Selama ini beban keluarga berencana (KB) selalu diletakkan di pundak perempuan. Laki-laki jarang mau dan turut andil dalam masalah ini. Alasannya beragam, mulai dari khawatir dampak dari kontrasepsi yang dipakai, tidak nyaman, hingga alasan patriarkal.
Seperti yang diutarakan Khoirulrozi (33). Pegawai negeri di salah satu Kementerian ini merasa cukup memiliki dua anak. Lalu ia memulai program KB dan meminta sang istri meminum pil kontrasepsi. Rozi merasa tak nyaman jika beban kontrasepsi harus ia yang tanggung.
“Takut mempengaruhi kualitas sperma dan enggak bisa balik lagi,” katanya.
Jawaban Rozi bisa jadi merupakan gambaran buruknya pengetahuan masyarakat mengenai kontrasepsi pria. Mekanisme kerja alat kontrasepsi jelas untuk menghalangi pembuahan. Jika dilakukan dengan obat-obatan hormonal, sudah pasti akan menekan produksi ovum atau sperma. Jika memilih sterilisasi, maka jalannya ovum/sperma akan diputus, namun bisa disambung kembali manakala pasangan merencanakan kehamilan.
Berbeda dengan Rozi, Dharma Putra (27) bisa jadi salah satu contoh pria yang sudah paham bahwa kontrasepsi bukan hanya urusan perempuan semata. Meski baru dua tahun menikah dan memiliki satu anak, Dharma rela memakai kondom sebagai kontrasepsi. Ia khawatir efek pil KB atau alat kontrasepsi lain membuat istinya tidak nyaman.
“Malah nanti kalau sudah punya dua anak renccananya mau vasektomi. Efeknya terbukti lebih sedikit.”
Selama iniVasektomiterbukti paling ampuh untuk mengendalikan kehamilan. Pada tahun pertama setelah vasektomi, hanya 15 hingga 20 dari setiap 10 ribu pasangan yang mengalami kehamilan. Sebagai perbandingan, dengan menggunakan kondom, ada 1.400 dari 10 ribu pasangan hamil setiap tahun. Lalu terdapat kehamilan pada 500 dari setiap 10 ribu pasangan setiap tahun karena menggunakan pil kontrasepsi.
Prosedur vasektomi dilakukan dengan pembedahan untuk memotong, menutup, atau menghalangi vas deferens. Prosedur ini memblokir jalur antara testis dan uretra sehingga sperma tidak dapat meninggalkan testis dan mencapai sel telur.
Namun pria yang melakukan vasektomi tak langsung serta merta steril. Mereka masih perlu menggunakan alat kontrasepsi lain sampai sisa sperma bersih dari air mani. Kira-kira mencapai 15-20 ejakulasi, atau sekitar tiga bulan lamanya.
Meski terbukti lebih efektif, para pria lebih sering memakai kondom untuk kontrasepsi.Kondompria merupakan selubung tipis yang dibuat menutupi penis. Cara kerjanya untuk menahan sperma dan mencegahnya masuk ke vagina. Kondom pria umum terbuat dari lateks atau poliuretan, tapi ada juga kondom alami dari membran usus domba.
Sayangnya, tingkat keberhasilan kondom dalam mencegah kehamilan tak seefektif vasektomi. Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Amerika menyatakan, kondom pria memiliki tingkat kegagalan 11 – 16 persen, sementara vasektomi hanya punya tingkat kegagalan kurang dari 1 persen.
Menuju Era Pil KB untuk Pria
Sejarah pil kontrasepsi penuh dengan ribuan kisah perempuan yang mengambil alih beban reproduksi. Mereka mengorbankan kesejahteraan fisik dan mental karena alat kontrasepsi hormonal ini membikin konsentrasi turun hingga depresi berat.
Sayang, meski kontrasepsi pada perempuan memiliki banyak efek samping, penelitian yang mendukung pengalihan beban kontrasepsi ke pria tetap saja sedikit. Gagasannya diperkirakan tak lebih dari 50 persen. Setelah perempuan melewati tanggung jawab kontrasepsi selama puluhan tahun, pil kontrasepsi pria malah baru dimunculkan sebagai alternatif.
Peneliti dariWashington UniversityAmerika Serikat pada konferensi tahunan Endocrine Society di Chicago 18 Maret 2018 lalu akhirnya merilis kontrasepsi pria berbentuk pil. Ia dinamaidimethandrolone undecanoate(DMAU). Seperti kebanyakan pil kontrasepsi, DMAU juga mengandung kombinasi hormon seperti testosteron dan progestin.
Survei membuktikan pria cenderung memilih pil ketimbang suntikan atau gel - yang juga sedang dikembangkan -. Celah ini membuka peluang pil hormonal inni menjadi alternatif kontrasepsi masa depan. Apalagi, tim peneliti mengklaim teral memodifikasi DMAU agar minim risiko.
“Cukup sekali sehari, DMAU sudah efektif," kata Stephanie Page, profesor kedokteran di Washington University, Seattle, sekaligus peneliti senior dalam riset ini.
Sebelumnya, pengembangan pil kontrasepsi pria memang terkendala efek hormonal pada tubuh. Sediaan testosteron dalam pil bisa menyebabkan peradangan hati. Selain itu mereka juga mudah luruh sehingga harus dikonsumsi dua kali sehari untuk menjaga keampuhannya.
Ragam masalah itu akhirnya diatasi dengan menambahkan asam lemak rantai panjang dalam komposisi DMAU. Fungsinya untuk memperlambat meluruhnya hormon dari tubuh, sehingga pil ini hanya perlu dikonsumsi dalam dosis rendah.
Percobaan awal pada 100 pria berusia 18-50 tahun dalam jangka sebulan juga terlihat menjanjikan. Pada dosis tertinggi yakni 400mg, terlihat adanya penekanan hormon yang diperlukan untuk produksi sperma. Meski kadar testosteron rendah bisa menyebabkan hilangnya dorongan seksual dan kelelahan, tapi tidak ada laporan gejala berat dari subjek, bahkan fungsi hati dan ginjal terlihat baik.
"Hasil ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam pengembangan prototipe pil pria," kata Page.
Sayangnya produk ini masih jauh dari pasar, butuh uji coba jangka panjang sebelum ia bisa diedarkan. Jikapun uji coba rampung, para ilmuwan kontrasepsi wanita sepertiHerjan Coelingh Benninkyakin alat kontrasepsi ini tak akan populer seperti yang sudah-sudah.
“Industri farmasi besar dijalankan oleh terlalu banyak pria. Mereka akan mempersulit produksi dan penjualannya.”
Fenomena ini digambarkan dalam kutipan kata-kata peneliti kontrasepsi lain, Richard Anderson dari Universitas Edinburgh, “Banyak pria masih memiliki sikap malas terhadap tanggung jawab kontrasepsi.” Baca juga artikel terkaitMILD REPORTatau tulisan menarik lainnyaAditya Widya Putri