meneror korban, ada juga voice phishing, pencurian identitas bahkan tindak pidana perdagangan orang.
Menurut Partia, kejahatan-kejahatan ini dimulai dari data pribadi yang terlalu diumbar, kemudian mereka (penjahat) melakukan profiling lalu menargetkan korban,
“Mereka (penjahat) melakukan profiling dan tahu orang ini pengen cari kerja, pengen apa segala macam, akhirnya dia betul-betul buat micro targeting buat orang-orang seperti ini," jelasnya.