Asal Mula Jatuh Cinta
Dari mana cinta berpangkal, dari sanalah terbesit sejuta tanya. Rasa berbeda muncul kala cinta datang menyapa manusia.
Nyatanya, menurut Dosen Filsafat Universitas Indonesia Saras Dewi, menemukan akar makna cinta telah menjadi pekerjaan berat para pemikir atau filsuf sejak sebelum masehi. Semisal Plato (427-347 SM) dalam karyanya bertajuk Simposium, pertanyaan pertama yang dia ajukan adalah apakah cinta itu?
Setelah melalui proses bernalar panjang, Plato menyebut hakikat cinta tidak bisa dipisahkan dari tindakan mencintai keadilan. Cinta baginya bukanlah hal yang bersifat meracuni jiwa, memabukkan, dan bukan pula yang mementingkan diri sendiri.
“Itu untuk Plato justru berlawanan dari hakikat cinta. Tapi, kalau kita pergi ke naskah-naskah lainnya ada juga yang mengatakan ya cinta-cinta romantis, pengorbanan diri, itu adalah hakikat dari cinta,” ujar dosen yang akrab disapa Yayas itu kepadakumparan, Jumat (28/12).
Dengan demikian, tak bisa dielakkan bahwa dengan pandangan yang beragam akan sulit mencari suatu definisi cinta yang bersifat universal. Tetapi, merujuk pada keterangan Yayas, cinta adalah bagian yang menjadikan manusia unik.
Cinta adalah perasaan yang berbeda dari rasa-rasa manusia lain. Tahun 1985 Robert J. Sternberg mengurai dalam bukunya bertajuk A Triangular Love Story, satu rasa dikategorikan sebagai cinta bila memenuhi tiga komponen, yaitu intimasi, gairah, dan komitmen.
Intimasi menurut Sternberg mencakup perasaan kedekatan, keterhubungan, dan ikatan. Sementara gairah lebih mengarah ke romansa, ketertarikan fisik, dan praktik seksual. Kemudian, tentang komitmen sendiri mencakup hal-hal yang mampu membuat cinta tersebut bertahan dalam waktu yang lama.
Dengan pengkategorian tersebut, Sternberg berusaha membuat taksonomi jenis-jenis cinta. Adapun di antaranya,nonlove(bukan cinta),liking(menyukai),infatuated love(cinta gila/pada pandangan pertama),empty love(cinta kosong),romantic love(cinta romantis),companionate love(cinta persahabatan),fatuous love, danconsummate love(cinta sempurna).
Dari ragam jenis cinta tersebut,kumparanakan membahas mengenai cinta pada pandangan pertama.kumparanberusaha mencari asal muasal mengapa manusia bisa merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama. Bagaimana tempo waktu yang singkat mendorong manusia dengan cepat memutuskan cinta bersemayam di hati mereka lewat pandangan pertama?
Merujuk pada keterangan Yayas, cinta pada pandangan pertama lebih cenderung kepada perasaan kesukaan manusia terhadap hal-hal atributif.
Selaras dengan Yayas, psikolog Dian Wisnu mengungkap cinta pada pandangan pertama terjadi biasanya karena seorang melihat physical appearance, seperti kecantikan atau kemenarikan secara fisik. Hal tersebut jamak seimbang dialami oleh laki-laki ataupun perempuan.
“Karena kan kalau dibilang orang cantik kan lebih mudah dilihat, orang keren gitu ya. Nah orang wangi juga sama kemenarikan fisik itu enggak cuman wajah atau tubuhnya tapi pakaiannya juga, cara bermake-upnya juga, terus cara dia berbicara juga, seperti itu. Cara dia mengenalkan dirinya seperti apa nah itu dilihat pertama kali biasanya,” Dian menjelaskan, Rabu (26/12).
Akan tetapi, di balik penjelasan ilmiah tentang musabab manusia mengalami cinta pada pandangan pertama, nyatanya ada musabab klasik yang patut dipahami. Jatuh cinta pada pandangan pertama berelasi kuat dengan akar-akar mitos yang terinternalisasi dalam jiwa-jiwa manusia.
“Mitos maksudnya gini. Kan Plato di dalam Simposium itu bilang bahwa mitosnya manusia itu dulu tercipta berpasangan. Lalu, karena ada kesalahan pada, kemarahan pada Dewa kemudian Dewa memisahkan pasangan itu. Jadi kita mengenal apa yang disebut dengan soulmate gitu,” terang Yayas.
