Angkat Besi, Terbiasa Jalan Keras demi Prestasi
Bisa jadi karena terbiasa dengan peralatan latihan yang keras, seperti besi dan barbel, jalan hidup cabang angkat besi Indonesia untuk mengukir prestasi bak mendaki batu cadas.
Di saat prestasi mampu ditorehkan, yakni dua medali perak di Olimpiade Rio 2016 dan langsung dicanangkan sebagai cabang unggulan menuju Asian Games (AG) 2018 serta Olimpiade Tokyo 2020 dengan misi meraih medali emas, justru usaha yang harus dilakukan penuh dengan tantangan.
Sarana pelatnas bagi cabang yang konsisten meraih medali sejak Olimpiade Sydney 2000 yang disediakan Kemenpora di Olympic Center di Cibubur, Jakarta Timur sangat kurang layak bagi cabang yang dicap prioritas itu.
Selain lantai mudah hancur terhempas bobot barbel, sarana istirahat lifter pun jauh dari standar untuk seorang olimpian. Tak heran, mulai dari atlet, pelatih, hingga pengurus hanya bisa menunggu Kemenpora mempersiapkannya lebih serius.
"Sangat kurang layak. Jangankan latihan berat, untuk latihan ringan dengan bobot barbel biasa saja sudah hancur lantainya. Fasilitas istirahat juga tidak nyaman. Harapan saya, Januari 2017 sudah diperbaiki karena program bisa terganggu," ujar lifter Eko Yuli Irawan di sela-sela pemberian bonus rumah dari PB PABSSI di Hotel Century, Jakarta, awal pekan lalu.
Meski masih kurang mendapat perhatian istimewa dari pemerintah, PABBSI tetap bertekad dan mengusahakan optimalisasi dari dalam diri sendiri agar semua program dan target utama, meraih medali emas perdana dari cabang angkat besi di Olimpiade Tokyo 2020 bisa terwujud.
"Terlepas dari berbagai kendala yang menjadi tantangan PABBSI, kami yakin mampu mengoptimalisasi segala potensi, atlet maupun pendanaan induk organisasi untuk menuntaskan misi di Olimpiade Tokyo. Apapun yang sekarang kami terima dalam persiapan atlet menuju multicabang, termasuk AG 2018, kami akan optimalkan apa yang ada dan menunggu pemerintah menyiapkan semaksimal mungkin," ujar Djoko Pramono, Wakil Ketua Umum PB PABSSI.
Hingga kini, PABBSI telah menyiapkan 10 lifter, masingmasing lima lifter putra-putri yang diproyeksikan menuju Tokyo 2020.
Waktu persiapan yang masih panjang, sekitar tiga tahun, dan serangkaian ajang kualifikasi membutuhkan program yang benar-benar berkualitas agar misi tercapai.
Bonus Rumah
Sementara itu, saat pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) 2016 PB PABBSI, Selasa (20/12), dua lifter peraih medali perak di Olimpiade Rio. Sri Wahyuni, kelas 48 kg dan Eko di kelas 62 kg menerima bonus rumah tipe menengah berkat prestasi tahun ini.
Serah terima rumah sudah dilakukan, dua pekan lalu di Bekasi Timur, Jawa Barat.
Masing-masing menerima rumah tipe menengah dua lantai bergaya modern yang satu unitnya seharga 1 miliar rupiah di Cluster Tulip, kawasan Bekasi Selatan Jawa Barat.
Janji bonus rumah pernah diungkapkan Ketua Umum PB PABBSI, Rosan P. Roeslani, Agustus lalu, tak lama setelah keduanya mengukir sukses di Olimpiade Rio.
Ketika itu, Sri dan Eko tengah diguyur bonus masing-masing Rp 2 miliar dan tunjangan hari tua Rp 15 juta per bulan dari Kemenpora, Rosan menyatakan akan memberikan bonus dalam bentuk yang berbeda.
"Hari ini kami mewujudkan janji yang pernah terlontarkan. Ini apresiasi nyata dari PB kepada atlet yang berprestasi. Kami berharap kedua atlet tetap terpacu untuk mencetak hasil tertinggi," ujar Rosan.
"Terutama bagi Sri yang masih berusia muda dan menjadi harapan bangsa. Kami juga mengharapkan bonus rumah tersebut dapat memacu semangat atlet atlet PABBSI," tutur Rosan.