Anang Hermansyah tarik usulan RUU permusikan

pada 6 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Anggota Komisi X DPR RI Anang Hermansyah resmi menarik usulan RUU Permusikan di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Anang mengatakan dalam keterangan pers, Kamis, bahwa usulan itu ditarik setelah menimbang berbagai saran. Selain itu, ada rencana dari komunitas musik untuk mengadakan musyawarah besar.

Penarikan ini adalah tindak lanjut dari tanggapan seluruh stakeholder ekosistem musik Indonesia.

"Agar terjadi kondusifitas di seluruh stakeholder ekosistem musik di Indonesia," ujar Anang.

RUU Permusikan memang menimbulkan polemik di Indonesia. Oleh karena itu, Anang sebagai wakil rakyat yang berasal dari dunia musik juga akan meneruskan aspirasi dari para pemangku kepentingan.

"Sama halnya saat mengusulkan RUU Permusikan juga berpijak pada aspirasi dan masukan dari stakeholder. Ini proses konstitusional yang lazim dan biasa saja," tambah Anang.

Musisi 49 tahun ini berharap situasi di ekosistem musik kembali kondusif dan semua persoalan bisa dihadapi dengan kepala dingin.

"Persoalan yang terjadi di sektor musik di Indonesia mari kita rembuk dengan baik melalui musyawarah besar ekosistem musik di Indonesia," tambah Anang.

Musisi asal Jember ini berharap, penyelenggaraan musyawarah besar dapat dilakukan tak lama setelah Pemilu 2019.

"Kita berembuk bersama, kita beber persoalan yang ada di sektor musik dan bagaimana jalan keluarnya," katanya.

Menurut suami penyanyi Ashanty itu,
tantangan di industri musik Indonesia dari waktu ke waktu semakin rumit. Buah pikiran dan pendapat dari orang-orang di dalam ekosistem musik dinilai penting untuk mencari solusi dari segala tantangan yang dihadapi.

"Seperti konstruksi hukum di sektor musik kita masih 2.0, padahal saat ini eranya sudah 4.0. Di Amerika, pada 11 Oktober 2018 lalu baru disahkan Music Modernization Act (MMA), regulasi terkait dengan hak cipta untuk rekaman audiao melalui teknologi berupa streaming digital. Bagaimana dengan kita di Indonesia?" kata Anang.

Terkait hal itu, dia mengatakan belum ada aturan tentang pajak di sektor musik yang saat ini banyak memanfaatkan medium digital.

Anang juga menyoroti pentingnya keberadaan data besar (big data) untuk memuat seluruh daftar musik di Indonesia.

Anang berkata, keberadaan UU Serah Simpan Karya Rekam Karya Cetak (SSKRKC) yang mengamanatkan seluruh karya rekam diserahkan ke perpustakaan nasional, masih menimbulkan pertanyaan.

"Pertanyaannya, apakah seluruh lagu di Indonesia didata oleh perpustakaan nasional? Apakah hal tersebut telah menjawab kebutuhan di sektor musik."

Dia juga menyinggung soal pendidikan musik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta. Dia mempertanyakan soal keselarasan kurikulum pendidikan musik dengan kurikulum vokasi di Indonesia.

Pada 2016, Badan Ekonomi Kreatif menyebut terdapat 33.482 badan usaha musik di Indonesia yang mengungkapkan standar pendapatan minimum pelaku musik sebesar di atas Rp3 juta.

"Apakah angka tersebut terkait dengan eksistensi profesi musisi? Meski kalau dilihat data Bekraf tahun 2016, kontribusi sektor musik ke Produk Domestik Bruto (PDB) hanya 0,48 persen," papar Anang.

Namun, subsektor lainnya seperti kuliner dan televisi yang merupakan penyumbang terbesar PDB banyak memanfaatkan sektor musik, tapi tidak terefleksikan dari kontribusi PDB dari sektor musik.

“Ada disparitas tajam antara subsektor televisi dan radio (8,27 persen) dan kuliner (41,40 persen) dengan subsektor musik.”

Sebagian persoalan tersebut, kata Anang, dijawab secara bersama-sama oleh pemangku kepentingan dalam musyawarah.


Baca juga:Anang menyangkal jadi perumus draft RUU Permusikan

Baca juga:Tanggapan Anang Hermansyah soal kritikan Jerinx

Baca juga:Iqbaal Ramadhan optimistis RUU Permusikan dibuat untuk kebaikan musisi