Dari mitos tersebut manusia secara turun menurun percaya pada konsep pasangan jiwa. Hal itu melahirkan cinta pada pandangan pertama yang sebenarnya turunan daripada keyakinan, di luar sana ada orang yang ditakdirkan untuk bersama kita.
Di samping itu, cinta pada pandangan pertama dari mitosnya juga disebut sebagai suatu berkah. Hal tersebut merujuk pada dua mitos, yaitu Cupid & Psyce serta Dewa Kama.
Dua mitos itu menerangkan cinta adalah kekuatan yang tidak tampak, tapi merupakan suatu pemberian dari yang ahli kodratiah. Cinta diberikan dari Tuhan, dari Dewa, kepada manusia.
“Jadi cinta pada pandangan pertama sebenarnya adalah suatu kepercayaan bahwa ada cinta yang diberikan seperti pencerahan gitu. Ada cinta yang dianugerahkan Tuhan pada kita,” sebut Yayas.
Cerita akan mitos ini terus berkembang dan disukai oleh masyarakat. Pun bila hanya dianggap sebagai dongeng belaka, masyarakat begitu gemar mendengarnya.
Lantas mengapa cinta pada pandangan pertama itu jadi sesuatu yang disukai oleh orang-orang?
Terkait hal itu Yayas menyebut tumbuh rasa percaya relasi manusia dengan yang lainnya ibarat seperti keajaiban dan mukjizat. Cinta pada pandangan pertama adalah hal yang dianugerahkan Tuhan sehingga membuatnya terasa unik.
Sejak kapan manusia mengenal cinta?
Seorang antropolog Helen Fisher, dalam bukunya bertajuk Anatomy of Love menyebut cinta adalah bagian dari aktivitas otak manusia. Pendapat Fisher itu berdasar pada riset eksperimentalnya dengan melakukan scanning otak kepada para relawannya untuk menemukan definisi cinta.
Sedari dulu manusia sudah mengenal cinta. Namun, bentuknya terus mengalami evolusi dari masa purbakala hingga saat ini.
“Maksudnya dari masa manusia adalah masih hidup di gua-gua purbakala sampai kita jadi manusia modern, manusia industrial, post-industrial seperti sekarang konsep tentang cintanya itu ada perubahan, evolusi. Karena otak kita pun berevolusi,” Yayas mengungkapkan.
Di antara bentuk salah satu evolusi otak manusia adalah dia menjadi semakin kompleks ketika mencari sesuatu pada orang lain. Sekarang manusia sudah bisa menyeleksi dengan berbagai macam referensi. Hal tersebut sama dengan proses yang terjadi saat manusia mengalami jatuh cinta pada pandangan pertama.
Diungkapkan oleh Fisher, jatuh cinta pada pandangan pertama adalah wujud dari upaya seleksi. Seleksi yang terjadi berupa bentuk kerja otak, insting, juga terkait dengan bagaimana dia melihat sesuatu, semisal suka atau tidak suka.
“Apa yang kemudian menyebabkan apa misalnya individu A dibanding individu B bisa lebih menarik dibandingkan individu lainnya. Individu A untuk saya misalnya. Itu menurut Helen Fisher juga ya salah satu kerja otak memilah orang yang dia favoritkan,” kata Yayas.
Dalam proses seleksi tersebut juga terjadi evolusi. Dahulu, di masa yang lebih lampau manusia tidak terlalu punya hal-hal yang rumit untuk memikirkan apa itu jatuh cinta, apa itu suka, atau apa itu memilih.
Meski proses cinta dan mencintai terus berevolusi, perihal jatuh cinta pada pandangan pertama pada prinsipnya tak semua orang bisa merasakannya. Semua tergantung kepada karakteristik masing-masing individu.
“Ada orang yang jadi dia berteman dulu lama, butuh waktu enam bulan setahun, dua tahun, bahkan mungkin lima, sepuluh tahun lalu mereka baru saling mencintai. Ada juga orang yang love at the first sight, it depends. Kita enggak pernah tahu kapan kita jatuh cinta,” ujar Dian.
Simak ulasan lengkap konten spesial kumparan dengan follow topikCinta Pandangan Pertama.