Pada umumnya, perempuan membutuhkan waktu 10 sampai 20 menit untuk satu kali orgasme setelah hubungan seksual dimulai, sedangkan orgasme pada lelaki bisa dicapai hanya dalam waktu 2 sampai 10 menit. Ditambah lagi, hanya sekitar 25 persen perempuan yang bisa mencapai klimaks, sementara lebih dari 90 persen lelaki selalu mencapai orgasme setiap kali berhubungan seks.
Sebenarnya, apa yang menyebabkan 'ketidakadilan' ini? Kenapa orgasme lelaki lebih cepat dan mudah dicapai daripada orgasme perempuan? Berikut penjelasan yang dihimpunhellosehat.com.
Tubuh Lelaki dan Perempuan Dirancang Berbeda untuk Orgasme Wujud orgasme pada perempuan sampai saat ini masih menjadi misteri, dan terkadang ada rasa takut dan cemas yang menghantui saat menyambut apa yang Anda belum pernah ketahui sebelumnya. Ketakutan dan kekhawatiran ini bisa mencegah perempuan untuk mencapai orgasme.
Orgasme adalah pengalaman personal dan setiap orang mengalami orgasme berbeda satu sama lainnya. Selain itu, intensitas tiap orgasme pada perempuan juga bisa berbeda. Kadang, orgasme bisa terasa sangat kuat hingga membuat Anda kejang kewalahan. Di waktu lain, Anda mungkin bisa tidak merasakan apapun selain sensasi kecil dalam tubuh Anda, yang mungkin bahkan Anda tidak sadari.
Ada sebuah mekanisme dual kontrol di otak kita yang bekerja sama untuk memicu orgasme. Salah satu mekanisme ini adalah akselerator seksual (bayangkan pedal gas layaknya di mobil), yang merespons rangsangan erotis dan memberitahu tubuh kita untuk mendapatkan lebih banyak lagi.
Yang lainnya adalah deselerator seksual pelindung, yang bertindak sebagai rem untuk menekan hasrat seksual berlebih atau mematikannya sama sekali.
Pada dasarnya, mekanisme mencapai orgasme pada pria dan wanita sama, yaitu aliran darah dari jantung menuju ke organ intim — penis ereksi bagi laki-laki, dan klitoris ereksi bagi perempuan. Namun untuk mencapainya diperlukan usaha yang berbeda.
Pada lelaki, pedal seksual ini lebih sensitif sementara remnya kurang sensitif. Orgasme pada lelaki yang lebih mudah umumnya didasari oleh hipersensitivitas dari rangsangan seksual yang terlalu intens.
Itu sebabnya selama lelaki bisa ereksi, beberapa menit rangsangan seksual akan berujung pada klimaks dan ejakulasi. Kebalikannya dengan perempuan, karena rem seksualnya bekerja lebih sensitif, maka perlu rangsangan yang sedikit lebih lama dan telaten sebelum mereka dapat mulai bergairah.
Nah, apa yang memicu kerja dari pedal gas dan rem ini akan bergantung dari banyak faktor, misalnya seperti penjelasan berikut ini.
Orgasme Lelaki Didorong Insting Naluriah Mudahnya mencapai orgasme pada lelaki lebih mungkin sedikit banyak dimotori oleh naluri biologis bawah sadar untuk bereproduksi. Lelaki dapat bersenggama dengan banyak perempuan.
Jika dilakukan di saat yang tepat dan ia cukup beruntung untuk memiliki sperma yang kuat. Ya, lelaki bisa menghamili salah satu dari mereka.
Semakin banyak perempuan yang ia “ajak” untuk berhubungan seks, maka makin besar kesempatan untuknya memiliki keturunan yang mewarisi gen terbaiknya.
Beda dengan perempuan yang secara naluriah cenderung tanpa sadar memilih untuk menunggu seorang calon tunggal dari sekian banyak yang tersedia, untuk memiliki keturunan darinya. Meski perempuan juga dapat berhubungan seks dengan banyak lelaki, persediaan sel telur perempuan memiliki keterbatasan kapasitas dan masa kedaluwarsanya tersendiri.
Jadi, ada sebuah “keharusan biologis” bagi perempuan untuk memastikan dia berhubungan seks sampai pasangannya ejakulasi setiap kali. Karena jika perempuan klimaks duluan, akan ada kemungkinan bahwa sesi bercinta tersebut berakhir terlalu cepat sebelum lelaki itu berkesempatan membuahi sel telurnya.
Perbedaan Masalah Citra Tubuh Lelaki dan Perempuan Alih-alih didorong oleh biologi, orgasme pada pria secara tidak sadar dijadikan sebagai patokan penting dari apa yang seharusnya ada dan terjadi di suatu aktivitas seksual untuk menandakan kontak seksual itu berhasil dan memuaskan. Sederhananya, orgasme pada lelaki wajib diutamakan agar sesi bercinta itu bisa dibilang sukses.
Sedangkan aktivitas seksual yang bertujuan untuk menghasilkan orgasme pada perempuan dianggap sebagai foreplay — bonus tambahan.
Padahal, sebuah penelitian terbitan Journal of Sexual Medicine milik tim peneliti dari Kinsey Institute for Research in Sex, Gender, and Reproduction di Indiana University, justru menemukan bahwa perempuan yang berhubungan seks dengan perempuan (pasangan lesbian) memiliki pengalaman orgasme yang lebih banyak dibanding perempuan heteroseksual, hampir sama banyaknya seperti seperti lelaki yang berhubungan seks dengan perempuan.
Banyak juga perempuan yang tidak bermasalah untuk mencapai orgasme sendiri melalui masturbasi. Mereka justru melaporkan lebih sulit mencapai orgasme saat bercinta bersama pasangan lelakinya.
Stereotip masyarakat yang memandang perempuan hanya sebagai “obyek” pemuas laki-laki cenderung membebankan perhatian pada penampilan fisik perempuan tersebut, bukannya perasaannya. Ini kemudian menimbulkan suatu kecemasan atau kekhawatiran tersendiri tentang bagaimana penampilannya dari sudut pandang pasangannya, yang menurunkan peluang perempuan untuk mengalami orgasme.
Dalam kasus pasangan lesbian atau masturbasi perempuan, mereka tidak mengkhawatirkan penampilan fisiknya, namun lebih kepada dorongan untuk memberikan kepuasan bagi pasangan (atau kepuasan tersendiri).